Cerita

Piala Emas Bang Yos, Ketika Pra-Musim Tetap Serius tapi Santai

Jauh sebelum Piala Presiden diselenggarakan, Piala Gubernur Kaltim digelar, atau turnamen-turnamen pra-musim lain diadakan, Piala Emas Bang Yos (PEBY) lebih dulu hadir sebagai turnamen akbar jelang musim baru di Liga Indonesia. Berisikan tim-tim besar di Tanah Air dan turut mengundang tim dari luar negeri, PEBY merupakan turnamen yang sangat bergengsi di masanya, tapi tetap menjalankan fungsinya sebagai ajang persiapan di masa pra-musim.

Pertama kali digelar pada tahun 2003, Piala Emas Bang Yos saat itu mengundang delapan klub besar Liga Indonesia sebagai pesertanya, yang dibagi ke dua grup. Grup A berisikan Persija Jakarta, Persita Tangerang, PSMS Medan, dan PSIS Semarang, kemudian Grup B beranggotakan Persebaya Surabaya, PSM Makassar, Semen Padang, dan Persik Kediri.

Di edisi pertama ini Persija keluar sebagai pemenang setelah memuncaki klasemen Grup A lalu mengalahkan pimpinan klasemen Grup B, Persebaya, di final. Skor di waktu normal imbang 0-0, dan kemenangan Macan Kemayoran ditentukan lewat adu penalti yang berakhir dengan skor 4-2.

Persija saat itu memang sedang jaya-jayanya. Dua tahun sebelumnya mereka merengkuh gelar juara Liga Indonesia, dan di Piala Emas Bang Yos edisi pertama ini mereka diperkuat oleh nama-nama beken. Ellie Aiboy, Emanuel De Porras, Gustavo Hernan Ortiz, dan Bambang Pamungkas adalah segenap bintang dari tim ibu kota.

Meski demikian, pemain-pemain dari tim lainnya juga tak bisa dipandang remeh. Roberto Kwateh misalnya, menggebrak sendirian di PSIS Semarang yang menjadi juru kunci Grup A. Lalu ada Cristian Gonzales yang saat itu masih berseragam PSM, dan Kurniawan Dwi Yulianto yang menjadi andalan Persebaya.

Edisi kedua, dua tahun kemudian

Meski meraih sukses di gelaran pertamanya, tapi turnamen yang digagas oleh Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta periode 2002-2007 yang juga Pembina Persija Jakarta saat itu, baru diadakan lagi dua tahun kemudian, tepatnya pada 2005, dan langsung melahirkan gebrakan besar: Mengundang dua tim asing, yang terus berlanjut di edisi-edisi berikutnya.

Dua tim undangan dari luar negeri itu bukan tim sembarangan. Geylang United (sekarang bernama Geylang International) adalah semifinalis Piala Singapura 2004 dan pemegang dua gelar Liga Singapura. Sementara itu, satu tim asing lainnya adalah timnas Myanmar yang memakai nama Myanmar XI, dan membawa amunisi terbaiknya, seperti kiper Aung Aung Oo dan bintang legendaris, Soe Myat Min.

Meski berisikan pemain lokal terbaik di negaranya, performa Myanmar XI justru mengecewakan di Piala Emas Bang Yos 2005. Mereka finis di peringkat ketiga Grup B di bawah PSMS Medan, Persebaya Surabaya, dan hanya unggul satu poin dari juru kunci, Persib Bandung.

Sementara itu di Grup A dua penghuninya masih sama dengan edisi sebelumnya, yakni Persija dan PSIS, sedangkan dua sisanya diisi PSM Makassar dan Geylang United yang memuncaki klasemen tanpa sekalipun kekalahan. Sama dengan Myanmar XI, Geylang saat itu juga membawa materi pemain terbaik mereka, salah satunya John Wilkinson, pemain naturalisasi di timnas Singapura.

Keberhasilan Geylang United dan PSMS Medan memuncaki klasemen membuat keduanya bertemu di partai puncak. Bertempat di Gelora Bung Karno, laga ini tampak seperti kompetisi antarklub Asia dan pertandingan diprediksi akan berlangsung ketat. Namun, skor akhir justru terlihat sebaliknya.

PSMS Medan menang telak 5-1 lewat dua gol Cristian Carrasco, sepasang gol Mahyadi Panggabean, dan satu gol Eka Miharwiyanto. Carrasco yang terkenal dengan selebrasinya memakai topeng Spiderman kemudian dinobatkan sebagai top skor dengan lima gol, sekaligus terpilih sebagai pemain terbaik.

Arena bermain PSMS Medan

Walaupun digelar di Jakarta yang merupakan kandang Persija, tapi daftar juara Piala Emas Bang Yos justru didominasi oleh PSMS Medan. Dari empat edisi turnamen, Ayam Kinantan memenangkan tiga di antaranya. Setelah pertama meraihnya pada PEBY II tahun 2005, PSMS kembali meraihnya di PEBY III di tahun yang sama, dan PEBY IV tahun 2006.

Di Piala Emas Bang Yos edisi ketiga, PSMS tampil sangat superior. Mereka memuncaki klasemen dengan hanya dua kali kebobolan dari lima kesebelasan yang dihadapi, yaitu Persik Kediri, PSIS Semarang, Persija Jakarta, Osotspa (Thailand), dan Timnas U-23 Kamboja. PSMS kemudian berhak melaju ke final dan menantang Persik yang menghuni posisi kedua.

Tuah penyerang asing dari Amerika Latin sangat dirasakan PSMS dalam dua gelaran tahun 2005 ini. Jika di final PEBY II yang menjadi bintang adalah Carrasco, kali ini giliran Alcidio Fleitas yang jadi pahlawan. Dua gol dicetaknya di final yang membawa PSMS menang 2-1, dan meraih gelar top skor dengan koleksi 7 gol.

Kejayaan PSMS di Piala Emas Bang Yos kemudian berlanjut di edisi ketiga. Kembali menganut sistem dua grup di babak penyisihan, PSMS saat itu hanya finis di peringkat kedua Grup B di bawah Persik Kediri dan di atas Manly United (Australia), tapi berhak lolos ke final setelah mengalahkan Persija di semifinal lewat gol dramatis Frank Seator di menit ke-90.

Menariknya, di final PSMS juga berjumpa sesama tim peringkat kedua. PSIS Semarang di babak penyisihan finis di antara Persija dan Bulleen Zebras FC (sekarang bernama Moreland Zebras FC), lalu di semifinal sukses membalas dendam pada Persik Kediri yang mengalahkan mereka di final Liga Indonesia. Hat-trick Julio Lopez saat itu hanya mampu dibalas dua gol Cristian Gonzales.

Julio Lopez memang menjadi sensasi tersendiri di Piala Emas Bang Yos edisi terakhir ini. Kembali ke PSIS untuk menggantikan Emanuel De Porras yang hengkang, ia langsung membayar tuntas kepercayaan Mahesa Jenar dengan gelontoran gol-golnya. Namun, nyatanya itu belum cukup untuk meruntuhkan keperkasaan PSMS Medan di turnamen ini.

PSMS menjadi kampiun untuk ketiga kalinya secara beruntun setelah di waktu normal bermain imbang 1-1, lalu menang 3-1 di babak adu penalti. Dari empat penendang PSMS hanya satu yang gagal merobek jala gawang I Komang Putera, sedangkan di PSIS ada tiga pemain yang gagal yakni Zubairoe, Indrianto Nugroho, dan Julio Lopez.

Bersejarah

Meski hanya sebatas ajang pra-musim dan hanya eksis di kala Sutiyoso menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, tapi Piala Emas Bang Yos termasuk turnamen yang bersejarah. Para pesertanya bukan tim-tim sembarangan dan tidak segan membawa materi pemain terbaik mereka, tapi tidak melupakan hakikat turnamen ini sebagai masa persiapan jelang musim baru.

Keseriusan tetap mewarnai laga-laga PEBY karena juga digunakan sebagai ajang seleksi pemain baru, tapi sportivitas tetap dijunjung tinggi dan kengototan pemain terjaga dalam batas yang wajar. Hampir tidak ada tekel-tekel keras yang bertebaran atau kontak fisik yang berlebihan. Semua tetap fokus pada satu tujuan: persiapan jelang musim baru.

Kalaupun juara, alhamdulillah. Tapi kalau kalah, ya tidak masalah.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.