Ada yang agak berbeda muncul dari sosok Jose Mourinho. Ketika biasanya ia mengeluarkan komentar-komentar pedas dari mulutnya, yang biasanya merupakan bagian dari permainan pikiran untuk mengintimdasi lawannya, Jose kini lebih sering mengkritisi tim-tim saingan skuat asuhannya Manchester United dengan cara yang tidak biasa. Tindakan ini, sialnya, justru membuat sedikitnya tergambar ketidakberdayaan juru taktik asal Portugal ini.
Pada pengujung tahun 2017 lalu, Jose menyebut bahwa klubnya belum banyak mengeluarkan dana transfer untuk memperkuat timnya. Ia juga membandingkan dengan tim rival sekota, Manchester City, yang sudah mengeluarkan banyak uang. Di antara semua komentar, tentu yang paling heboh adalah ketika Jose menyebut bahwa City yang kini ditangani oleh Pep Guardiola sudah membeli pemain bertahan dengan harga seorang penyerang. Jose juga menambahkan soal City akan sulit dihentikan karena kekuatan finansial mereka.
Pun ketika ia menyebut tren positif yang dibuat City dengan memuncaki klasemen sementara Liga Primer Inggris disebabkan karena tidak ada pemain penting yang mengalami cedera. Komentar-komentar Jose jelas terkesan klise. Bahkan lebih mirip seseorang yang tidak memilki penjelasan lain terkait memburuknya pekerjaan yang dilakukannya. Hal serupa sebenarnya bisa dilihat dari bagaimana Jose mengomentari keputusan Jürgen Klopp yang membeli Virgil van Dijk dari Southampton dengan harga yang hampir setara dengan Romelu Lukaku.
Sisi humanis Jose Mourinho?
Ada yang menyebut bahwa komentar miring Jose hanya dikarenakan ia kalah di derby Manchester putaran pertama pada 10 Desember lalu. Anda mungkin sepakat, bahwa komentar-komentar Jose begitu menggambarkan ketidakberdayaan dirinya menghadapi apa yang terjadi saat ini. Bukan karena kekalahan pada hari itu yang masih berbekas, tetapi pikiran Jose begitu berkabut melihat City bisa melenggang jauh meninggalkan ia dan United.
Jose masih mencoba menerima bahwa ia (kembali) kalah dalam sebuah pertaruangan memperebutkan gelar juara. Apalagi, sosok yang melakukannya adalah Pep Guardiola, seseorang yang memiliki rivalitas begitu kental dengan dirinya. Dan menerima kekalahan adalah sesuatu yang sangat sulit, bukan?
Justru, komentar-komentar yang dilontarkan oleh Jose adalah sesuatu yang sering terjadi kepada kita dalam kehidupan sehari-hari. Komentar-komentar tersebut justru merupakan sisi kemanusiaan dari Jose Mourinho yang jarang ditemui sepanjang kariernya. Jose dikenal sebagai pelatih yang desisif dan cerdik untuk menangani berbagai kesulitan. Kini, ia menunjukan ketidakberdayaannya dengan begitu polos.
Untuk memahami sensitivitas dari seorang Jose Mourinho yang menyebabkan dirinya membuat komentar yang tidak biasa, ada analogi yang sesuai. Misalnya, Anda sedang mengejar cinta dari seorang perempuan, tetapi Anda melihat bahwa saingan Anda jauh lebih superior dari Anda, dan memilki kemungkinan yang jauh lebih besar untuk mendapatkan hati dari sang pujaan. Legowo tentunya adalah salah satu cara selain terus bertarung hingga akhir. Tetapi ikhlas itu sesuatu yang sangat sulit, bukan?
Meskipun demikian, ada beberapa hal positif yang terjadi setelah kehebohan akibat komentar-komentar yang dibuat oleh seorang Jose Mourinho. Dalam beberapa kesempatan, Jose justru lebih banyak membela anak-anak asuhnya ketika seluruh dunia menghantam mereka. Masih segar dalam ingatan bagaimana Jose menyebut bahwa Jesse Lingard dan kawan-kawan sudah berjuang semaksimal mungkin. Melakukan apapun yang mereka sanggupi untuk mencoba meraih kemenangan.
Juga ketika ia membela Paul Pogba yang mendapatkan kritik dari legenda United, Paul Scholes. Cara membela Pogba harus diakui memiliki kelas tersendiri. Jose menyebut bahwa Scholes memang merupakan pemain yang hebat, tetapi rasanya tidak mesti semua pemain harus bisa sehebat Scholes. Meskipun lagi-lagi, Jose tetaplah Jose. Ia punya kepongahan yang memang luar biasa. Setelahnya, Jose “berharap” seandainya Scholes menjadi manajer ia bisa mencapai setidaknya 25 persen dari kesuksesan dirinya sebagai manajer.
Yang dilontarkan Jose Mourinho akhir-akhir ini adalah sisi humanis yang jarang sekali dilihat. Apa yang dilakukan oleh Jose adalah sesuatu yang kita manusia biasa melakukannya dalam keseharian. Ketidakberdayaan karena berhadapan dengan sesuatu yang lebih dalam segala hal. Sesuatu yang tentunya sering kita jumpai dalam diri kita. Jose adalah kita.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia