Cerita

(Bukan) Bali United

Waktu berlalu sangat cepat bagi Bali United. Dari klub yang sangat produktif musim lalu, sekarang menjadi kesebelasan yang rapuh di lini belakang, dan mandul di lini depan. Dari yang dinobatkan sebagai juara tanpa mahkota musim lalu, kini tertatih di Go-Jek Liga 1 dan tersingkir dari Piala AFC. Kita seperti bukan melihat Bali United.

Kekalahan 3-2 di kandang Yangon United kemarin bisa jadi adalah hasil paling memalukan Bali United musim ini. Memang tidak kalah telak, tapi unggul dua gol lebih dulu kemudian dibalikkan skornya oleh tuan rumah, adalah sesuatu yang sangat tidak Bali United. Apalagi, berujung dengan tersingkirnya klub berjuluk Serdadu Tridatu ini dari Piala AFC.

Baca juga: Buruknya Lini Pertahanan Bali United yang Memupus Harapan Mereka

Coba sejenak kita putar kembali ingatan ke musim lalu. Ketika Bali United mencetak satu gol, gol-gol lainnya akan datang. Seakan terpicu secara otomatis, seperti bom berantai yang meledakkan gedung. Boom! Meruntuhkan lini pertahanan sekuat apapun, seketika, tanpa kenal ampun!

Barito Putera dengan Adhitya Harlan-nya yang cekatan itu, dicukur 5-0. Madura United, yang memiliki menara kembar dalam diri Fabiano Beltrame dan Fachruddin Aryanto, dibabat 5-2. Mitra Kukar dan Arema FC, semua digilas dengan skor 6-1. Bahkan PSM Makassar sampai menelan kekalahan pertama di kandangnya, akibat takluk 0-1 dari Bali United.

Saat itu, tidak hanya Bali United dan Semeton Dewata yang bergembira. Penonton netral pun ikut menikmatinya dan lawan-lawan mereka turut memujinya. Tak ayal, Bali United pun lebih dijagokan lolos ke fase gugur Piala AFC 2018, ketimbang Persija Jakarta yang mendapat tiket kompetisi Asia karena kegagalan Bhayangkara FC, Persipura, dan PSM mendapat lisensi AFC.

Tapi mengapa sekarang Bali United sangat jauh berbeda dari musim lalu?

Alih fungsi Ilija Spasojević

Perbedaan yang paling mencolok dari Bali United 2017 dan 2018 adalah produktivitas gol. Kemungkinan, permasalahan ini muncul karena adanya alih fungsi Ilija Spasojević di lini depan. Peran yang dia emban berbeda dengan apa yang ditugaskan pada Sylvano Comvalius musim lalu.

Spaso merupakan penyerang tajam, tapi di Bali United ia bermain lebih ke dalam. Menjadi pemantul, atau pengirim umpan terobosan untuk dilahap gelandang yang merangsek masuk ke kotak penalti. Dalam beberapa kesempatan, peran itu memang membuahkan hasil, seperti gol I Nyoman Sukarja kemarin sore, atau di peluang emas Stefano Lilipaly yang menerpa tiang gawang saat melawan PSIS Semarang.

Namun dengan bermain lebih ke dalam itu pula membuat suplai bola matang ke Spaso berkurang. Saat ini ia lebih sering mendapat bola untuk diteruskan ke pemain lain, ketimbang mendapat bola yang siap santap untuk menjadi gol. Itulah sebabnya, yang dialami Spaso adalah alih fungsi, bukan malfungsi.

Mungkin juga ini dilakukan Widodo Cahyono Putro karena melihat insting gol Lilipaly yang semakin membaik. 5 gol di Piala Presiden 2018 contohnya. Plus dengan Spaso yang memang jago menjadi pemantul dan bisa membuka ruang bagi rekannya, sangat wajar apabila yang lebih sering kita lihat sekarang adalah Spaso memberi umpan terobosan ke Lilipaly, bukan sebaliknya.

Hilangnya Agus Nova

Perbedaan mencolok lainnya dari Bali United musim lalu dan musim ini adalah pertahanan. Musim lalu, duet bek tengah diisi Agus Nova dan Ahn Byung-keon, lalu musim ini dihuni Demerson Bruno dan Ahn. Di atas kertas, seharusnya memasang dua bek asing lebih baik dari campuran asing-lokal. Namun kenyataannya, justru ada penurunan kualitas.

Baik Demerson atau Ahn melakukan kesalahan individu secara bergantian. Di laga kontra Yangon United kemarin misalnya, kegagalan Ahn membuat perangkap offside berbuah gol Lwin Maung Maung di akhir babak pertama, dan kalahnya Demerson berduel dengan Emmanuel Ikechukwu berujung gol kedua tuan rumah di menit ke-58.

Di laga-laga berikutnya, ada baiknya coach Widodo mengistirahatkan salah satu bek asingnya untuk memberi tempat pada Agus Nova. Bek berusia 25 tahun itu musim lalu adalah benteng kokoh di lini belakang, yang turut membantu Bali United menjadi kesebelasan dengan jumlah kebobolan terminim keempat di Liga 1 dengan 38 gol, di bawah Persija (24 gol), Persib (36 gol), dan Persipura (37 gol).

Mungkin ada kejenuhan yang dialami salah satu dari Demerson dan Ahn, atau mungkin juga keduanya, sehingga memainkan Agus Nova bisa menjadi penyegaran bagi lini belakang Bali United. Toh, dia sama sekali tidak cedera dan fit 100%. Seharusnya sudah siap secara fisik maupun psikis untuk diturunkan sejak menit pertama.

2018 seharusnya adalah tahun bagi Bali United untuk mulai menancapkan kukunya di pentas Asia. Berbekal predikat The Real Champions musim lalu, didukung dengan basis suporter yang besar, stadion yang semakin baik, dan media pemasaran yang sangat inovatif, seharusnya ini adalah saat terbaik bagi Bali United untuk mengharumkan nama Indonesia, dan Pulau Dewata khususnya.

Namun ternyata Bali United belum bisa menggapai ekspektasi itu saat ini. Sekarang mereka harus memulai lagi dari liga domestik, untuk bertarung memperebutkan zona kompetisi Asia. 31 pertandingan berikutnya di Go-Jek Liga 1 2018 akan sangat menentukan, apakah jatidiri Bali United yang dulu masih dapat kembali, atau justru hanya tinggal kenangan, yang menjadi dongeng nostalgia di masa depan.