Dunia Asia

Football Tribe Awards Encore: 5 Manajer Terbaik di Asia Tahun 2017

Seperti layaknya konser musik, kali ini Football Tribe juga ingin mengadakan encore di penghargaan tahunan kami, Football Tribe Awards. Sebelumnya, kami telah membuat daftar 10 pemain terbaik Asia yang merumput di Eropa, 20 pemain Asia Tenggara terbaik, 30 pemain terbaik di Asia, dan 10 pemain Indonesia terbaik, yang semuanya di periode kalender 2017. Kami merasa bahwa kami perlu membuat tambahan untuk memberikan penghargaan kepada manajer-manajer terbaik yang saat ini berkiprah di Asia.

Berikut ini adalah daftarnya:

 

5. Branko Ivankovic

Mantan manajer Iran ini kembali ke negara tersebut di tahun 2015 untuk membangunkan raksasa yang sedang tertidur, Persepolis. Di musim penuh pertamanya, Persepolis terpaksa gagal menjadi juara liga hanya karena selisih gol, namun di musim keduanya, Ivankovic mampu menjuarai liga saat kompetisi masih menyisakan tiga minggu. Di tahun 2017 lalu, Persepolis mampu memenangi Piala Super dan masuk ke semifinal Liga Champions Asia.

Itu pencapaian Ivanovic jika hanya membicarakan tentang hasil. Kini, namanya bak pahlawan bagi supporter The Reds karena performa apiknya selama dua tahun terakhir. Di musim ini, Persepolis berhasil memuncaki klasemen dengan selisih sembilan poin dari posisi kedua, dan besar kemungkinan Ivankovic kembali sukses.

 

4. Takafumi Hori

Setelah lima setengah musim tampil mengecewakan bersama manajer Mihailo Petrovic, Urawa Reds akhirnya mampu kembali ke level yang seharusnya di tangan manajer yang sempat menjadi caretaker, Takafumi Hori. Hori berhasil menyeimbangkan antara lini depan dan lini belakangnya, sesuatu yang tak mampu dilakukan Petrovic, serta menyuntikkan kepercayaan diri kepada anak asuhnya.

Comeback dramatis melawan rival senegara, Kawasaki Frontale, serta penampilan defensif yang kokoh kala mengalahkan Shanghai SIPG dan Al Hilal, berhasil membawa Urawa menjadi juara Liga Champions Asia tahun lalu. Misi Hori berikutnya adalah membawa Urawa kembali berjaya di liga domestik, seperti yang sudah diekspektasikan kepada mereka bertahun-tahun lalu.

 

3. Yoon Jong-hwan

Hanya tiga tahun setelah kepergiannya yang mendadak dari Sagan Tosu, yang ia bawa dari J2 (divisi dua Liga Jepang) ke papan atas J1 (divisi utama Liga Jepang), Yoon kembali ke J.League di tahun 2017 lalu untuk menangani Cerezo Osaka, tim yang baru saja promosi ke J1 setelah dua tahun di J2.

Dengan status underdog ditambah sumber daya yang seadanya, Yoon berhasil membawa Cerezo mendapatkan tak hanya satu, melainkan dua trofi, yang satunya merupakan trofi mayor pertama Cerezo sepanjang sejarah. Ia mampu membawa Cerezo memenangi Piala Levain Jepang, dan Piala Raja, serta finis di posisi tiga klasemen J1.

Yoon berhasil merengkuh prestasi yang luar biasa sepanjang sejarah manajer asing di sepanjang sejarah Liga Jepang, dan timnya hanya akan berkembang lebih baik bersamanya.

 

2. Ramon Diaz

Pencapaian  Ramon Diaz di musim keduanya bersama Al Hilal sedikit terganggu karena kegagalannya di final Liga Champions Asia setelah dikalahkan Urawa Reds. Meskipun begitu, tak ada yang bisa memungkiri kesuksesannya dalam meraih double di kompetisi domestik di tahun 2017. Sebelum pria Argentina ini mengambil alih, Al Hilal kesulitan untuk menjuarai liga, dan hanya finis di peringkat dua atau tiga selama lima tahun terakhir, namun tahun lalu, berkat kepiawaian Diaz, mereka berhasil juara. Keberhasilan Diaz yang lain adalah ia mampu membawa pemain seperti Omar Khrbin, yang berhasil berperan vital dalam kesuksesan Al Hilal di tahun 2017, yang kemudian menjadikannya sebagai pemain terbaik di Asia tahun 2017 versi Football Tribe.

