Nasional Bola

Tak Akan Ada Stadion Terbaik di Indonesia

Tribun direnovasi. Dipercantik dengan tampilan baru, mulai dari jenis kursi, warnanya, dan jarak antarkursi itu sendiri. Semua demi memanjakan para penonton yang datang ke stadion, agar mereka merasa nyaman saaat menyaksikan laga, dan bangga negaranya memiliki stadion yang modern seperti klub-klub Eropa.

Dua laga uji coba yang telah dilaksanakan sejauh ini kurang lebih juga telah menggambarkan semua kondisinya. Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) dinyatakan telah siap menggelar laga Asian Games 2018, tapi justru para penontonnya dari dalam negeri yang belum siap.

Kursi, apapun bentuknya, hakikatnya adalah untuk diduduki. Bahasa Inggris bahkan menggunakan pelafalan yang hampir sama untuk kursi (seat) dan duduk (sit). Tapi yang dilakukan orang-orang ini justru mengubah fungsi kursi yang sesungguhnya, menjadi pijakan agar bisa berdiri lebih tinggi, yang lagi-lagi berujung pada kerusakan kursi stadion.

https://www.instagram.com/p/BefDqvSH-iy/

Jengkel kita melihatnya, sebal kita dibuatnya. Apalah artinya datang ke stadion yang mewah, membayar tiket masuk yang tidak murah, kalau secara mental belum siap menonton pertandingan di stadion yang kursi tribunnya berharga ratusan ribu. Lebih baik nonton tarkam aja, bro! Boleh nonton sambil berdiri di atas motor, gratis pula.

Datang ke stadion bukan berarti membayar tiket dan dapat menggunakan fasilitas sesukanya sendiri, khususnya kursi penonton. Tetap ada peraturan dan norma-norma yang harus ditaati, demi kenyamanan dan keamanan bersama. Ingat, kita bukan hanya penonton, tapi juga pengunjung, yang mungkin tidak hanya sekali berkunjung.

Suatu saat kita akan datang lagi, dan kalau kerusakan kursi stadion masih ditemukan, bukankah kita atau kawan kita yang akan merugi? Sudah bayar tiket, tapi fasilitas yang didapat tidak maksimal.

Contohlah orang-orang yang ke bioskop. Mereka datang ke studio, duduk tenang menikmati tontonan, dan pulang tanpa merusak aset studio itu. Siapa yang diuntungkan? Ya kita semua. Mengapa? Karena kursi itu bukan hanya kita yang pakai, tapi orang lain juga.

Kita semua sama-sama bergantung. Kita berharap orang lain tetap menjaga fasilitas agar kelak kita bisa nyaman menggunakannya, dan mereka juga berharap kita tidak merusaknya agar mereka bisa ikut menikmatinya.

Kalau kotor, itu bisa dimaklumi dan bisa dibersihkan. Tapi kalau rusak, memangnya si oknum perusak itu mau mengganti biayanya?

Sampai kapan?

Fenomena antara tribun stadion dan para penghuninya adalah permasalahan klasik di sepak bola Indonesia. Di satu sisi klub-klub diharapkan dapat mempercantik tribun stadion mereka, tapi di sisi lain tersimpan risiko yang mengintai jika tribun dihiasi kursi-kursi modern: kerusakan kursi stadion dan biaya perawatan yang tidak sedikit.

Direktur Pembangunan dan Pengembangan Usaha SUGBK, Mahfudin Nigara, pada Liputan 6 mengatakan bahwa harga satu single seat di SUGBK antara 500-600 ribu rupiah. Terbayangkah berapa biayanya jika ada banyak kursi yang harus diperbaiki di tiap pertandingan?

Sampai kapanpun, berharap stadion-stadion di Indonesia memiliki kursi tribun yang rapi dan modern ala stadion papan atas dunia hanyalah angan-angan semata, kalau para penonton yang menduduki kursi itu belum tahu bagaimana cara bersikap di atas kursi tribun.

Sampai kapanpun, jika renovasi tribun pada akhirnya masih berujung pada kerusakan kursi stadion atau fasilitas lainnya, tak akan ada stadion di Indonesia yang diklaim lebih unggul dari stadion lainnya. Semua stadion pasti memiliki cacat, luka koreng yang membuat tampilan mereka tidak mulus. Semua stadion pada akhirnya hanya berwajah baru di pertandingan pertama setelah renovasi.

Sampai kapanpun, takkan ada stadion terbaik di Indonesia, jika para penontonnya belum bisa menjadi suporter terbaik.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.