Pada tanggal 26 Mei 2018 mendatang, Real Madrid akan tampil di partai final Liga Champions 2017/2018 kontra Liverpool yang mengambil Stadion Olimpiyskiy Kiev sebagai arena pertarungan. Dalam laga tersebut, Los Merengues mengusung hasrat A Por La Tredecima alias beroleh titel ketiga belas sepanjang sejarah.
Dikenal sebagai klub tersukses di ajang Liga Champions, usaha Madrid guna mencaplok titel demi titel yang sudah berdiri gagah di lemari trofi mereka tak selalu berjalan mudah. Salah satu yang paling menguras tenaga dan emosi tentulah final Liga Champions musim 1965/1966 (kala itu masih bernama Piala Champions).
Bertanding di Stadion Heysel (sekarang bernama Stadion King Baudouin), Madrid yang saat itu bermaterikan nama-nama seperti Amancio Amaro, Francesco Gento, dan Manuel Velasquez, serta ditukangi oleh Miguel Munoz berjumpa dengan klub asal Yugoslavia (kini Serbia), Partizan Belgrade.
Dengan skuat yang diisi sosok-sosok semisal Milan Galic, Milutin Soskic, dan Velibor Vasovic, plus Abdulah Gegic sebagai juru taktik, Crno-Beli mengusung ambisi yang sama besarnya dengan sang lawan. Terlebih, mereka saat itu menahbiskan diri sebagai klub asal Balkan dan juga Eropa Timur pertama yang sukses menjejak fase pamungkas di Liga Champions.
Dihelat pada 11 Mei 1966, ada sekitar 47 ribu pasang mata yang memadati Stadion Heysel hari itu. Berbekal prestasi gemilangnya di kancah Liga Champions, telah mengoleksi lima titel, Madrid lebih diunggulkan ketimbang Partizan.
Sedari wasit Rudolf Kreitlein meniup peluit tanda dimulainya pertandingan, masing-masing kubu berupaya mati-matian untuk sesegera mungkin menciptakan gol.
Nahasnya, dari sejumlah peluang yang lahir di babak pertama, tak ada satu pun yang membuahkan gol, baik untuk Los Merengues ataupun Crno-Beli. Alhasil, kedua tim harus puas dengan skor kacamata ketika rehat.
Keseruan yang berkelindan di babak pertama, nyatanya muncul lagi saat babak kedua dilaksanakan. Akan tetapi, fase ini tak seperti babak pertama sebab dihiasi oleh gol yang diburu masing-masing pihak sedari awal laga. Pada menit ke-55, Partizan membuka keunggulannya usai Vasovic menyarangkan gol lewat sundulan ke gawang Jose Araquistain dengan memanfaatkan sepak pojok.
Tertinggal dari sang lawan, para pemain Madrid justru semakin terlecut untuk membalas. Berselang 15 menit kemudian, aksi individu nan memikat mata Amaro berhasil memaksa Soskic memungut bola dari gawangnya sekaligus membuat papan skor di Stadion Heysel menjadi sama kuat 1-1.
Usaha Madrid buat menyegel gelar keenamnya di Liga Champions benar-benar sampai pada titik puncak manakala Fernando Serena melesakkan gol pembalik kedudukan via sepakan keras dari luar kotak penalti di menit ke-76.
Gol itu sendiri mematahkan semangat para penggawa Partizan sehingga tak mampu bangkit di waktu yang tersisa. Saat Kreitlein meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan, Los Merengues pun sah mendapatkan gelar Liga Champions keenamnya yang populer dengan sebutan La Sexta.
Uniknya, prestasi tersebut jadi titik awal di mana mereka harus berpuasa selama 32 tahun sebelum akhirnya beroleh gelar Liga Champions ketujuh pada musim 1997/1998.