 

1. Carlos Queiroz

Hanya ada satu faktor mengapa Iran bisa disebut sebagai kuda hitam di Piala Dunia 2018. Faktor tersebut adalah keberadaan Carlos Queiroz. Apa yang telah ia lakukan bersama Team Melli selama empat tahun terakhir sebelum 2017 terhitung biasa saja, namun tahun lalu benar-benar tahun yang luar biasa bagi Iran.

Timnas Iran tidak pernah kalah dari 11 laga resmi yang mereka jalani sepanjang tahun 2017. Selain itu, walau kebobolan di 12 laga secara beruntun, Iran tetap mampu menjelma menjadi negara yang diperhitungkan secara kualitas permainan. Mereka mampu meraih hasil positif ketika melawan tim-tim seperti Cina, Rusia, dan bahkan Venezuela. Iran adalah salah satu negara yang mampu lolos ke Rusia paling awal, dan mantan asisten manajer Manchester United ini patut untuk mendapatkan kredit atas kesuksesan tersebut.

Honorable mentions

 

Ayman Hakeem

Manajer timnas Suriah, Ayman Hakeem, masuk ke dalam daftar honorable mentions kami yang pertama. Di tangan dingin Hakeem, timnas Suriah berhasil membuat keajaiban setelah hampir berhasil masuk ke Piala Dunia 2018, meski harus memainkan semua laga kandang mereka di luar negara mereka saat kualifikasi berlangsung.

Kisah ala Cinderella mereka hanya terhenti melalui tangan Australia dengan marjin yang tipis. Selain berhasil menyulitkan Australia, Suriah juga menjadi satu-satunya tim yang membobol gawang Iran di fase kualifikasi. Apabila ada satu orang yang berhasil membuat mukjizat bagi negara yang sedang berkecamuk dengan perang ini, Hakeem adalah orangnya.

 

Cho Jin-ho

Bulan Oktober 2017 lalu menjadi bulan berkabung bagi pecinta sepak bola Korea Selatan, setelah Cho Jin-ho, salah satu manajer sepak bola terbaik negara tersebut meninggal dunia di usia 44 tahun. Sepanjang kariernya, Cho tak pernah benar-benar menangani tim top. Ia hanya pernah menjadi nakhoda dari dua klub yang berkiprah di K League Challenge, kasta kedua Liga Korea, yaitu Daejeon Citizen dan Busan I’Park, serta Sangju Sangmu, klub yang dimiliki oleh militer Korea, yang kerap kali berada di divisi bawah Liga Korea yang menerapkan sistem pemisahan divisi berdasarkan klasemen. Namun, kepemimpinannya mampu bersinar bersama klub-klub semacam itu.

Di tahun 2014, Cho berhasil membawa Daejeon meraih 20 kemenangan dalam satu musim, menjadi yang pertama kali semenjak klub tersebut berdiri. Tak hanya itu, di tahun tersebut ia juga berhasil menjuarai K League Challenge dan membawa Daejeon promosi. Di tahun 2016, ia mampu membawa Sangju menjadi tim militer pertama yang berpartisipasi di divisi atas Liga Korea, setelah finis di posisi enam di klasemen normal. Ia juga mampu sukses bersama Busan setelah klub tersebut memenangi play-off promosi, dan masuk ke semifinal Piala FA Korea.

Selepas kepergiannya yang tiba-tiba akibat serangan jantung, Busan berhasil mengalahkan salah satu klub top Korea, Suwon Bluewings, dan masuk ke final Piala FA. Menurut manajer sementara, Lee Seung-yub, kemenangan tersebut datang karena analisis Cho tentang Suwon yang mendalam. Kehilangan pelatih muda berkualitas seperti Cho adalah musibah bagi sepak bola Korea dan Asia pada umumnya.

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket