Cerita Tribe Ultah

Jupp Heynckes, Pria Pemenang Legendaris dari Mönchengladbach

Lahir di tepat satu bulan setelah Jerman dipastikan kalah dalam Perang Dunia II, orang tua Josef “Jupp” Heynckes tentu tidak pernah menyangkan bahwa putra mereka akan menjadi seorang pemenang yang selalu diingat oleh banyak orang di kemudian hari. Heynckes bukan saja membawa kebanggaan besar kepada kota kelahirannya, Mönchengladbach, tetapi juga negara Jerman secara keseluruhan.

Berbeda dengan kebanyakan pelatih, Heynckes masuk kategori yang juga sukses ketika masih aktif bermain. Hanya ada dua kesebelasan yang dibela oleh Heynckes. Selain klub kota kelahirannya, Borussia Mönchengladbach, Heynckes juga pernah bermain selama beberapa musim di Hannover 96. Bersama Gladbach, Heynckes berada di puncak kariernya. Membawa tim tersebut meraih gelar juara Bundesliga, sekaligus turut berpartisipasi dalam kesuksesan Jerman, yang saat itu masih bernama Jerman Barat, meraih gelar juara Piala Dunia pada tahun 1972 dan trofi Piala Eropa pada tahun 1974.

Gaya bermain Heynckes mungkin tidak segemerlap Gerd Muller yang sering mencetak gol luar biasa, atau penuh atraksi seperti Klaus Fischer yang tersohor karena sering melakukan tendangan akrobatik. Gaya bermain Heynckes adalah serupa dengan skema yang ia terapkan ketika menjadi pelatih: cepat dan efektif. Hal yang kemudian membuatnya tercatat sebagai urutan ketiga dalam daftar pencetak gol terbanyak dalam sejarah Bundesliga dengan 220 gol.

Tetapi yang menakjubkan bukan hanya rekam jejak kariernya ketika masih aktif bermain. Setelah gantung sepatu dan memutuskan untuk menjadi pelatih, mentalitas pemenang turut dibawa Heynckes. Meskipun begitu, keputusannya untuk gantung sepatu pada 1979 dianggap terlalu cepat sebab ia pensiun pada usia 33 tahun. Banyak yang beranggapan bahwa seandainya Heynckes menunda waktu pensiunnya, ia bisa saja melewati rekor gol Gerd Muller yang hingga saat ini tercatat sebagai pencetak gol terbanyak dalam sejarah Bundesliga dengan 365 gol.

Veni,vidi, vici ala Jupp Heynckes

Beberapa bulan sebelumnya kami pernah menulis artikel dengan judul Veni, Vidi, Vici, ala Jupp Heynckes. Kalimat ini benar-benar sesuai dengan karier kepelatihan Heynckes yang tidak jauh-jauh dari “datang dan menaklukkan”. Selama hampir empat dekade karier kepelatihannya, Heynckes selalu membawa kemenangan dan kesuksesan untuk skuat asuhannya.

Petualangannya sebagai juru latih dimulai dengan menjadi suksesor pelatih legendaris lain, Udo Lattek. Heynckes menjabat sebagai pelatih Gladbach di usia 34 tahun. Di musim perdana kariernya sebagai pelatih pada 1979/1980, Heynckes berhasil membawa klub berjuluk Die Borussien tersebut ke partai final Piala UEFA (kini Liga Europa).

Setelah hampir sepuluh tahun menangani Gladbach, kemudian tiba kesempatan Heynckes untuk menangani tim tersukses Jerman, FC Bayern München, klub yang menjadi rival sengit Heynckes ketika masih bermain ataupun ketika sudah menjadi pelatih. Meskipun di musim pertamanya FC Bayern mesti merelakan gelar juara jatuh ke tangan Werder Bremen, tepat satu musim setelahnya, Heynckes kemudian memimpin tim asal Bavaria tersebut memenangkan gelar juara Bundesliga dalam dua musim beruntun.

Pada masa tersebut juga, Heynckes berhasil membawa FC Bayern melaju jauh di kancah Eropa, meskipun ia gagal membawa pulang trofi juara. Dalam lima musim di era kepelatihan perdananya di FC Bayern, Heynckes berhasil membawa Die Roten tiga kali merasakan semifinal kompetisi Eropa.

Setelahnya ketika berpetualang ke Spanyol dan kemudian kembali ke Jerman, Heynckes selalu dicari karena tuah kemenangannya tersebut. Di Athletic Bilbao, Heynckes berhasil membawa klub tersebut untuk tampil di Eropa setelah sempat absen panjang. Di Tenerife ia berhasil membawa klub asal Kepulauan Canary tersebut tampil di Eropa untuk pertama kalinya. Kesuksesan tersebut kemudian yang membuat Heynckes ditunjuk sebagai pelatih baru Real Madrid pada musim 1997/1998. Seperti yang diketahui, Heynckes kemudian mempersembahkan trofi Liga Champions untuk tim raksasa Spanyol tersebut.

Sempat menangani Benfica, kemudian kembali ke Athletic, Heynckes kemudian kembali ke Jerman pada tahun 2003. Ia tetap melakukan pekerjaan hebat, termasuk ketika menangani Bayer Leverkusen, di mana saat itu adalah waktu Heynckes mematangkan bakat seorang Toni Kroos. Satu tahun setelah Piala Dunia 2010, Heynckes kemudian kembali ke FC Bayern. Semua sudah tercatat dalam sejarah dengan tinta emas bagaimana Heynckes berhasil menuntaskan misi yang gagal ia lakukan di era perdananya sebagai pelatih FC Bayern. Heynckes sukses membawa FC Bayern menjadi jawara Eropa pada tahun 2013.

Bahkan setelah sempat pensiun tepat usai membawa FC Bayern memenangkan Liga Champion, mentalitas pemenang Heynckes kembali dibutuhkan. Ia dipanggil kembali untuk menangani tim pemilik 28 gelar juara Bundesliga ini setelah mereka sempat tersungkur di bawah arahan Carlo Ancelotti.

Pencapaian Heynckes jelas tidak buruk. Dari yang ditugasi untuk melakukan misi penyelamatan, tetapi kemudian berhasil membawa tim kembali menjuarai Bundesliga, dan melaju ke babak semifinal Liga Champions.

Heynckes mungkin bukan sosok seperti Guy Roux, Sir Alex Ferguson, atau Arsene Wenger yang bertahan lama menangani satu klub. Tetapi sama seperti yang lain, Heynckes juga menurunkan warisan yang akan dikenang, dan namanya pasti akan tercatat dalam sejarah.

Alles Gute zum Geburstag, Jupp Heynckes!