Cerita

Bedah Semifinalis Liga Champions Eropa 2017/2018: Mencari Akhir Manis (Kedua) untuk Jupp Heynckes

Tidak ada yang menyangka sebelumnya bahwa musim kedua Carlo Ancelotti di Bayern München akan berjalan buruk. Serangkaian hasil kurang maksimal didapatkan, pelatih asal Italia tersebut kemudian terlempar dari posisinya. Menariknya, FC Bayern kemudian memanggil kembali mantan pelatih mereka yang sudah memutuskan pensiun, Jupp Heynckes.

Dari yang awalnya hanya sekadar misi penyelamatan karena tim berjuluk FC Hollywood ini terperosok, magis dari Heynckes justru memungkinkan Bayern München untuk bisa mengulangi prestasi yang sama tepat saat Heynckes memutuskan untuk pensiun pada tahun 2013 lalu. Sempat vakum melatih selama hampir empat tahun, hanya dalam hitungan waktu enam bulan saja, pelatih berusia 72 tahun ini berhasil mengubah nasib tim tersukses Jerman ini. Dari tim yang terseok-seok di awal kompetisi, kini berada di ambang treble winners. Heynckes jelas melakukan pekerjaan yang luar biasa.

 

Heynckes mencatatkan sebuah rekor

Bedah taktik

Disebutkan bahwa para penggawa FC Bayern girang bukan main ketika Heynckes ditunjuk kembali sebagai juru taktik tim. Kebanyakan pemain menanggap bahwa metode latihan serta skema yang diusung Ancelotti tidak sesuai dengan mereka, atau lebih tepatnya membosankan, mengacu kepada pendapat dari Franck Ribery, terkait latihan dan aspek taktikal dari pelatih asal Italia tersebut.

Yang dibawa oleh Heynckes bukan hanya sekadar nostalgia kesuksesan pada tahun 2013. Memang ada suasana yang lebih segar ketika Heynckes kembali ke tampuk kekuasaan, tetapi ia juga menerapkan skema yang juga berbeda dengan tim yang berhasil meraih gelar juara pada tahun 2013.

FC Bayern di kesempatan ketiga Heynckes melatih tetap menyerang dengan merambat. Penguasaan bola dilakukan perlahan sampai akhirnya ketika bola sudah berada di area lawan, akan terjadi operan-operan cepat untuk terus menekan lawan. Yang berbeda, di skuat tahun 2018 ini poros serangan bukan lagi di sektor sayap. Sadar bahwa duet Robbery (Arjen Robben dan Ribery) sudah dimakan usia, Heynckes mengalihkan pusat permainan ke area tengah. Poros gelandang adalah kekuatan utama FC Bayern di musim ini.

Javi Martinez sudah jauh lebih matang ketimbang di tahun 2013. Martinez sudah berkembang jauh lebih baik, terutama soal kebugarannya. Martinez menjadi pion penting dalam skema bermain FC Bayern. Ia bermain efektif sebagai gelandang bertahan. Menjaga garis pertahanan dengan disiplin, juga ikut mengalirkan bola. Martinez menjadi salah satu alasan mengapa pertahanan FC Bayern sulit ditembus di musim ini.

Ketangguhan Martinez kemudian membuat pekerjaan dari Arturo Vidal dan James Rodriguez menjadi lebih leluasa ketika keduanya berupaya membombardir pertahanan lawan. Khusus untuk James, FC Bayern benar-benar beruntung bisa mendapatkan jasa bintang Kolombia ini. Dari pemain yang dibuang oleh Real Madrid, James kini justru menjadi pusat permainan dari Die Roten. James dengan visi, kualitas operan, dan pergerakannya, memungkinkan tim untuk terus menekan lawan terutama ketika bola sudah bergulir di area sepertiga akhir bagian penyerangan.

Posisi kiper boleh jadi yang akan mengganjal Jerome Boateng dan kawan-kawan untuk mempersembahkan gelar Liga Champions keenam untuk FC Bayern sekaligus memberikan lagi akhir yang manis untuk Jupp Henyckes. Sven Ulreich memang tampil cukup baik sejauh ini, tetapi ia belum benar-benar teruji di pertandingan penting di level Eropa. Dan lagi tentunya, ia juga bukan Manuel Neuer. Berhadapan dengan tim seperti Real Madrid di semifinal tentu akan menjadi ujian besar bagi Ulreich yang harus diakui bahwa penampilannya sepanjang musim banyak terbantu oleh pertahanan tim yang tampil disiplin.

 

efektivitas dan efisiensi Lewandowski

Pemain kunci: Robert Lewandoski

Tentu tidak ada artinya apabila terus menguasai bola dan menekan tetapi tidak ada gol yang kemudian tercipta. Karena gol atau seminimal-minimalnya adalah peluang gol, merupakan akhir dari proses permainan yang disusun sejak sebuah tim bisa menguasai bola. Poros lini tengah FC Bayern memang luar biasa, tapi tentu itu tidak ada artinya apabila mereka tidak memiliki penyerang dengan kualitas penyelesaian akhir yang juga luar biasa. Beruntunglah FC Bayern yang memiliki sosok seperti Robert Lewandowski.

Bersama Sven Ulreich, Lewandowski adalah pemain yang paling sering dimainkan di Liga Champions musim ini. Dari sembilan pertandingan, Lewandowski berhasil menciptakan lima gol. Penampilan minornya hanya terjadi ketika FC Bayern menelan satu-satunya kekalahan di Liga Champions musim ini yaitu ketika mereka dikalahkan Paris Saint-Germain di fase grup.

Perjalanan ke semifinal

Kematangan dan efektivitas. Boleh jadi itu adalah dua kata yang tepat untuk menggambarkan perjalanan FC Bayern di Liga Champions musim ini. Kesuksesan mereka untuk melaju terus hingga ke babak semifinal merupakan buah kematangan bukan saja dari Jupp Heynckes sebagai pelatih, tetapi juga para pemain yang mental bertandingnya sudah terasah sekian lama.

Di fase grup, meskipun menelan kekalahan dari Paris Saint-Germain, FC Bayern tetap melaju ke babak selanjutnya. Dengan kematangan dan efektivitas, FC Bayern mengalahkan lawan-lawan mereka, dan karena itu, skor pertandingan tidak ada yang benar-benar mencolok. Pengecualian mungkin ketika mereka menghantam tim perwakilan asal Turki, Besiktas, di pertandingan putaran pertama babak 16 besar.

Kematangan dan efektivitas ini pulalah yang membuat FC Bayern berhasil meredam daya ledak dari Sevilla yang pada babak sebelumnya membuat kejutan dengan mengandaskan perlawanan Manchester United. Sumbu ledak Wissam Ben Yedder dan kawan-kawan seakan tidak menyala ketika mereka berhadapan dengan superioritas FC Bayern. Thomas Müller dan kawan-kawan melenggang ke babak semifinal dengan efektif dan efisien, hanya dengan agregat 2-1 saja.

Tinggal tiga pertandingan lagi sampai akhirnya tujuan utama bisa tercapai. Memberikan akhir manis bagi Jupp Heynckes dengan mengulangi treble pada tahun 2013 lalu. Lawan yang akan dihadapi oleh FC Bayern jelas bukan lawan sembarangan. FC Bayern memang tim matang dan kaya pengalaman, tetapi Real Madrid adalah tim yang sudah makan lebih banyak pengalaman lagi di ajang Liga Champions. Kualitas mereka sudah teruji termasuk ketika di babak sebelumnya saat mereka berjumpa dengan Juventus.