Sebelum Iker Casillas dan David de Gea, tim nasional Spanyol diperkuat satu lagi nama penjaga gawang tagguh pada dekade 1990 hingga 2000-an. Ia adalah putra Madrid yang melegenda di Valencia, Jose Santiago Canizares Ruiz, atau yang lebih dikenal dengan nama Santiago Cañizares.
Cañizares lahir di Madrid tapi ia dibesarkan di Puertollano, region Castile-La Mancha. Barulah ketika orang tuanya serius ingin Santi kecil berkarier di sepak bola, mereka akhirnya pindah kembali ke ibu kota Spanyol. Seperti juniornya, Iker Casillas, Canizares menjalani semua tahapan sepak bola junior di Real Madrid sebelum akhirnya melakukan debut profesionalnya dengan Real Madrid B pada tahun 1988.
Namun, ia dipinjamkan ke dua klub kasta bawah, Elche dan Mérida, sebelum kembali ke Real Madrid pada tahun 1992. Penampilan gemilangnya di Merida ternyata menarik minat Celta Vigo, yang mengontraknya Cañizares muda secara permanen selama dua tahun.
Di Celta Vigo ia menikmati debut kasta tertinggi La Liga pertamanya pada musim 1992/1993. Penampilan solid selama dua musim membuat Real Madrid kepincut dan akhirnya memulangkannya ke Santiago Bernabeu. Secara perlahan, Cañizares berhasil meraih kepercayaan pelatih Jupp Heynckes pada musim 1997/1998. Sayang, sebelum final Liga Champions 1997/1998, ia kehilangan posisinya kepada penjaga gawang asal Jerman, Bodo Illgner.
El Real berhasil memenangkan final Liga Champions 1998 atas Juventus, tetapi Cañizares harus puas hanya menyaksikan rekan-rekannya berjuang di final dari bangku cadangan. Sadar masa depannya bukanlah di ibu kota, Cañizares memutuskan untuk pindah ke Valencia pada tahun 1998.
Di Valencia, ia diberi beban besar, yaitu menggantikan posisi kiper legendaris Andoni Zubizarreta yang sudah pensiun. Hanya setahun dipercaya mengisi posisi penjaga gawang inti Canizares membawa Los Che menjuaarai Copa del Rey (Piala Spanyol) pada tahun 1999.
Mungkin yang paling fenomenal adalah keberhasilan Valencia mencapai final Liga Champions dua kali berturut-turut (tahun 2000 dan 2001). Sayang, kedua laga final melawan Bayern München dan Real Madrid sama-sama berakhir dengan kekecewaan.
Untungnya, Valencia memenangkan gelar juara La Liga pada tahun 2002 dan 2004. Di dua musim sukses tersebut, Canizares terpilih menjadi penjaga gawang terbaik dan berhak atas Trofi Zamora. Seolah tak cukup, Valencia meraih Piala UEFA dan Super Eropa 2004, menjadikan Cañizares salah satu penjaga gawang tersukses di Spanyol.
Pria kelahiran 18 Desember 1969 ini lalu bertahan di Valencia sebelum kedatangan Ronald Koeman pada musim 2007/2008. Konflik pribadi dengan pelatih asal Belanda itu memaksa dirinya dan dua pemain senior lain, Miguel Angel Angulo dan David Albelda, meninggalkan skuat utama Los Che. Cañizares akhirnya memutuskan untuk gantung sepatu pada akhir musim 2007/2008, pada usia 39 tahun.
Di tim nasional Spanyol, Cañizares sering kali hanya menjadi pilihan kedua. Di Piala Dunia 1994 dan 1998, ia menjadi pelapis Zubizarreta. Sedangkan untuk Piala Dunia 2006, ia menjadi pilihan kedua setelah Casillas. Uniknya, ia seharusnya menjadi pilihan utama di Piala Dunia 2002, masa-masa keemasan kariernya. Namun, ia absen di turnamen tersebut karena mengalami cedera cukup aneh. Kakinya terluka akibat terkena pecahan botol sabun cukur, yang mengakibatkan putusnya urat tendon di kakinya. Sampai sekarang, alasan kocak tersebut pasti diidentikkan dengan pemain mana pun yang mengalami cedera dengan alasan tak masuk akal.
Hingga sekarang, Valencia belum pernah lagi mengulang kesuksesan menjadi juara di kompetisi mana pun. Maka, semua pendukung mereka masih selalu melihat ke belakang untuk mengenang masa-masa jaya di saat Cañizares masih mengawal gawang Los Che.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.