Situasi antara Jose Mourinho dan Paul Pogba semakin memanas. Yang terbaru terjadi di pertandingan putara pertama babak 32 besar Liga Champions melawan Sevilla. Sebelumnya, Jose sudah menyebutkan bahwa semua pemain siap bertanding, termasuk Pogba.
Tetapi kenyataanya kemudian, pria asal Portugal tersebut lebih memilih memainkan gelandang muda, Scott McTominay, sejak awal pertandingan. Bahkan seandainya Ander Herrera tidak mengalami cedera otot, sepertinya Pogba tidak akan turun bertanding pada laga tersebut. Seakan menjadi sakit yang tak terperi, McTominay tampil brilian di pertandingan itu.
Semakin panas saja karena selepas laga, Jose menunjukan reaksi yang mengejutkan ketika ditanya soal keputusannya memainkan McTominay ketimbang Pogba. Jose memuji gelandang muda Inggris tersebut setinggi langit. Ia bahkan sampai memeluk jurnalis BT Sports, Des Kelly, yang menanyakan terkait McTominay. Jose juga sampai berujar, bahwa yang seharusnya ditanyakan di konferensi pers adalah soal McTominay, bukan soal Pogba.
Pernyataan yang dibuat Jose jelas akan semakin memantik hubungannya dengan Pogba yang semakin hari semakin tidak baik. Keputusannya untuk memainkan McTominay yang masih hijau di pertandingan penting seperti di ajang Liga Champions, sangat menunjukan bagaimana sebenarnya sosok seorang Jose Mourinho.
Pangkal masalahnya bisa jadi sangat sederhana. Jose merupakan tipe pemimpin yang boleh dibilang tidak fleksibel. Apapun titahnya, merupakan sesuatu yang absolut. Sementara Pogba, ia merupakan pemain dengan talenta luar biasa, di mana para pemain seperti ini memang lebih mirip seorang seniman. Mereka tidak senang apabila terlalu dikekang.
Permasalahan yang dialami oleh Jose dan Pogba bukan sekadar permasalahan tim saja. Lebih jauh lagi, ini juga soal kredibilitas Manchester United sebagai sebuah klub karena pangkal masalah terjadi ketika United memutuskan untuk mendatangkan keduanya di waktu yang bersamaan.
Pada musim panas yang sama, United menunjuk Jose Mourinho sebagai manajer baru mereka. Seseorang yang sangat kaku, tidak fleksibel, dan tidak pernah memberi tolerir terhadap aksi individualisme di lapangan. Di saat bersamaan, United juga mendatangkan Paul Pogba, pemain dengan kualitas luar biasa tetapi juga sangat flamboyan. Karakteristik keduanya seakan merupakan kutub yang amat sulit disatukan.
Situasinya sulit, karena klub seperti United terkadang membeli pemain bukan sekadar karena kualitas permainannya saja. Sama seperti Real Madrid atau Paris Saint-Germain (PSG) misalnya, klub jenis ini terkadang membeli pemain juga karena keuntungan yang bisa diberikan oleh pemain tersebut di luar lapangan. Bahkan dalam situasi tertentu, pihak ketiga bisa saja memiliki andil besar dalam kedatangan seorang pemain ke klub tersebut.
Ketika Pogba mendarat di Old Trafford selepas Piala Eropa 2016, United memang mendapatkan peningkatan besar di sektor gelandang terutama setelah era Sir Alex Ferguson. Meskipun demikian, yang dibutukan United bukanlah pemain dengan kemampuan teknik tinggi.
Secara kebutuhan taktikal, United masih membutuhkan pemain yang bisa berperan sebagai gelandang box to box murni. Pemain yang sangat andal ketika bermain di semua sisi lapangan yang memungkinkan, dan juga ikut membantu pertahanan.
Tetapi kemudian yang dilakukan United adalah mendaratkan pemain, bahkan dengan memecahkan rekor transfer saat itu, yang hanya sangat luar biasa aspek penyerangannya saja. Hal ini yang kemudian menjadi akar masalah yang paling mengemuka di antara Jose Mourinho dan Paul Pogba.
Lalu siapa yang salah dalam kasus ini? Lagi-lagi tergantung sudut pandang yang dipakai.
Jose merasa semua pemain mesti terlibat dalam sistem permainan yang diusungnya. Dalam beberapa kesempatan ia juga berujar bahwa dirinya tidak pandang bulu terhadap semua pemain yang diasuhnya. Ia menganggap sama semua pemainnya terlepas dari usia, gaji, dan harga transfer. Sebuah keteguhan prinsip yang tentu sangat bagus.
Sementara Pogba memang tipe pemain yang mesti diakomodir kemampuannya. Tidak kekang adalah cara terbaik untuk memaksimalkan kemampuan seorang Paul Pogba. Menyebut Pogba tidak mau ikut membantu pertahanan juga rasanya kurang tepat. Dalam beberapa pertandingan, Pogba juga berusaha untuk membantu lini pertahanan, mengejar, dan merebut bola. Tetapi pekerjaan tersebut justru membuat potensinya tidak bisa keluar dengan maksimal.
Yang pasti, perseteruan antara Jose Mourinho dan Paul Pogba ini sedikit banyak mengingatkan waktu-waktu terakhir David Beckham di Manchester United. Saat itu, Sir Alex beranggapan bahwa Beckham sudah mulai malas untuk mengejar bola dan membantu pertahanan. Sementara Beckham sendiri menganggap bahwa bertahan bukan merupakan tugasnya. Seperti yang diketahui bahwa perseteruan keduanya berakhir dengan insiden sepatu melayang di ruang ganti Old Trafford.
Pertanyaan besar kemudian muncul, apa yang akan menjadi ujung dari perseteruan antara Jose Mourinho dan Paul Pogba? Akankah mereka bisa memperbaiki hubungan mereka? Atau justru akan terjadi insiden “sepatu melayang” jilid dua?
Semakin sulit karena United tentu tidak akan melepas Pogba begitu saja, mengingat keuntungan finansial yang didapatkan terutama dari segi bisnis. Terlebih lagi, rasanya hanya ada dua klub saja yang akan bisa dan berani menebus harga seorang Paul Pogba, yaitu Real Madrid dan Paris Saint-Germain.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia