Cerita

Memuja Edinson Cavani, Predator Alami di Kotak Penalti

Pasca-akuisisi yang dilakukan oleh konsorsium asal Qatar, Oryx Qatar Sports Investments (QSi) medio 2011 yang lalu, wajah Paris Saint-Germain (PSG) berubah secara drastis. Momen itu tak ubahnya operasi face off dan membuat rupa Le Parisiens yang sebelumnya biasa-biasa saja, jadi semakin tampan.

Di bawah komando Nasser Al-Khelaifi yang ambisius dan visioner, PSG tak sekadar dirancang buat menguasai sepak bola Prancis, tapi juga bertransformasi sebagai klub top di kancah Eropa, setara dengan Barcelona, Bayern München, Manchester United, dan Real Madrid.

Salah satu metode yang ditempuh Les Parisiens demi mencapai target-target di atas adalah memboyong pemain kelas wahid. Sedari musim 2011/2012, para penggawa bintang datang silih berganti ke Camp des Loges, markas latihan PSG. Luar biasanya, mayoritas dari nama-nama itu didatangkan dengan nominal selangit. Tak terkecuali penyerang asal Uruguay, Edinson Cavani.

Direkrut dari klub papan atas Italia, Napoli, via kocek senilai 64 juta euro, lelaki yang identik dengan rambut gondrongnya tersebut langsung jadi pilar utama Le Parisiens.

Walau lini depan PSG dijubeli penggawa hebat seperti Zlatan Ibrahimovic (sekarang di Manchester United), Ezequiel Lavezzi (Hebei China Fortune) dan Neymar yang baru saja didatangkan dengan memecahkan rekor transfer dunia bulan Agustus 2017 lalu, nama Cavani tak tergeser sebagai ujung tombak andalan.

Laurent Blanc dan Unai Emery, sepasang entraineur yang membesut PSG dalam kurun lima musim pamungkas, punya kepercayaan besar terhadap Cavani. Keduanya menilai sosok yang sekarang berumur 30 tahun ini sebagai predator alami di kotak penalti yang kemampuannya sangat berguna untuk PSG.

Baca juga: Edinson Cavani, Bintang Paris Saint-Germain dengan Sinar Paling Terang

Dikenal sebagai penyerang oportunis yang rajin memanfaatkan peluang sekecil apapun, Cavani merupakan opsi terbaik yang dimiliki PSG untuk mengisi lini serang. Kepala dan kedua kakinya begitu tajam mengirim bola ke dalam jaring gawang lawan.

Salah satu hal yang acapkali membuat publik memuji Cavani adalah kebisaannya untuk mencetak gol dalam situasi apapun. Ia sangggup mencetak gol mudah via tap-in, melepaskan tendangan keras ataupun placing dari dalam kotak penalti walau dijepit para pemain lawan, sampai beradu sprint dengan bek lawan sebelum menembak dari jarak jauh.

Menariknya lagi, Cavani juga kondang sebagai figur yang ahli mengeksekusi bola-bola mati. Tak heran bila dirinya selalu dipilih para pelatih PSG untuk menjadi algojo tendangan bebas maupun sepakan penalti.

https://www.youtube.com/watch?v=k8nS1Qcd6Z8

Bagi pelatih manapun, skill lengkap yang dipunyai Cavani adalah berkah untuk tim asuhannya. Lewat racikan yang tepat, kemampuan tersebut bisa diekspolitasi sampai titik maksimal sehingga tim beroleh manfaatnya.

Hanya dalam tempo lima musim berbaju PSG, Cavani sudah membukukan 157 gol alias menempatkannya sebagai pencetak gol terbanyak Le Parisiens sepanjang sejarah. Secara resmi, dirinya mengangkangi torehan milik Zlatan yang dibuat beberapa tahun silam.

“Aku tak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Sebuah momen luar biasa yang ingin kurayakan bersama seluruh elemen di tubuh PSG. Aku merasa bahagia di sini dan bakal terus memberi yang terbaik buat klub”, terang Cavani usai mencetak golnya yang ke-157 seperti dikutip dari laman resmi PSG.

Semenjak berpetualang ke Eropa pada bulan Januari 2007 silam, Cavani memang sukses memberi impresi positif. Walau musim perdananya di Palermo berjalan tak kelewat mulus sebab ia cuma merumput sebanyak tujuh kali, tapi siapa yang bisa melupakan gol indahnya ke gawang Fiorentina saat melakoni debut dengan seragam I Rosanero?

Pelan tapi pasti, seiring proses adaptasinya yang makin sempurna, keberadaan Cavani tak tergantikan di musim-musim kompetisi berikutnya. Ia selalu jadi penyerang utama Palermo dalam menjalani kampanye mereka di Serie A.

Bersama klub yang berkandang di Stadion Renzo Barbera itu, Cavani mematri namanya sebagai penyerang muda nan berbahaya yang siap dicaplok klub papan atas.

Benar saja, usai menghabiskan tiga setengah musim di Pulau Sisilia, Cavani akhirnya pindah ke Napoli. Biaya sebesar 17 juta euro kudu disetorkan oleh I Partenopei kepada Palermo di musim panas 2010.

Tak berbeda jauh dengan performanya saat mengenakan kostum I Rosanero, Cavani pun tampil beringas di Napoli. Dirinya merupakan sumber gol utama tim yang ketika itu diasuh Walter Mazzarri.

Selama jadi pujaan publik Stadion San Paolo, Cavani selalu konsisten mencetak 30 gol lebih di setiap musimnya. Membuat torehan golnya mencapai 104 biji hanya dari 138 pertandingan. Jika dirata-ratakan, Cavani memiliki rasio mencetak gol sebanyak 0,75 buah per partai. Sungguh catatan yang fantastis!

Dengan kontrak yang baru akan selesai pada musim panas 2020 nanti, Cavani menyimpan potensi untuk terus mempertajam rekor golnya bareng PSG. Bukan tidak mungkin, koleksinya bakal menembus angka 200 buah.

Bersamaan dengan upayanya mendulang lebih banyak gol lagi, Cavani juga pasti ingin menambah gelar juaranya di PSG. Sejauh ini, ia telah menyumbang masing-masing tiga titel Ligue 1, Piala Prancis dan Trophee des Champions serta empat buah Piala Liga.

Apalagi di musim ini, Le Parisiens masih berpeluang untuk menyapu bersih empat trofi yang tersedia dari ajang Ligue 1, Piala Prancis, Piala Liga dan Liga Champions. Khusus yang terakhir, PSG tentu akan memperjuangkannya mati-matian sebab itulah mimpi terbesar mereka setelah diakuisisi QSi.

Bermodalkan Cavani yang senantiasa tajam dan skuat yang tangguh, hal itu tidaklah mustahil untuk direalisasikan sebab Cavani est magique!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional