Bukan rahasia lagi jika pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino, adalah penggemar gaya bermain menyerang. Deperti halnya Pep Guardiola, pria Argentina ini lebih senang jika para pemainnya mendominasi penguasaan bola. Ini tentu saja berbeda dengan gaya bermain klub-klub inggris kebanyakan yang sering melepas umpan panjang dari kotak penalti.
Kunci meroketnya nama Pochettino saat ini adalah gaya bermain Tottenham Hotspur dari kaki ke kaki yang bermula dari lini pertahanan. Ia menginginkan para pemainnya lebih banyak menekan. Ini sering berdampak pada gaya bermain Tottenham yang memainkan garis pertahanan tinggi, tapi bukan berarti pertahanan The Lilywhites menjadi gampang digempur. Begitu kehilangan bola, Harry Kane dan kawan-kawan biasanya langsung memberi tekanan kepada lawan.
Sang pelatih sukses mengubah Spurs menjadi tim pejuang. Pada musim ini saja, Harry Kane dan kawan-kawan sudah menaklukkan Real Madrid dan menahan imbang Juventus di Liga Champions Eropa.
Gaya bermain ofensif Spurs merupakan langkah maju bagi pria kelahiran 2 Maret 1972 ini. Real Madrid sering dikabarkan tertarik untuk menggunakan jasanya. Padahal ketika di Spanyol, perjuangan pria ini bersama Espanyol cukup berat. Ketika dia mengambil alih posisi pelatih kepala di Espanyol, dia adalah pelatih ke-13 dalam 11 tahun.
Setelah meninggalkan Espanyol, Pochettino menuju Inggris untuk mwujudkan visinya di Southampton. Di bawah asuhan mantan pemain tim naisonal Argentina ini, The Saints menyelesaikan musim terbaik sepanjang keikutsertaan mereka di Liga Primer Inggris, yaitu menduduki peringkat delapan klasemen akhir 2013/2014. Padahal pada saat ia tiba pertama kali di Southampton, seluruh tim sedang limbung akibat manajemen yang buruk oleh pelatih sebelumnya, Nigel Adkins.
Akhirnya pada musim panas 2014, pelatih kedua yang menjajal Inggris setelah Osvaldo Ardiles ini pun diperkenalkan sebagai pelatih baru Tottenham Hotspur. Pada musim pertamanya di London Utara, Poch hanya mampu membawa Spurs ke peringkat lima klasemen akhir. Namun, pada dua musim setelahnya, prestasi pria kelahiran Santa Fe ini fenomenal. Harry Kane dan kawan-kawan finis di posisi tiga musim 2015/2016 dan bahkan sempat kejar-kejaran gelar juara dengan Leicester City. Setahun kemudian, Spurs dibawanya ke posisi runner-up musim 2016/2017.
Poch terkenal berkepala dingin sekaligus berwatak sedikit keras. Sedikit banyak, ini terpengaruh oleh masa kecilnya di Provinsi Santa Fe, Argentina. Sebagai anak seorang buruh tani, sepak bola adalah sarana bagi Poch kecil untuk membuktikan diri dirinya mampu mengangkat derajat keluarganya.
Karirnya semasa bermain diwarnai oleh klub-klub dengan latar belakang berbeda-beda. Mulai dari klub tradisional Argentina, Newell’s Old Boys, hingga dua klub legendaris Prancis, Paris Saint-Germain dan Bordeaux. Namun, Liga Spanyol-lah yang pertama kali mempertemukannya dengan dunia kepelatihan. Setelah bergabung dengan Espanyol di tahun terakhir karier bermainnya, yaitu pada usia 36 tahun, ia langsung dipromosikan menjadi pelatih klub tersebut pada tahun 2009.
Meski belum mengantarkan satu pun klub yang diasuhnya ke tangga juara, Poch sudah diakui sebagai salah satu pelatih terbaik di dunia saat ini. Ia telah dianugerahi predikat Manager of the Month di Liga Primer Inggris sebanyak empat kali sejak tahun 2013 dan dikagumi beberapa rekan sejawatnya, termasuk Pep Guardiola. Ia juga berhasil mengembangkan beberapa bakat muda, seperti Philippe Coutinho di Espanyol, Luke Shaw, Adam Lallana (Southampton) serta Dele Alli dan Harry Winks (Tottenham Hotspur).
Entah apa jadinya Liga Primer Inggris tanpa pemainan menyerang ala Pochettino. Feliz cumpleanos, senor!
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.