Kisah kakak-adik yang sama-sama berkarier di sepak bola seringnya memilukan, tentang agaimana karier seorang pemain tidak secemerlang saudaranya. Bahkan boleh jadi seorang adik tersohor sebagai pesepak bola karena nama kakaknya, atau sebaliknya. Kasus serupa juga terjadi kepada Taulant Xhaka.
Kita semua tentu mengenal bagaimana Phil Neville, Simone Inzaghi, Felix Kroos, atau Rodney Sneijder, yang kariernya tidak secemerlang kakak-kakak mereka. Phil Neville jelas merupakan yang paling parah. Ia mesti menjadi penonton terdepan terkait kesuksesan yang diraih kakaknya, Gary. Tetapi kasus yang berbeda dialami oleh Taulant Xhaka.
Meskipun kondisinya mirip, kasus Taulant Xhaka berbeda dengan yang terjadi kepada Charlton bersaudara, di mana sang adik, Bobby, jauh lebih sukses ketimbang kakaknya. Tetapi kemudian situasi tersebut membuat mereka berseteru bahkan hingga keduanya saat ini sudah berusia senja.
Hubungan antara Taulant dengan sang adik, Granit, lebih mirip dengan apa yang terjadi antara Boateng bersaudara. Keduanya saling mendukung karier masing-masing dan sang kakak pun menjadi pendorong besar atas kesuksesan adik-adiknya. Hal ini serupa dengan fenomena yang terjadi di komik olahraga asal Jepang, Eyeshield 21.
Bagi yang mengikuti komik tentang olahraga American Football ini tentu tidak asing dengan Kongo bersaudara. Ya, Unsui dan Agon. Bagaimana diceritakan bahwa sang kakak hanyalah pemain yang biasa saja, sementara sang adik, Agon, adalah atlet yang luar biasa. Lalu diceritakan bahwa Unsui bersedia untuk menjadi penopang agar Agon meraih kesuksesan.
Hal ini pun terjadi kepada Xhaka bersaudara. Taulant begitu mendukung kesuksesan karier sang adik. Bagaimana ia tetap memilih bertahan di FC Basel, klub pertama keduanya, sementara sang adik kariernya terus meningkat, bahkan kini bermain di Liga Primer Inggris bersama Arsenal. Dalam beberapa kesempatan, Taulant secara terbuka menyebut bahwa adiknya merupakan pemain yang hebat. Sama seperti yang sempat diucapkan Unsui kepada Agon, bagaimana adiknya itu ditakdirkan untuk menjadi atlet yang sukses.
Kesamaan lain antara Kongo bersaudara dan Xhaka bersaudara adalah lingkungan keras tempat mereka tumbuh besar. Apabila Kongo bersaudara hidup di lingkungan kuil, Xhaka bersaudara menghabiskan masa kecil mereka di daerah para imigran. Apalagi mesti diketahui bahwa ayah mereka, Ragip Xhaka, sempat menjadi tahanan politik karena terlibat dalam demonstrasi menentang pemerintahan Yugoslavia, ketika negara tersebut masih ada.
Karena lingkungan keras tersebut, boleh jadi yang membuat Taulant berpikir untuk lebih baik mengalah, dan menjadi penopang sekaligus pendorong semangat utama bagi sang adik. Taulant menjadi orang pertama yang memberikan dukungan ketika Granit mengalami masa-masa sulit di awal-awal kariernya bersama Arsenal. Sembari lagi-lagi mengucapkan keyakinan bahwa sang adik akan sukses di kemudian hari.
Sama seperti Unsui yang merupakan quarterback yang cerdas, Taulant juga punya kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki oleh sang adik, Granit. Ketenangan dalam bermain menjadi kelebihan tersendiri dari seorang Taulant Xhaka. Meskipun pada dasarnya, bagi Ragip dan Eli Xhaka, kedua putranya ini merupakan pesepak bola yang sama hebatnya.
Selamat ulang tahun, Taulant Xhaka!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia