Cerita Tribe Ultah

Carles Puyol dan Karismanya yang Terlalu Sulit Dilupakan Barcelona

Seperti Paolo Maldini di AC Milan dan Francesco Totti di AS Roma, Carles Puyol adalah bagian tak terpisahkan dari nama besar klub Barcelona. Karismanya sebagai kapten sekaligus pejuang di lapangan sampai sekarang belum tergantikan oleh siapa pun.

Di usianya yang menginjak 40 tahun tepat pada 13 April 2018 ini, pria bernama lengkap Carles Puyol Savorkada tersebut sedang menikmati berkeliling dunia. Ia disibukkan dengan berbagai agenda memenuhi berbagai undangan acara sepak bola di berbagai negara di dunia.

Meski demikian, pria berambut ikal ini tak pernah melupakan kewajibannya sebagai legenda klub. Sehari sebelum laga Barcelona melawan AS Roma di Liga Champions, ia memberi sambutan hangat kepada Totti. Kedua legenda sepak bola dunia itu bermain tenis dengan suasana sangat bersahabat menjelang duel panas tersebut.

Puyol memang akan terus dikenang sebagai pemimpin karismatik Barcelona. ​​Bersama Barcelona, ia memenangkan tiga trofi Liga Champions dan enam gelar La Liga. Meski demikian, pria dengan postur 178 sentimeter ini tak gila hormat. Terbukti dengan gesturnya yang memberikan ban kapten kepada Eric Abidal seusai laga final Liga Champions 2010/2011, demi memberi rekannya yang baru sembuh dari kanker itu kehormatan untuk mengangkat trofi.

Memulai karier di skuat utama Blaugrana sebagai bek kanan, Puyol kemudian berkembang menjadi salah satu bek tengah terbaik di dunia. Meski karakternya di lapangan meledak-ledak, kekasih Vanessa Lorenzo ini nyaris tak pernah terlibat perkelahian. Mungkin satu-satunya adu jotos yang dialaminya hanya ketika ia menjadi korban dorongan Sergio Ramos di salah satu laga El Clasico. Namun, Puyol sendiri yang menengahi rekan-rekannya agar tak terlibat bentrok fisik lebih jauh.

Pria yang identik dengan nomor punggung 5 ini memang sepertinya mengutamakan kedewasaan karakter di atas segalanya. Ia tak segan-segan menegur langsung rekan-rekannya jika dianggap berperilaku tak terpuji, meskipun kepada pendukung tim lawan. Ini terlihat ketika ia menghentikan perayaan gol berlebihan yang dilakukan Dani Alves dan Thiago Alcantara di depan para pendukung Rayo Vallecano, pada tahun 2012 lalu.

“Saya sadar bahwa saya tak memuliki kelebihan fisik maupun talenta hebat, sehingga kesuksesan saya bergantung pada perilaku yang baik,” kata Puyol dalam sebuah wawancara di India beberapa waktu lalu. “Dengan ketekunan, kekuatan mental, dan dedikasi total, saya tak mudah kehilangan fokus sehingga kerja keras saya terbayar.”

Seperti warga Catalonia pada umumnya, Puyol juga mendukung kemerdekaan wilayah kelahirannya itu. Meski demikian, idealisme politiknya tak menghalangi dedikasinya bagi tim nasional Spanyol. Gol tunggalnya lewat sundulan kepala ke gawang Jerman di semifinal Piala Dunia 2010 adalah buktinya. Tanpa gol tersebut, Spanyol mungkin tak akan ke final dan meraih gelar juara dunia untuk pertama kali.

Ketika ditanya gelar juara yang mana paling berkesan sepanjang kariernya, Puyol menjawab, “Saya tak bisa melupakan kemenangan kami (Barcelona) di final Liga Champions pada tahun 2006. Itu adalah gelar internasional pertama saya dan itu adalah satu-satunya penampilan yang disaksikan ayah saya sebelum beliau meninggal.”

Tak sedikit pendukung Barcelona yang merindukan sosok Puyol di lapangan. Karisma pemain yang pensiun pada tahun 2014 ini memang belum tergantikan hingga saat ini. Tak heran, banyak yang berharap ia akan bergabung kembali dengan tim kepelatihan Blaugrana.

Namun, ketika disinggung hal tersebut, Puyol tak mau memastikan. Ia lebih memilih berkeliling dunia dan bertemu dengan berbagai karakter hebat lainnya di negeri yang berbeda-beda. Selain itu, ia sedang disibukkan oleh bisnisnya bersama mantan rekan setimnya, Ivan de la Pena. Mereka sedang merintis perusahaan manajemen atlet, di mana mereka bertindak sebagai agen sekaligus mentor bagi para pesepak bola muda.

Semoga sukses, Puyi! Per molts anys!