Suara Pembaca

Manis dan Pahit Kisah Persiba Bantul, Sang Laskar Sultan Agung

Jika kita jalan-jalan di Yogyakarta, kita pasti akan mengharapkan udara segar di kota ini. Dari ujung utara sampai selatan, dari ujung barat sampai ujung timur, daerah yang berlabel ‘istimewa ‘ini sangat mempunyai banyak sekali potensi. Beraneka ragam makanan, kerajinan, kesenian, alam, hingga udara sejuk adalah kekayaan potensi yang dimiliki Daerah Istimewa Yogyakarta. Itupun belum semua potensi kota ini.

Pemuda di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu potensi yang menonjol di daerah ini. Banyak sekali pemuda Indonesia yang berprestasi berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Prestasi tersebut, tentu diraih dari beberapa bidang, dari bidang teknologi sampai olahraga. Jika kita berbicara tentang Yogyakarta, pemuda dan potensi, ketiga kata ini tidak bisa dipisahkan dengan olahraga, apalagi sepak bola.

Sepak bola memang sangat digemari oleh banyak pemuda Daerah Istimewa Yogyakarta. PSS Sleman dan PSIM Yogyakarta, dua klub besar yang berasal dari daerah istimewa ini, memang sudah terkenal di kancah sepak bola Indonesia. Tidak diragukan lagi jika kedua klub tersebut dikenal dan digemari banyak pemuda Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketika kita membicarakan kebesaran sepak bola di Daerah Istimewa Yogyakarta, rasanya hambar jika tanpa Persiba Bantul.

Baca juga: Ironi Daerah Istimewa Yogyakarta di Liga 1

Didirikan pada tahun 1967, Persiba Bantul adalah salah satu klub sepak bola yang bisa dibilang cukup senior di Daerah Istimewa Yogyakarta. Umur Persiba Bantul bisa dikatakan tua, tetapi kalau dilihat dari semangat dan jiwanya, Persiba Bantul terlihat masih muda dan bergairah. Jiwa mudanya inilah yang sering sekali membuat Persiba Bantul mengalami pasang-surut performa dan menghadapi banyak tantangan, layaknya pemuda yang sering jatuh dan putus cinta.

Pada tahun 2011, Persiba Bantul mengalami puncak tertinggi gairahnya. Waktu itu Persiba Bantul, yang kerap disapa Laskar Sultan Agung, merasakan momen bersejarah yang akhirnya datang. Persiba Bantul menjadi juara Divisi Utama Liga Indonesia setelah mengalahkan Persiraja Banda Aceh pada partai final dengan skor 1-0.

Gelar juara tersebut memang pantas didapatkan oleh Laskar Sultan Agung yang sudah berjuang bertahun-tahun demi prestasi sepak bola Kabupaten Bantul. Sebuah sejarah besar untuk Kabupaten Bantul maupun provinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta), yang sebelumnya pernah gempar karena gempa bumi tahun 2006. Malam itu, 25 Mei 2011, dengan semangat juangnya Kabupaten Bantul membuat gempar sepak bola Indonesia dengan cara yang manis.

Jauh sebelum tahun 2011, Persiba Bantul mempunyai perjalanan yang mungkin sampai saat ini masih dikenang. Selama perjalanan itu, memang ada udara segar yang kerap berembus ke Persiba Bantul. Mungkin kisah perjalanan tersebut bisa dijadikan kisah terbaik bagi sepak bola di Kabupaten Bantul.

Sebelum menjuarai Divisi Utama

Sejak awal terlibat dalam perhelatan sepak bola Indonesia, Persiba Bantul sempat mencicipi manis-pahit perjalanan tim. Prestasi dan manajemen Persiba Bantul yang pasang-surut menjadi sesuatu yang wajar pada masa itu. Hal tersebut tidak lepas dari kucuran dana yang dibantu dari pemerintah daerah untuk membantu kepengurusan Persiba Bantul.

Tentu saja manajemen Persiba Bantul tidak tinggal diam. Dengan adanya kompetisi internal Persiba Bantul, manajemen menunjukkan bahwa kompetisi tersebut menjadi kompetisi internal yang terbaik se-DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Singkat cerita, Persiba Bantul mendapatkan angin segar, ketika sosok Idham Samawi (Bupati Bantul saat itu) muncul di sepak bola Kabupaten Bantul. Dengan kemunculan Idham ini, proses mencapai prestasi yang diidamkan meningkat drastis. Tentu saja peningkatan tersebut disokong oleh dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang sangat membantu Persiba Bantul.

Tahun 2004 merupakan tahun bersejarah bagi Persiba Bantul. Setelah penantian sangat panjang, akhirnya Laskar Sultan Agung ini mengarungi Divisi Satu Liga Indonesia. Selain itu, dengan  dibangunnya Stadion Sultan Agung, Persiba Bantul akan mempunyai fasilitas lapangan yang mumpuni. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Persiba Bantul dan warga Bantul sebab tadion tersebut sempat menjadi perbincangan di sepak bola Indonesia dikarenakan rumputnya berkualitas standar Eropa.

Tidak berpikir panjang, pada tahun 2005, PSSI memberikan kepercayaan kepada Persiba Bantul untuk membina pemain Timnas U-20. Tentu saja kepercayaan tersebut, menjadi tolok ukur kualitas Persiba Bantul dalam hal pembinaan pemain muda. Persiba Bantul kembali menjadi perbincangan para pencinta sepak bola Indonesia. Perlahan, Persiba Bantul mulai dikenal oleh masyarakat sepak bola Indonesia.

Setelah mendapatkan udara segar, pada tahun 2006, di tengah kompetisi, Persiba Bantul terpaksa menyelesaikan liga lebih awal. Pada hari Sabtu (27/05/2006), Kabupaten Bantul mendapatkan musibah bencana besar. Kabupaten Bantul dan sekitarnya diguncang gempa tektonik besar. Persiba Bantul mundur dari perhelatan kompetisi Divisi Satu. Perjalanan manis Laskar Sultan Agung akhirnya berhenti untuk istirahat sejenak.

Balasan yang manis telah diberikan Tuhan untuk Persiba Bantul dan warga Bantul. Setelah istirahat sejenak, Persiba Bantul kembali melanjutkan perjalanan pada tahun 2007. Dengan persiapan yang matang, akhirnya Persiba Bantul keluar sebagai juara Divisi Satu, dan promosi ke Divisi Utama. Tentu ini pemberian manis Tuhan kepada Persiba Bantul dan warga Bantul melalui sepak bola. Persiba Bantul pun kembali merasakan udara segar.

Tidak terlena dengan pemberian manis begitu saja, Laskar Sultan Agung pun kembali melanjutkan perjalanan. Untuk mengarungi Divisi Utama, Persiba Bantul telah mempersiapkan segala sesuatu. Dari segi materi pemain, materi latihan, staf kepelatihan, serta pembenahan manajemen telah disiapkan secara matang. Warga Bantul dan suporter Persiba Bantul pun sangat antusias sekali menyambut tim kesayangannya berlaga di Divisi Utama Liga Indonesia.

Pada musim 2008/2009, skuat Persiba Bantul tersandung di babak delapan besar Divisi Utama. Kala itu, Persiba Bantul satu grup dengan Persema Malang, PSPS Pekanbaru, dan Persikabo Kabupaten Bogor. Hasil tersebut tentu menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi musim depan. Perjalanan kembali dilanjut dengan materi yang lebih matang.

Lagi-lagi, perjalanan Laskar Sultan Agung terhenti di babak delapan besar Divisi Utama musim 2009/2010. Di grup delapan besar kali ini, Persiba Bantul hanya selisih satu poin dengan PS Semen Padang yang berhasil menjadi runner-up grup dan lanjut ke babak semifinal. Ini kedua kalinya Persiba Bantul mendapatkan buah asam yang sama. Walaupun gagal kedua kalinya, antusiasme dari suporter Persiba Bantul maupun warga Bantul tidak berkurang.

Pada musim 2010/2011, Persiba Bantul lagi-lagi mendapatkan pemberian manis dari Tuhan. Seperti yang saya tulis sebelumnya, Laskar Sultan Agung menjadi juara Divisi Utama, otomatis mendapatkan tempat untuk mengarungi kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Dengan pencapaian ini, Persiba Bantul pun menjadi klub sepak bola pertama di DIY, yang berlaga di kasta tertinggi sepak bola Indonesia.

