Cerita

Tribe Profil: Menyambut Kembalinya Sepak Bola Rap-Rap PSMS Medan di Kasta Tertinggi

Menjadi finalis di edisi terakhir kompetisi Liga Indonesia sebelum beralih ke format Liga Super adalah prestasi tertinggi PSMS Medan di milenium baru. Saat itu merupakan masa-masa terbaik dari tim Ayam Kinantan, hingga akhirnya secara tragis mereka mesti turun ke Divisi Utama tepat di musim perdana Liga Super Indonesia pada tahun 2008.

Setelahnya, PSMS mengalami masa-masa berat. Dualisme hingga kesulitan finansial sempat membuat banyak pihak beranggapan bahwa tim legendaris pemilik enam gelar juara Perserikatan ini akan membutuhkan waktu lama untuk kembali ke level sepak bola tertinggi. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa PSMS bisa saja bernasib seperti Persis Solo, yang hampir setiap musim selalu kesulitan untuk kembali ke level teratas.

Kesuksesan meraih Piala Kemerdekaan pada tahun 2015 lalu menjadi awal kebangkitan Ayam Kinantan. Setelahnya, mereka menapaki jalan untuk kembali ke kompetisi level tertinggi. Akhirnya pada Liga 2 musim lalu, meski dikalahkan Persebaya Surabaya di partai final, PSMS tetap berhak melaju ke kompetisi level tertinggi saat ini, Liga 1.

 

Pembuktian Djadjang Nurdjaman

Kembalinya PSMS Medan ke kompetisi level tertinggi jelas tidak terlepas dari peran besar sang pelatih, Djadjang Nurdjaman. Penunjukan pelatih berusia 53 tahun ini sempat menjadi kontroversi, karena pelatih yang akrab disapa Djanur ini datang di ketika kompetisi berjalan, dan pekerjaan pelatih sebelumnya, Mahruzar Nasution, juga tidak juga buruk. Sebagian besar suporter tim bahkan sempat menganggap penunjukan Djanur berpotensi blunder yang bisa mengancam peluang lolosnya PSMS ke Liga 1.

Boleh jadi karena kesamaan nasib, bagaimana PSMS dan Djanur terempas dari tempat mereka seharusnya. Masih segar dalam ingatan bagaimana Djanur terlempar dari kursi kepelatihan Persib Bandung setelah ia gagal membawa tim untuk tampil baik di permulaan Liga 1 musim lalu. Beberapa insiden yang melibatkan dirinya dengan suporter pun semakin menyulitkan posisinya saat itu.

Tak perlu lama setelah tak lagi dipekerjakan oleh Maung Bandung, tim asal daerah sang istri, PSMS Medan, menjadi pelabuhan selanjutnya bagi Djanur. Pengalaman menangani Pelita Jaya dan Persib sangat membantu pekerjaan Djanur saat ini. Ia sudah sukses membawa PSMS kembali ke kompetisi level tertinggi. Kini, ia mesti membuktikan diri sebagai salah satu pelatih papan atas sepak bola nasional.

Di ajang Piala Presiden lalu, sebenarnya sudah menjadi  sedikit gambaran dari daya ledak PSMS di bawah arahan Djanur. Bagaimana mereka berhasil melaju hingga babak semifinal, dan mengakhiri turnamen sebagai peringkat keempat. Menjadi semakin manis karena Djanur juga sempat mengalahkan Persib ketika kedua tim bertemu di fase grup. Hebatnya lagi, seperti yang diketahui pertandingan tersebut digelar di kandang kebanggaan Maung Bandung, Stadion Gelora Bandung Lautan Api.

Kombinasi tua dan muda

Apabila pekerjaan terbaik seorang Stefano “Teco” Cugurra di Persija Jakarta adalah menghidupkan kembali Maman Abdurrahman, yang dilakukan Djanur di PSMS juga tidak kalah hebatnya. Ia berhasil mengembalikan penampilan terbaik bek tengah yang rentan cedera, Muhammad Roby. Bek asal Jakarta tersebut seakan mendapatkan kehidupan kedua di bawah asuhan Djanur.

Roby adalah sekian dari pemain senior yang mendapatkan kesempatan lain dalam kariernya selain bek asing Reinaldo Lobo, dan bek kiri, Jajang Sukmara. Mereka bergabung dengan nama-nama pemain muda yang juga kariernya boleh dibilang terselamatkan karena diminta Djanur memperkuat PSMS. Mulai dari Abdul Aziz, Erwin Ramdani, dan Antoni Putro Nugroho.

Kombinasi para pemain senior dan para pemain muda ini menjadi senjata bagi PSMS untuk mengarungi kompetisi kali ini. Para pemain muda jelas memiliki energi dan daya ledak, sesuai dengan permainan rap-rap yang menjadi khas dari PSMS Medan sejak lama. Sementara para pemain senior dengan pengalamannya akan membimbing para pemain muda agar bisa bersinar. Kombinasi ideal yang bisa membuat Ayam Kinantan berkokok nyaring di kompetisi mendatang.

 

 

Player to watch: Frets Butuan

Menghadapi Liga 1 2018, PSMS mendapatkan banyak tenaga baru terutama di sektor serangan, mulai dari nama-nama segar seperti Antoni Putro Nugroho dan Erwin Ramdani. Belum lagi dua nama asing, Sadney Urikhob dan Wilfried Yessoh. Tetapi justru pemain yang paling menarik dari skuat PSMS adalah pemain sayap yang sudah memperkuat tim sejak musim lalu, Frets Butuan.

Daya ledak pemuda asal Ternate berusia 21 tahun ini sudah terlihat di ajang Piala Presiden lalu. Bagaimana ia berhasil mencetak dua gol sepanjang turnamen, dan permainannya bahkan sampai membuat pelatih timnas Indonesia, Luis Milla, begitu terkesan. Meskipun belum juga mendapatkan panggilan ke tim nasional, bukan tidak mungkin, seandainya tampil moncer dan berhasil membawa klubnya ke posisi yang bagus, panggilan untuk memperkuat skuat Garuda bagi Frets Butuan rasanya hanya tinggal menunggu waktu.

Prediksi: Bertahan di Liga 1

Persoalan stadion yang akan menjadi markas Legimin Raharjo dan kawan-kawan beraksi di kompetisi mendatang memang masih bermasalah. Meskipun akhirnya mendapatkan lampu hijau dari operator kompetisi, bukan tidak mungkin PSMS mesti hengkang dari markas mereka, Stadion Teladan, seandainya ada masalah yang mengemuka ke depannya. Hal ini bisa jadi yang akan memecah konsentrasi skuat asuhan Djadjang Nurdjaman selama berlaga di Liga 1.

PSMS melakukan persiapan yang cukup baik. Rekrutmen pemain juga sesuai dengan kebutuhan. Masih sulit untuk memprediksi dengan tepat di mana posisi PSMS di klasemen akhir Liga 1 nanti. Tetapi dengan situasi yang sudah jauh lebih baik ketimbang musim-musim sebelumnya, kami memprediksikan Ayam Kinantan akan tetap bertahan di Liga 1 hingga musim selanjutnya. Mereka sepertinya punya keinginan kuat untuk tetap bertahan di kompetisi level tertinggi, dan tidak sekadar asal lewat saja.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia