Pasca-gagal mengangkat trofi Piala Dunia untuk keempat kalinya di tahun 1998 gara-gara tumbang pada laga final melawan tuan rumah Prancis, tim nasional Brasil mengincar takhta terbaik sejagad ketika mentas di Piala Dunia 2002 yang diselenggarakan di Korea Selatan dan Jepang.
Sayangnya, Brasil berangkat ke Benua Asia dengan modal yang kurang baik lantaran di ajang Copa America 2001, mereka tidak mampu membawa pulang trofi juara setelah tersingkir di fase perempat-final dari tangan kesebelasan tamu yang kekuatannya dianggap tak seberapa, Honduras.
Namun banyak pula yang berasumsi jika kegagalan Brasil di Copa America 2001 dapat dimaklumi karena Luiz Felipe Scolari, pelatih tim Samba, banyak melakukan eksperimen, termasuk tidak memanggil sejumlah penggawa utama semisal Marcos Cafu, Rivaldo, Roberto Carlos, Ronaldinho, dan Ronaldo.
Sementara di Korea Selatan dan Jepang, nama-nama itu ada di dalam daftar 23 pemain yang dibawa oleh Scolari guna menuntaskan misi yang empat tahun sebelumnya gagal diwujudkan Mario Zagallo.
Benar saja, selama bertempur di Negeri Ginseng ataupun Negeri Sakura, tim Samba berhasil menunjukkan performa terbaiknya. Lawan-lawan di babak penyisihan grup layaknya Cina, Kosta Rika, dan Turki sukses dibantai.
Sementara di fase gugur, mulai dari perdelapan-final hingga semifinal, berturut-turut Belgia, Inggris, dan lagi-lagi Turki, sanggup dibinasakan oleh Brasil secara meyakinkan sehingga mengantar mereka lolos ke partai final guna berjumpa Jerman yang dimotori oleh Oliver Kahn dan Miroslav Klose.
Pada laga pamungkas itu pula, Brasil akhirnya tertawa bahagia karena sukses membawa pulang titel dunia kelimanya setelah menghempaskan Jerman dengan skor 2-0.
Dari sekian nama penggawa, sosok Ronaldo adalah yang paling berhasil mencuri perhatian. Pasalnya, lelaki yang ketika itu berstatus sebagai penggawa Internazionale Milano tersebut mampu memborong 8 gol (termasuk brace di final).
Walau kontribusi Ronaldo teramat besar untuk tim Samba, publik juga tak boleh menepikan andil Rivaldo perihal kejayaan itu. Sebab bagaimanapun juga, lelaki bernama lengkap Rivaldo Vitor Borba Ferreira ini merupakan salah satu pilar utama tim besutan Scolari.
Pada era 1990-an sampai 2000-an, Rivaldo dikenal publik sebagai satu dari sekian talenta emas kepunyaan Brasil. Figur kelahiran Recife yang memulai karier profesionalnya bareng Santa Cruz tersebut memang punya kualitas luar biasa.
Berposisi natural sebagai gelandang serang, Rivaldo yang berkaki kidal memiliki akselerasi dan kecepatan lari prima. Hal itu disempurnakannya dengan teknik olah bola jempolan seperti pemain-pemain Brasil pada umumnya.
Giringan Rivaldo sangat presisi dan berhiaskan aneka trik (mulai dari step over hingga feint), akurasi umpannya brilian, inteligensianya prima serta tentu saja, memiliki insting membobol gawang lawan yang amat tinggi.
Jangan heran bila dirinya acapkali dijadikan tumpuan untuk mengobrak-abrik jantung pertahanan musuh, menciptakan peluang sekaligus mencetak gol demi gol.
Bermodal skill mumpuni tersebut, para penggemar gim PlayStation juga mengidolai Rivaldo sebagai salah satu pemain andalan. Persis kompatriotnya macam Roberto Carlos dan Ronaldo.
Oleh Scolari yang di gelaran Piala Dunia 2002 gemar memainkan pola tiga bek dengan formasi variatif macam 3-4-1-2, 3-4-3, dan 3-4-2-1, menurunkan Rivaldo di sejumlah posisi. Baik sebagai satu dari sepasang penyerang, winger kiri maupun satu dari dua gelandang serang yang berdiri di belakang penyerang tunggal.
Hebatnya, seluruh peran itu dapat dilaksanakan Rivaldo secara paripurna. Kolaborasinya bareng Ronaldinho dan Ronaldo yang memperoleh label Ro-Ro-Ri ataupun Trio R, sungguh menakutkan sehingga Brasil keluar sebagai kesebelasan paling tajam di Piala Dunia 2002 lewat suntingan 18 gol.
Tak cukup sampai di situ, kontribusi signifikan yang Rivaldo tunjukkan di setiap laga membuatnya jadi satu-satunya nama yang beroleh gelar man of the match sebanyak tiga kali di turnamen tersebut, yakni saat bersua Turki (penyisihan grup), Belgia (perdelapan-final), dan Inggris (perempat-final).
Walau aksi-aksinya menawan bareng tim Samba di turnamen tersebut, namun sebuah fakta menarik justru datang sebelum ia terbang ke Korea Selatan dan Jepang. Kembalinya Louis van Gaal sebagai entrenador Barcelona di bulan Juni 2002, membuatnya berketetapan untuk pergi dari Stadion Camp Nou. Padahal, ia telah mengenakan kostum biru-merah sedari tahun 1997.
Perlu diketahui bahwa saat datang ke Barcelona untuk kali pertama di musim 1997/1998, van Gaal juga berstatus sebagai pelatih. Kolaborasi mereka selama tiga musim (van Gaal minggat setelah musim 1999/2000 untuk menangani timnas Belanda), membuahkan sejumlah titel prestisius, antara lain sepasang gelar La Liga Spanyol dan masing-masing sebiji Copa del Rey dan Piala Super Eropa.
Namun di pengujung kerja sama itu, terjadi friksi yang melibatkan keduanya. Van Gaal yang menggemari pola 4-3-3 seperti pelatih-pelatih Belanda kebanyakan, bersikeras untuk memainkan Rivaldo sebagai winger kiri sedangkan sang pemain ingin diposisikan sebagai gelandang serang alias playmaker tim.
Tim raksasa Italia, AC Milan, menjadi pelabuhan anyar Rivaldo sekembalinya dari Asia usai menandatangani kontrak berdurasi tiga musim. Bagi Milan sendiri, transfer Rivaldo ketika itu merupakan hal berharga karena ia didapat secara gratis kendati umurnya saat itu telah mencapai 30 tahun.
Meski perannya di tubuh I Rossoneri tak sekrusial saat masih berseragam El Barca (Rivaldo tidak begitu sering dimainkan sebagai starter karena materi pemain Milan saat itu amat fantastis), tapi ia sanggup memberikan kontribusi maksimal.
Berdasarkan data Transfermarkt, ia cuma beraksi di 40 laga seluruh kompetisi dan mengoleksi 8 gol dalam kurun dua musim (memutuskan kembali ke Brasil pada awal 2004). Akan tetapi, dirinya jadi bagian skuat yang berhasil menggamit masing-masing satu titel Piala Super Italia, Liga Champions, dan Piala Super Eropa pada momen singkat tersebut.
Pasca-minggat dari Milan, Rivaldo bergabung dengan banyak klub seperti Cruzeiro, Olympiakos, AEK Athena, Bunyodkor, Kabuscorp, Sao Paulo, sampai Mogi Mirim. Bersama tim yang disebut terakhir pula, ia menyudahi karier profesionalnya di tahun 2015 silam.
Feliz aniversario, Rivaldo.