Pandangan mata para pencinta sepak bola dunia sedang mengarah ke Paris Saint-Germain (PSG). Datangnya sang megabintang Neymar dengan angka fantastis, menjadi salah satu daya tarik klub Prancis ini. Namun, hingga pertengahan September 2017, justru Edinson Cavani-lah yang bersinar dengan gol demi golnya.
Jika Anda merupakan salah satu dari sekian puluh ribu penonton yang menjadi saksi kekalahan tim nasional Indonesia dengan skor 1-7 atas Uruguay pada tahun 2010 lalu, anggaplah diri Anda beruntung. Laga yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno tersebut pantas dikenang bukan sebagai penampilan bagus timnas kita, melainkan sebagai pertunjukan kehebatan pemain bernama Edinson Cavani.
Penyerang gondrong Uruguay ini mencetak tiga gol ke gawang Indonesia yang dikawal Markus Horison di pertandingan yang berlangsung pada 8 Oktober 2010 tersebut. Cavani seakan tak mau kalah dari rekannya di lini depan, Luis Suarez, yang juga mencetak tiga gol ke gawang Indonesia pada malam hari itu.
Kunjungan Uruguay tersebut hanya empat bulan setelah perjalanan lumayan sukses mereka di Piala Dunia 2010. Sejak sukses menembus semifinal turnamen paling bergengsi di dunia tersebut, Cavani dan Suarez masing-masing menahbiskan diri sebagai penyerang terbaik di dunia.
Pemain yang dijuluki ‘El Matador’ berkat ketenangannya mengeksekusi peluang di depan gawang lawan ini bergabung dengan Napoli setelah angkat nama di Palermo. Setelah memenangi satu gelar Coppa Italia di Napoli, Cavani menerima ajakan untuk bergabung dengan skuat bertabur bintang Paris Saint-Germain (PSG) pada musim panas 2013 dengan nilai transfer fantastis, 64 juta euro.
Setelah pendukung PSG ditinggal idola mereka, Zlatan Ibrahimovic, terbukalah jalan Cavani untuk menjadi pendulang gol utama Les Parisien. Catatan gol El Matador pun meningkat dari tahun ke tahun. Puncaknya adalah ketika ia seolah-olah mencetak gol demi gol hanya untuk bersenang-senang sepanjang musim 2016/2017. Sayang, prestasinya merebut gelar pencetak gol terbanyak Ligue 1 Prancis dengan 35 gol tidak diikuti kesuksesan PSG keluar sebagai juara. Anak-anak asuh Unai Emery dan kawan-kawan kalah bersaing dari AS Monaco.
Bahkan setelah PSG mengobrak-abrik bursa transfer musim panas 2017 dengan mendatangkan Neymar dari Barcelona dan Kylian Mbappe dari Monaco, pengaruh Cavani di tim utama PSG sama sekali tidak luntur. Sebagian besar penonton boleh saja datang karena penasaran ingin menyaksikan aksi Neymar dan Mbappe, tapi pada akhirnya, Cavani-lah bintang yang bersinar paling terang.
Sejak pertandingan pembuka Ligue 1 melawan Amiens, pemain yang lahir pada 14 Februari 1987 ini tak pernah gagal menjebol gawang lawan hingga pekan kelima. El Matador bahkan sudah membukukan tujuh gol dalam lima pertandingan di Ligue 1. Posisinya sebagai ujung tombak memang memungkinkan Cavani untuk mencetak gol lebih banyak daripada kedua rekan barunya itu.
Namun, setelah menang telak dengan skor 5-0 atas tuan rumah Celtic FC pada pertandingan pembuka penyisihan grup Liga Champions Eropa 2017, publik sepak bola dunia seolah tersadar bahwa pria inilah pemain kunci mereka untuk musim 2017/2018 ini. Setelah mencetak gol pertamanya lewat titik penalti, Cavani mencetak gol keduanya lewat proses yang cukup fantastis. Umpan lambung menyilang Layvin Kurzawa disambutnya dengan sebuah diving header dari posisi cukup sulit.
Total sembilan gol dari enam pertandingan telah disumbangkan Cavani untuk PSG di awal musim ini. Di saat Neymar dan Mbappe mungkin masih mencari-cari gaya bermain yang cocok untuk formasi Emery, El Matador sudah bermain di level tertinggi. Sang penyerang tunggal meneruskan performa fantastisnya di musim lalu.
Jika Cavani tidak diganggu cedera sepanjang musim 2017/2018 ini, ia dan seluruh skuat PSG akan menjadi kekuatan mengerikan yang perlu diwaspadai. Mungkin pemain bertinggi badan 184 sentimeter inilah yang akan mempersembahkan trofi Liga Champions kepada publik Paris.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.