Masih ingat Jhon ‘Jhonny’ van Beukering? Setelah sempat gagal melanjutkan karier sepak bolanya di Indonesia, pemain naturalisasi ini ternyata sedang merintis karier sebagai pelatih di Liga Belanda. Berbeda dengan karier bermainnya yang sering menjadi bahan tertawaan, karier Jhonny sebagai pelatih lumayan membangun respek rekan sejawatnya di Belanda.
Seperti dikutip dari Arnhem Sports, Jhonny saat ini dipercaya sebagai pelatih klub MASV, sebuah klub dari kota Arnhem. MASV pada Desember 2017 ini sedang berada di puncak klasemen Derde klasse (kasta kedelapan dalam piramida sepak bola Belanda) dan berpeluang besar keluar sebagai juara.
Pemilik klub MASV, Eef Kasteel, mengaku puas dengan kinerja Van Beukering, “Kami sangat puas. Kami tidak hanya melihat hasil pertandingan, akan tetapi kami juga menilai aspek lain, seprti terbentuknya kerja sama tim, misalnya,” ucap Kasteel seperti dikutip Der Gelderlander.
Anda masih ingat kepada Jhonny Van Beukering? Banyak yang menganggap pria ini adalah keputusan naturalisasi terburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia. Bersama Raphael Maitimo dan Tonnie Cussel, Jhonny tergabung dengan tim nasional Indonesia ketika menjalani Piala AFF pada tahun 2012.
Saat tim nasional menurunkan pemain kelahiran Gelderland ini di Piala AFF 2012, PSSI langsung dihujani caci-maki dan kritik tajam masyarakat. Postur tubuh Jhonny yang terlalu berisi, atau kasarnya terbilang gendut, sama sekali tak mencirikan dirinya seorang atlet profesional. Apalagi, kabar yang beredar menyatakan bahwa ia bermain di liga Eredivisie Belanda bersama klub raksasa Feyenoord Rotterdam.
Tim Merah-Putih kala itu, Nil Maizar, juga lebih sering menempatkan pemain binaan akademi Vitesse itu di bangku cadangan. Nil sendiri terlihat malu setiap kali pemain tersebut tak sanggup mengejar bola akibat bobotnya yang terlalu berat.
Setelah ditelusuri, Jhonny memang memperkuat Feyenoord pada musim 2010/2011, yaitu ketika klub Rotterdam tersebut mengalami salah satu musim terburuk dalam sejarah mereka dan terancam degradasi. Tak sanggup mendatangkan pemain bintang, Feyenoord memutuskan menawari Jhonny kontrak satu musim. Saat itu, sang pemain baru dilepas NEC Nijmegen dan gagal mendapatkan kontrak permanen dengan Go Ahead Eagles.
Namun, Feyenoord memutus kontraknya tak sampai tiga bulan kemudian. Penyebabnya adalah etos kerja yang buruk. Ia kerap terlihat kelebihan berat badan akiat gaya hidup yang tidak sehat, sehingga menyulitkannya berlari untuk mengejar bola. Para pendukung dan bahkan media sepak bola setempat pun memberinya julukan ‘Jhonny Burger King’ akibat tubuh gendutnya.
Setelah dinaturalisasi oleh Indonesia, pemain ini juga pernah bermain bersama dengan Pelita Jaya. Namun, lagi-lagi kontraknya berakhir setelah beberapa bulan saja. Ia lalu kembali ke Belanda dan bergabung dengan bebagai klub kecil, mulai dari Dordrecht, SC Veluwezoom, Persikhaaf, dan berakhir di MASV. Di klub terakhir ini ia kemudian diangkat sebagai pelatih.
Pria kelahiran 29 September 1983 ini seolah akrab dengan berita negatif. Pada Januari 2014, Jhonny menjadi tersangka kasus kriminal karena memiliki 600 pohon ganja yang tertanam di salah satu rumahnya di Arnhem. Setahun kemudian, otoritas tertinggi sepak bola Belanda, KNVB, menghukum Jhonny akibat terlibat keributan dengan pemain dan suporter klub Divisi C3, DVC ’26, pada laga Piala KNVB pada tanggal 2 September 2015. Ia saat itu membela klub Divisi C1, SC Veluwezoom. Dampaknya, Jhonny diskors tak boleh terlibat aktivitas sepak bola selama 12 bulan.
Dengan prestasinya sebagai pelatih bersama MASV, Jhonny menujukkan bahwa ia sedang bekerja keras membangun reputasi sebagai pelatih dan meninggalkan semua masa-masa buruknya sebagai pemain. Good luck, Jhonny!
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.