
Semua jelas bersorak-sorai ketika Zlatan Ibrahimovic berhasil mencetak gol kemenangan Los Angeles Galaxy di partai perdana Major League Soccer (MLS) musim ini ke gawang rival sekota, Los Angeles FC (LAFC). Apalagi sang singa membuat kesan pertama yang luar biasa, selain gol kemenangan, lesakan lain dari Zlatan dibuat dengan cara spektakuler: ebuah tendangan voli dari jarak 30 meter. Di antara gegap gempita tersebut, sebenarnya ada kisah sedih yang tertutupi.
Banyak orang menganggap bahwa kedatangan Zlatan akan menggeser posisi Giovani dos Santos yang merupakan designated player, sekaligus ujung tombak utama LA Galaxy dalam tiga musim terakhir. Tetapi kenyataanya, kedatangan Zlatan memberikan dampak terselimuti kabut gemerlap penyerang legendaris asal Swedia tersebut ke California. Seorang putra daerah bernama Gyasi Zardes mesti hengkang karena kedatangan Zlatan.
Meskipun Zlatan baru datang ke LA Galaxy pada akhir bulan Maret, namun Gyasi meski angkat kaki pada bulan Januari lalu sebagai bagian dari trade, yang merupakan salah satu bentuk perpindahan pemain di MLS. Seperti yang diketahui bahwa rumor kedatangan Zlatan sebenarnya sudah terendus sejak awal tahun 2018 ini. Dengan kata lain, Gyasi mesti pergi agar skuat asuhan Sigi Schmid memiliki tempat untuk satu penyerang lain.
Boleh jadi karena sistem sepak bola modern yang mengedepankan azas kompetitif, di mana pemain bisa bertahan karena memang kualitasnya bagus. Tetapi kepergian dari Gyasi sebenarnya adalah salah satu bahaya laten yang terjadi di sepak bola Amerika Serikat. Sebuah fenomena yang sudah banyak terjadi di sepak bola Eropa, bagaimana bakat lokal kemudian mesti tersisih karena kedatangan para pemain asing yang lebih matang.
Bagi yang memainkan gim FIFA 18 dan memainkan story mode Alex Hunter yang sempat berkarier di LA Galaxy, Anda tentu tidak asing dengan Gyasi. Ia muncul dalam petualangan karier Alex Hunter ketika ia mesti bermain di Amerika Serikat, meskipun kemudian setelahnya Hunter kembali ke Eropa.
Masuknya Gyasi dalam gim FIFA 18 sebenarnya menunjukan bagaimana sosok pemain yang kini berusia 26 tahun ini. Ia adalah putra daerah sekaligus kesayangan dari publik Los Angeles. Ia merupakan produk dari pembinaan usia muda LA Galaxy. Gyasi juga merupakan produk dari US Development Soccer yang merupakan pembinaan usia muda untuk anak-anak Amerika Serikat, di mana cetak birunya berasal dari mantan asisten manajer Manchester United, Carlos Queiroz.
Sejak di akademi Galaxy, kemudian berlanjut ketika ia berhasil meraih Hermann Trophy yang merupakan penghargaan bagi pencetak gol terbanyak di kompetisi tingkat universitas, oenampilan Gyasi di tim utama Galaxy begitu ditunggu. Maka ketika Gyasi membuat debut pada 27 April 2013, publik Stuhub Center, kandang Galaxy, begitu kegirangan. Mereka akhirnya bisa melihat seorang pahlawan lokal bermain untuk klub kebanggaan publik California.
Sebenarnya penampilan Gyasi untuk Galaxy tidak juga buruk. Dari total 131 penampilan selama lima musim, Gyasi berhasil mengemas 34 gol. Mesti dicatat bahwa Gyasi sebagai penyerang lokal Amerika Serikat yang bermain di tim seperti LA Galaxy, mesti bersaing dengan para penyerang asing dengan pengalaman bermain di Eropa, mulai dari Juan Pablo Angel, Robbie Keane, hingga Giovani dos Santos.
Tetapi cinta seorang putra daerah tidak akan pernah luntur untuk tim kebanggaan wilayahnya. Alih-alih menyeberang ke tim baru LAFC yang tentu menawarkan gemerlap dan juga ambisi, Gyasi lebih memilih menepi, dan memperkuat tim MLS lain, Colombus Crew. Kepergian Gyasi yang merupakan putra daerah California, adalah sisi gelap dibalik gemerlapnya kedatangan Zlatan Ibrahimovic ke tim tersukses MLS tersebut.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia