Selama ini, Getafe hanyalah klub kecil yang berada di bawah bayang-bayang dua klub besar tetangga mereka, Atletico Madrid dan Real Madrid. Di bawah asuhan pelatih Jose Bordalas, Los Azulones menjadi tim dengan performa paling mengejutkan di La Liga musim 2017/2018.
Bukan hanya dianggap sebagai butiran debu, eksistensi Getafe tak jarang dianggap sebagai pengacau oleh administrator liga. Pasalnya, klub dari pinggiran Madrid ini selalu merusak statistik rata-rata tingkat okupansi stadion. Stadion Getafe, Coliseum Alfonso Perez, memiliki 17.000 tempat duduk, tetapi rata-rata jumlah penonton di hari pertandingan hanya sekitar 9.000.
Selain itu, ketika terakhir kali berada di La Liga pada musim 2015/2016, klub ini baru membuat akun media sosial Twitter. Itu menggambarkan betapa terlambatnya Getafe beradaptasi dengan dinamika sepak bola modern yang tak lepas dari bisnis digital. Namun, semua berubah di La Liga musim ini.
Di awal musim 2017/2018, manajemen klub Getafe meluncurkan aplikasi ponsel untuk membantu para penggemar mereka bertemu satu sama lain. Aplikasi itu diberi nama “Getafinder“, dengan cara kerja mirip aplikasi pencarian jodoh populer, Tinder. Aplikasi ini hanya bekerja jika digunakan di dekat Stadion Alfonso Perez di pinggiran kota Madrid.
“Getafe sampai saat ini adalah satu klub sepak bola dengan penggemar paling sedikit dengan stadion paling kosong di kasta utama,” kata manajemen klub melalui sebuah pernyataan di situsweb mereka. “Dengan aplikasi ini, Anda dapat mencari jodoh sesama penggemar Getafe dan melahirkan bayi-bayi yang nantinya menjadi pendukung Getafe!”
Entah bercanda atau serius, semoga di masa depan anak-anak hasil hubungan para suporter Getafe ini tidak membelot menjadi pendukung Real Madrid atau Atletico Madrid. Pasalnya, Los Azulones sedang menatap masa depan cerah.
Di bawah asuhan Jose Bordalas, saat ini Getafe duduk di posisi tujuh klasemen. Mereka berpeluang merebut satu tiket ke Liga Europa musim depan. Prestasi pasukan Bordalas sampai pertengahan musim telah mengejutkan para penggila sepak bola Spanyol. Di awal musim, mereka diprediksi menjadi salah satu tim yang akan terdegradasi kembali ke kasta kedua.
Dibandingkan klub-klub peserta La Liga lain, Getafe memang terbilang masih muda. Klub ini baru didirikan 34 tahun lalu tetapi telah berpartisipasi di kasta utama sebanyak 13 musim, sebuah prestasi yang mengesankan bagi sebuah klub kecil dari pinggiran ibu kota Spanyol. Prestasi terbaik El Geta adalah finis di posisi enam La Liga 2009/2010.
Pertahanan terkokoh ketiga di La Liga
Di saat publik masih terpesona melihat kiprah Girona, diam-diam Getafe merangkak naik ke papan tengah lalu mencuri panggung sebagai tim promosi terbaik. Apa rahasia sang pelatih Jose Bordalas? Barisan pertahanan yang solid adalah jawabannya.
Mengingat kurangnya dana dan sumber daya yang tersedia, pelatih berusia 53 tahun itu membangun skuat pemenang hanya dalam kurun waktu 17 bulan. Dipimpin mantan kiper Valencia, Vicente Guaita, jumlah kebobolan yang diderita El Geta hanya 37 gol hingga pekan ke-36. Jumlah ini merupakan yang terbaik ketiga, hanya kalah dari Barcelona dan Atletico Madrid yang memang diperkuat para penjaga gawang dan palang pintu kelas dunia.
Nama-nama terkenal di skuat Getafe seperti eks Arsenal, Mathieu Flamini, eks Chelsea, Loic Remy, dan pemain tim nasional Jepang, Gaku Shibasaki, memang berkontribusi dalam menarik perhatian publik. Namun sekali lagi, kunci performa sensasional mereka sebenarnya adalah lini belakang yang solid.
Getafe mengandalkan Djene Dakonam, bek asal Togo yang di awal musim menjadi headline berita karena dikabarkan harus menumpang transportasi publik ke lokasi latihan. Namun, setengah musim kemudian, pemberitaan beralih ke performa impresif palang pintu bertubuh atletis ini. Menurut situs WhoScored, Djene adalah salah satu bek terbaik di La Liga saat ini, dengan rata-rata jumlah intersep 2,1 per pertandingan. Ia pasti akan menerima banyak tawaran dari klub lain pada saat musim ini berakhir.
Berbicara soal tawaran dari klub lain, kabarnya Bordalas pun telah mendapatkan sejumlah tawaran untuk menangani klub yang lebih besar di musim depan. Namun, ia memilih fokus dulu untuk meloloskan Getafe ke Liga Europa di akhir musim ini.
Sanggupkah Los Azulones mewujudkan ambisi tersebut?