Setelah menjuarai Divisi Utama di Liga Indonesia

Sebagai penggemar sepak bola Indonesia, tentu kita semua tahu bagaimana nasib sepak bola Indonesia pada tahun 2011; sebuah dualisme sepak bola Indonesia. Salah satu dampak dari dualisme yang bisa dibilang sangat ruwet: bergulirnya dua liga (IPL dan ISL) di kasta tertinggi sepakbola Indonesia. Di sini saya tidak akan membahas kemurungan sepak bola Indonesia lebih jauh.

Karena suatu alasan, Persiba Bantul akhirnya memutuskan untuk menyebrang ke IPL (Indonesian Premier League). Dengan adanya dualisme, Persiba Bantul sebagai ‘anak baru’ di kasta tertinggi disambut dengan keadaan sepak bola Indonesia yang lagi pahit. Tetapi, perjalanan Laskar Sultan Agung di IPL tidak diwarnai dengan kemurungan. Suporter Persiba Bantul dan warga Bantul justru mewarnai perjalanan klub kesayangannya dengan gairah yang luar biasa, layaknya pemuda yang mendapatkan cinta pertamanya.

Semakin matangnya amunisi pemain, jajaran staf kepelatihan yang mumpuni, ekonomi yang kuat, dan dukungan yang masif, Persiba Bantul menjadi salah satu klub yang disegani. Alhasil, di musim pertamanya, Persiba finish di posisi empat, hanya terpaut satu poin dengan Arema Malang. Bukan hal yang mudah untuk tim sekelas Persiba Bantul guna bertengger di empat besar. Persiba Bantul menjadi salah satu spotlight sepak bola Indonesia kala itu.

Setelah mengarungi kasta tertinggi untuk musim pertamanya, performa Persiba Bantul turun dari musim ke musim. Penurunan Persiba Bantul disebabkan minimnya dana yang tersedia. Minimnya dana tersebut dikarenakan klub Persiba Bantul sudah tidak menggunakan dana APBD lagi sejak 2012. Konflik ditubuh manajemen Persiba Bantul ikut menambah kemurungan Laskar Sultan Agung. Sempat mendapatkan udara segar di kasta tertinggi, Persiba Bantul justru kembali tersedak.

Tuhan akhirnya kembali hadir, kali ini yang diberikan bukan sesuatu yang manis, melainkan sesuatu yang tidak diharapkan skuat Persiba Bantul dan suporternya. Persiba Bantul degradasi dari Liga Super Indonesia 2014 (kala itu Persiba yang berstatus peserta IPL, lolos verifikasi klub untuk mengikuti ISL) ke Divisi Utama. Hanya menang dua kali, seri tiga kali, sisanya kalah. Ini adalah hasil terburuk yang dialami anak asuh Sajuri Syahid, ketika berlaga di kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Mungkin rasanya seperti kisah pemuda yang mengalami putus cinta pertamanya.

Singkat cerita lagi, Persiba Bantul mulai detik ini harus memulai perjalanan dari Liga 3 (kasta terendah sepak bola Indonesia). Memang memulai perjalanan dari bawah rasanya sangat berat. Saya yakin, ini bukan sebuah ancaman bagi Persiba Bantul, ini sebuah tantangan tersendiri. Kalau menoleh kembali, bukankah Kabupaten Bantul punya segala potensi untuk unggul dalam sepak bola Indonesia, khususnya DIY?

Selagi masih ada semangat pemuda yang ada di dalam Laskar Sultan Agung. Selagi masih ada dukungan dari suporter maupun warga Bantul. Selagi masih bergairah, layaknya anak muda yang sedang jatuh cinta.  Jika masih ada niatan melakukan perjalanan, saya yakin, Persiba Bantul mempunyai potensi untuk bertengger di kasta tertinggi sepak bola Indonesia.

Yang saya tuliskan ini adalah sebagian besar salah satu kisah sepak bola dari bumi Projotamansari. Daerah yang dulu terkenal dengan ndeso-nya, sekarang bisa dikenal dengan kemapanan sepak bolanya. Semoga.