Cerita

Kenapa AC Milan Pilih Pepe Reina?

Memang belum diresmikan, tapi kabar Pepe Reina yang selangkah lagi bergabung ke AC Milan dan dalam waktu dekat akan menjalani tes medis, langsung melahirkan tanda tanya besar. Mungkin Gianluigi Donnarumma akan hengkang, tapi mengapa Milan memilih Pepe Reina sebagai penggantinya?

Donnarumma, kiper raksasa yang baru berumur 19 tahun itu, memang sudah menjadi komoditi panas bursa transfer sejak awal musim ini. Sempat dikabarkan akan hengkang karena Milan keberatan dengan permintaan kenaikan gajinya, kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan dengan mencantumkan klausul penebusan nilai transfer: 100 juta euro jika Milan lolos ke Liga Champions, 50 juta euro jika Milan gagal.

Masalahnya, Milan kini masih jauh dari zona Liga Champions. Selisih 6 poin dengan Lazio di batas akhir zona Liga Champions, dan masih menyisakan tiga grande partita melawan Internazionale Milano, Juventus, dan Napoli, membuat peluang Milan untuk masuk ke empat besar masih terhitung berat, walau mereka sedang menikmati tren positif.

Maka, langkah antisipasi harus dilakukan secara dini. 50 juta euro bukan nilai yang tinggi saat ini, bahkan untuk kiper belia sekalipun. Jadi jika Donnarumma hengkang, Milan sudah mengantongi penggantinya.

Mengapa Reina?

Dari sekian banyak kiper berkualitas di dunia ini dan dana besar yang didapat jika Donnarumma hengkang, Milan seharusnya bisa berburu kiper yang sekaligus bisa digunakan untuk proyek jangka panjang. Tapi mengapa yang dipilih Reina? Yang sudah berumur 35 tahun itu?

Ada tiga alasan yang mungkin mendasari Milan mendaratkan kiper inti Napoli tersebut.

Pertama, Milan sudah biasa memakai kiper di usia matang. Mulai dari Dida yang kembali dari masa peminjaman pada usia 28 tahun, Zeljko Kalac yang datang di usia 32 tahun, Christian Abbiati yang kembali dipercaya sebagai kiper inti saat berumur 32 tahun, dan Diego Lopez yang diboyong juga pada usia 32 tahun.

Bahkan jika dirunut ke belakang, sebelum Donnarumma mentas di tim senior, Milan selalu memakai kiper veteran berusia di atas 30 tahun sejak 2004/2005. Sebelum Donnarumma, kiper termuda yang pernah mengawal gawang Milan dalam 20 tahun terakhir adalah Christian Abbiati di usia 20 tahun pada musim 1998/1999. Ia saat itu menggantikan Sebastiano Rossi yang mulai menua.

Kedua, dalam sejarahnya Milan jarang memprioritaskan pemain berlabel timnas untuk posisi kiper. Dari 20 tahun terakhir hanya Dida yang sempat menembus tim inti Brasil, tapi itupun tidak lama karena kemudian tergusur oleh Júlio César. Sisanya, yaitu Abbiati dan Diego Lopez, tak sampai lima kali mengecap caps di timnas. Kemudian Kalac, memang sudah lebih dari 50 kali tampil untuk negaranya, tapi level Austalia tentu berbeda dengan Eropa, bukan?

Pun jika menyinggung nama-nama kiper legendaris Milan seperti Sebastiano Rossi dan Giovanni Galli, keduanya bukan kiper andalan timnas. Rossi yang menjadi kiper inti Milan selama 1991/1992 sampai 1996/1997, tak pernah sekalipun bermain di timnas karena kalah saing dengan Gianluca Pagliuca. Begitu pula dengan Galli, ia hanya 19 kali bermain di timnas Italia, menjadi cadangan Dino Zoff saat juara Piala Dunia 1982, dan baru dipercaya sepenuhnya di Piala Dunia 1986, tapi Gli Azzurri tersingkir di babak 16 besar.

Ketiga, mengapa Milan begitu cuek dengan pamor kiper mereka, karena dari tahun ke tahun selalu bisa membangun tim yang solid bermodalkan bek-bek tangguh. Ketika Dida yang main, beknya adalah duet Paolo Maldini dan Alessandro Nesta. Ketika Abbiati yang tampil, dia dibantu Thiago Silva dan siapapun tandemnya di lini belakang.

Kemudian ketika Rossi membawa Il Diavolo Rosso meraih treble winners di musim 1993/1994, ada Christian Panucci, Franco Baresi, Alessandro Costacurta di depannya. Perkecualian hanya terjadi saat gawang Milan dikawal Kalac dan Diego Lopez, yang membuat mereka kebobolan puluhan gol dalam semusim.

Sama halnya dengan musim ini. Milan kembali menemukan duet tangguh di jantung pertahanan mereka, dalam diri Leonardo Bonucci dan Alessio Romagnoli. Keduanya semakin padu dalam asuhan Gennaro Gattuso, dan mungkin akan mencapai puncaknya dalam 1-2 musim mendatang. Jika tidak ada satupun dari keduanya yang hengkang tentu saja.

Oleh karenanya, pemilihan Reina, yang jarang diturunkan Spanyol di turnamen akbar, sebagai calon pengganti Donnarumma bukan sebuah langkah mundur. Justru, dana penjualan Donnarumma nantinya bisa dialokasikan ke posisi lain, seperti penyerang tengah atau sayap kiri misalnya, yang musim ini masih banyak kekurangan.

Toh, itupun kalau Donnarumma hengkang. Kalau dia tetap bertahan, malah jadi lebih mantap, tho?

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.