Terluka, boleh jadi, adalah perasaan yang dirasakan Djadjang Nurdjaman ketika meninggalkan kursi kepelatihan Persib Bandung musim lalu. Tekanan hebat diberikan kepadanya sejak terperosok di permulaan musim. Hingga akhirnya tepat pada bulan Juli 2017, ia mundur dari pekerjaanya, tepat setelah kekalahan tim Maung Bandung dari Mitra Kukar.
Pelatih yang akrab disapa Djanur ini wajar merasa mesti diperlakukan lebih baik, atau lebih tepatnya, diberikan waktu lebih untuk memperbaiki apa yang salah. Tetapi tim sekelas Persib memang memiliki tekanan yang berbeda ketimbang kesebelasan lain.
Di semua tahapan, diwajibkan untuk menampilkan yang terbaik. Tidak hanya para pemain, tetapi juga pelatih. Djanur tidak mampu memberikan apa yang diinginkan. Maka yang terjadi pada bulan Juli 2017 itu sebenarnya sebuah keniscayaan yang hanya tinggal menunggu waktu.
Kesempatan kedua kemudian kembali datang. Djanur mendapatkan kembali pekerjaan di tanah asal istrinya, PSMS Medan. Tujuan besarnya adalah membawa Ayam Kinantan kembali ke kompetisi level tertinggi. Sempat menimbulkan perdebatan di kalangan para penggemar PSMS, karena pekerjaan pelatih sebelumnya, Mahruzar Nasution, sebenarnya tidaklah buruk. Sebuah pandangan yang masuk akal dari para suporter tim asal Sumatera Utara ini.
Tetapi Djanur kemudian menunjukkan kelasnya sebagai salah satu pelatih papan atas Indonesia. Ia berhasil membawa PSMS melaju dari babak delapan besar, dan terus melaju hingga akhirnya meraih tiket promosi ke Liga 1. Partai final Liga 2 ketika berhadapan dengan Persebaya Surabaya rasanya tidak terlalu banyak berarti. Toh, objektif Djanur untuk membawa PSMS promosi ke kompetisi level tertinggi sudah tercapai.
Kembali ke Bandung dengan para pembawa dendam
Djanur jelas ingin membuktikan diri. Perasaan yang selalu muncul ketika berhadapan dengan mantan tim yang pernah diasuh. Ia memang berujar bahwa ia senang dengan undian fase grup Piala Presiden 2018 yang mempertemukan skuat asuhannya dengan tim-tim besar, termasuk Persib. Tetapi soal pembuktian diri ini juga menjadi hal yang penting bagi pelatih asal Majalengka, Jawa Barat ini.
Apalagi pada kesempatan kali ini ia datang dengan para pembalas dendam. Beberapa pemain yang kini memperkuat PSMS, sempat memiliki cerita dengan Persib Bandung, baik sudah bermain di level senior maupun tim usia muda. Mulai dari Suhandi, Erwin Ramdani, Abdul Aziz, dan juga tentunya mantan cult hero para penggemar Maung Bandung, Jajang Sukmara, di mana ia tentu ingin membuktikan diri bahwa Persib telah salah untuk tidak memperpanjang kontraknya.
Memang ada ambisi besar dari Djanur dan para pemain asal Bandung lain ketika PSMS berhadapan dengan Persib Bandung di pertandingan kedua grup A Piala Presiden 2018 nanti. Tetapi pada dasarnya, pertemuan antara Maung Bandung dan Ayam Kinantan memang selalu seru untuk dinantikan. Pertandingan ini adalah partai klasik yang mempertemukan tim-tim jagoan sejak era Perserikatan. Kembalinya PSMS ke kompetisi level tertinggi tentunya akan membuat rivalitas di antara kedua tim semakin semarak.
Jadi pada 21 Januari nanti, apakah Djanur akan membawa Ayam Kinantan berkokok nyaring di Bandung? Ataukah ia justru akan tersungkur karena terkaman sang Maung Bandung yang pernah lama ditanganinya?
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia