Nama Luis Milla mungkin tak setenar rekan-rekannya ketika masih berperan sebagai seorang pemain, namun Milla merupakan salah satu jebolan akademi terkenal yang dimiliki oleh Barcelona, La Masia. Setelah bermain untuk tim B, Milla, sebagaimana alumni La Masia, dipromosikan ke tim senior dan menjalani debutnya di bawah arahan Johan Cruyff di musim 1984/1985 yang merupakan satu-satunya penampilan Milla di musim tersebut. Di laga tersebut, Milla sukses membuat sebuah gol dalam kemenangan besar Blaugrana atas Real Zaragoza.
Milla baru bermain lagi di musim 1988/1989 di laga derby menghadapi Espanyol. Pria asal Spanyol tersebut tak bertahan lama di Barca. Masalah kontrak dan perselisihannya dengan sang pelatih membuat dirinya rela menyeberang ke rival terberat Barca, Rela Madrid. Cedera sempat memengaruhi performanya di musim pertamanya berseragam Madrid, namun Milla berhasil bangkit dan mempeersembahkan beberapa gelar untuk Madrid, di antaranya dua titel La Liga dan sebuah gelar Piala Raja Spanyol
Sehabis berseragam Madrid, Milla pindah ke klub Spanyol lainnya, Valencia. Dia mengabiskan lima tahun bersama El Che sebelum akhirnya memutuskan untuk gantung sepatu.
Selanjutnya kita beralih ke karier kepelatihannya, yang tentunya membuat Indonesia tertarik mendatangkan jebolan La Masia tersebut ke Tanah Air. Milla memulai karier kepelatihannya di Getafe, menjadi asisten pelatih dari rekan sejawatnya saat masih di Madrid, Michael Laudrup. Milla hanya bertahan selama semusim karena dipanggil oleh Spanyol untuk menangani tim nasional Spanyol U-19 setelah Vicente del Bosque ditunjuk untuk melatih timnas senior.
Tahun pertamanya tidak berjalan dengan mulus. Dia gagal membawa Spanyol lolos dari babak penyisihan grup Piala Eropa tahun 2009. Namun, setahun setelahnya, Milla sukses berhasil membawa Spanyol U-19 ke babak final, meski pada akhirnya kalah dari Prancis yang menjadi tuan rumah.
Milla lalu naik pangkat untuk melatih Spanyol U-21, menggantikkan jabatan pelatih yang saat itu dipegang oleh Juan Ramon Lopez Caro. Di bawah arahannya, Spanyol U-21 dibawa menuju puncak final Piala Eropa tahun 2011. Tak mengulang nasibnya kala menangani U-19, Milla berhasil memenangkan kejuaraan tersebut setelah mengalahkan Swiss di partai puncak. Milla berhasil menang dengan pemain-pemain seperti Juan Mata, Ander Herrera, David de Gea, Thiago Alcantara, dan juga Javi Martinez.
Kariernya di timnas Spanyol U-21 berakhir dengan pemecatan setelah dirinya tidak berhasil membawa tim asuahannya lolos penyisihan grup di Olimpiade musim panas tahun 2012. Dari negara pindah ke klub, pada bulan Februari 2013, Milla ditunjuk sebagai pelatih salah satu klub yang berlaga di Uni Emirat Arab, Al Jazira.
Di tahun 2015, dia kembali ke Spanyol untu melatih sebuah klub yaang berlaga di Dvisi Kedua Spanyol, Ludo CD, lalu mundur tanpa sebab yang jelas di tahun 2016. Nasibnya menangani sebuah klub memang tidak pernah berjalan mulus. Terakhir, dia melatih Real Zaragoza namun nasibnya berakhir nahas. Dia dipecat padahal baru menangani Zaragoza selama empat bulan, menangani timnya sebanyak enam laga tanpa pernah memenangkan satu pertandingan pun.
Kedatangan Luis Milla ke Indonesia tentu memberikan harapan bagi kita semua. Sudah lama sekali kita tidak berpesta-pora dengan keberhasilan tim nasional Indonesia di pentas internasional dan pengalaman Milla serta gaya permainan Eropa khas Spanyol tentu dibutuhkan oleh para pemain Indonesia. Namun sayang, pelatih yang dikontrak selama dua tahun itu belum memberikan prestasi yang gemilang.
Sampai saat ini, Milla baru membawa Indonesia meraih medali perunggu di ajang SEA Games 2017. Dia juga gagal membawa tim nasional Indonesia U-23 lolos ke Piala Asia U-23. Meski belum memberikan raihan bergengsi, namun tidak bisa dipungkiri bahwa kedatangan Milla membawa perubahan yang cukup berarti ke dalam permainan Indonesia. Milla dianggap dapat beradaptasi dengan cepat dengan para pemain Indonesia.
Asian Games 2018 bisa jadi merupakan ajang terakhir Milla dengan timnas Indonesia. Kontraknya akan berakhir setelah kompetisi tersebut dan akan diperpanjang jika Milla bisa mencapai target yang ditentukan, yaitu minimal finis di posisi empat besar. Jika tidak, Indonesia yang memang ingin serba cepat dan praktis ini tidak akan memperpanjang kontraknya.
Sangat disayangkan memang jika Milla pergi meninggalkan Indonesia. Pria yang hari ini berusia 52 tahun tersebut tentunya butuh waktu lebih dari dua tahun untuk membawa Indonesia berprestasi. Namun apapaun keputusannya nanti, sepatutnya kita memberikan apresiasi yang tinggi kepada Milla.
Feliz cumpleaños, Luis Milla!
Author: Budy Darmawan (@budydiew)
Penyuka sepak bola