Musim kompetisi 1969/1970 sudah pasti takkan bisa dilupakan oleh tifosi setia kesebelasan asal Pulau Sardinia, Cagliari. Di tengah jepitan klub-klub raksasa Italia semisal AC Milan, Internazionale Milano dan Juventus, Gli Isolani malah berhasil mencuri titel Scudetto.
Enrico Albertosi, Roberto Boninsegna, Angelo Domenghini, dan tentu saja Luigi Riva, menjadi pilar utama Cagliari yang saat itu ditukangi oleh Manlio Scopigno.
Meski tak mampu mengulangi prestasi serupa di musim-musim berikutnya, kesuksesan Cagliari tersebut membuat nama mereka semakin dikenal sebagai salah satu klub yang rajin mengasah sekaligus menelurkan talenta-talenta berkualitas.
Davide Astori, Daniel Fonseca, Radja Nainggolan, dan David Suazo merupakan contoh paling hakiki. Keempat nama tersebut semakin dikenal di dunia sepak bola Italia seusai menimba ilmu bareng Gli Isolani. Bahkan legenda Chelsea, Gianfranco Zola, yang merupakan warga Sardinia tulen, juga memilih untuk membela Gli Isolani dalam rangka mengakhiri kariernya di dunia sepak bola.
Sekarang, Cagliari kembali meroketkan satu nama pesepak bola muda yang kemampuannya dianggap memiliki potensi luar biasa. Figur yang saya maksud adalah Nicolo Barella.
Barella yang kini baru berusia 20 tahun memang sosok putra daerah sebab lahir dan tumbuh besar di kota Cagliari. Talentanya sebagai pesepak bola ditempa bareng akademi Gli Isolani.
Usai lulus dari berbagai jenjang usia di tim junior Cagliari, Barella akhirnya mendapat kesempatan debut sebagai pemain profesional di akhir musim 2014/2015 silam.
Penampilan pertamanya bersama tim senior Gli Isolani muncul tatkala Gianluca Festa duduk sebagai allenatore. Bermain selama kurang lebih 22 menit saat Cagliari menjamu Parma, Barella mewarnai debutnya itu dengan kartu kuning.
Selepas momen tersebut, nama Barella sempat hilang dari peredaran sebab manajemen Cagliari memutuskan untuk mengirimnya ke Como dengan status pinjaman per musim 2015/2016.
Barulah di musim 2016/2017, Barella jadi andalan baru Gli Isolani yang dibesut oleh Massimo Rastelli. Tak tanggung-tanggung, pemain dengan tinggi badan 175 sentimeter ini diturunkan pada 30 laga dengan waktu bermain menyentuh angka 2.021 menit. Ia turut membantu Cagliari finis di peringkat kesebelas sehingga aman dari degradasi.
Walau Cagliari masih tertatih-tatih di papan bawah sampai mengorbankan Rastelli dari kursi allenatore dan disubstitusi oleh Diego Lopez, tren apik yang diperlihatkan Barella sejak musim lalu berhasil direplikasinya pada musim 2017/2018.
Kenyataan itu membuat sejumlah klub papan atas macam Internazionale Milano dan Juventus semakin tergoda untuk mengamankan jasanya. Sadar bahwa salah satu berliannya jadi incaran banyak tim, manajemen Gli Isolani bergerak cepat dengan mengadiahi Barella ekstensi kerja sampai musim 2022 mendatang.
Nicolò #Barella rinnova sino al 2️⃣0️⃣2️⃣2️⃣.
➡️ https://t.co/naAhdrdbrv#Barella2022 pic.twitter.com/Wd8FXlzesv
— Cagliari Calcio (@CagliariCalcio) January 3, 2018
Andaikata gagal mempertahankan Barella lebih lama di Stadion Sardegna Arena, paling tidak Cagliari bisa mendapat keuntungan masif ketika sang pemain dibeli oleh kesebelasan lain dalam rentang satu atau dua musim ke depan.
Berposisi natural sebagai pemain tengah, tipe permainan Barella memang agak berbeda dengan sejumlah gelandang-gelandang muda Italia lain yang namanya juga sedang naik daun seperti Federico Bernardeschi, Federico Chiesa, Bryan Cristante, Roberto Gagliardini, sampai Lorenzo Pellegrini.
Layaknya Lionel Messi yang bertubuh pendek, Barella juga memiliki low center of gravity. Hal tersebut memberinya kemudahan dan keleluasaan dalam bergerak sehingga lebih luwes ketika membawa bola.
Tak sampai di situ saja karena Barella pun memiliki inteligensia dan visi yang cukup aduhai sehingga memudahkannya untuk membaca permainan. Energi besar, kecepatan, dan keseimbangan tubuh yang prima juga menjadi nilai plus lain dalam diri Barella.
Kelebihan-kelebihan itu lantas dieksploitasi oleh para nakhoda Cagliari dengan memainkan Barella sebagai gelandang yang memiliki kewajiban untuk memutus alur serangan lawan, mengontrol ritme permainan, dan menjadi jembatan di antara lini tengah dan depan sekaligus.
Dari cuplikan di atas, kita bisa sama-sama menyaksikan bagaimana Barella memamerkan skill terbaiknya. Usai merebut bola dari kaki lawan di sektor tengah, dirinya juga langsung menginisiasi serangan Gli Isolani dengan memanfaatkan kecepatan dan dribelnya untuk membelah garis pertahanan lawan sebelum melepas asis kelas atas yang sukses dikonversi rekannya untuk mencetak gol.
Bercermin pada statistik yang dihimpun via WhoScored, akurasi umpan sukses, rataan tekel, dan dribelnya per partai juga tergolong apik. Apalagi kemampuan mencetak gol Barella juga mengalami peningkatan ketimbang musim-musim sebelumnya. Salah satu pertanda jika Barella memang punya kelas untuk menjadi seorang gelandang tengah jempolan.
Apa yang diperlihatkan Barella sejauh ini membuat publik kerap membandingkannya dengan Nainggolan. Terlebih, keduanya memiliki bangun tubuh yang nyaris sama.
Banyaknya kesempatan bermain yang ia peroleh di Cagliari adalah nilai tambah yang wajib dipergunakan sebaik-baiknya. Sebab dengan begitu, Barella dapat terus mengembangkan dirinya menjadi sesosok pesepak bola yang berkemampuan lengkap.
Lewat perkembangan itu pula, atensi klub-klub yang lebih mapan dan para penikmat sepak bola, utamanya Serie A, akan senantiasa tercurah kepadanya. Pun, banderol 50 juta euro atas namanya yang ditetapkan oleh Presiden Cagliari, Tommaso Giulini, takkan jadi isapan jempol belaka.
#ForzaCasteddu
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional