Tepat hari ini, 15 Desember, Roman Pavlyuchenko menginjak usia 36 tahun. Namun, ulang tahunnya kali ini sepertinya akan penuh kegalauan, mengingat pemain Rusia ini baru putus kontrak dari klubnya, Ararat Moskow.
Dengan karier mentereng yang meliputi semifinal Piala Eropa 2008 dan memperkuat Tottenham Hotspur, penyerang yang akrab disebut ‘Pav’ ini seakan menghadapi akhir kelam kariernya. Ararat sebagai klub perhentian terakhirnya sempat diledek beberapa media internasional karena baru berdiri pada tahun 2017.
Sebelum terdampar di klub kelas menengah tersebut, Pav bermain di klub Rusia lain, Kuban Krasnodar. Di klub tersebut, ia bereuni dengan sobatnya sesama penggawa tim nasional Rusia di Piala Eropa 2008, Andrey Arshavin. Bisa dibilang, bergabungnya Pav dengan Kuban Krasnodar setelah dilepas Lokomotiv Moskow pada tahun 2012 adalah awal kemunduran kariernya. Namanya memang tak lagi secemerlang dahulu, seiring pengikisan kualitas ketajamannya akibat pertambahan usia yang tak bisa dibendung.
Dicintai suporter meski jadi cadangan di Tottenham
Nama Roman Pavlyuchenko mulai terkenal setelah kiprah fenomenalnya bersama timnas Rusia di Piala Eropa 2008. Pada ajang antarnegara Eropa empat tahunan tersebut, Pav dan Andrey Arshavin menjadi inspirator timnya dengan menembus semifinal.
Pav yang pada saat itu masih memperkuat Spartak Moskow mencetak tiga gol di prestasi terbaik Rusia setelah berpisah dari Uni Soviet tersebut. Ia membobol gawang Swedia di babak fase grup dan Belanda di babak perempat-final. Gol terakhirnya dicetak ke gawang Spanyol di semifinal. Sayang, Rusia harus menyerah kalah sehingga Spanyol melenggang ke final dan akhirnya merebut trofi bergengsi tersebut.
Performa apik Pavlyuchenko itu membuahkannya satu tempat di penghargaan sebelas pemain terbaik Piala Eropa 2008. Pav lalu ditaksir banyak klub besar Eropa, tapi ia memilih untuk bergabung dengan klub Liga Primer Inggris, Tottenham Hotspur, dengan mahar sekitar 14 juta paun. Pav dan Arshavin membela dua klub yang berseberangan di London Utara, di mana Arshavin menerima pinangan Arsenal.
Selama empat musim keberadaannya di Spurs, Pav terbilang gagal mengukuhkan diri menjadi pilihan utama di lini depan. Skuat The Lilywhites selama periode 2008 hingga 2012 memang dibanjiri penyerang-penyerang dengan kualitas tak jauh berbeda, yaitu Robbie Keane, Peter Crouch, Jermaine Defoe, sampai Darren Bent.
Meski menang bersaing dari Bent, Pav tetap sulit meyakinkan pelatih Harry Redknapp untuk memercayainya sbagai ujung tombak. Untung, namanya cukp populer di kalangan publik White Hart Lane, berkat peranannya sebagai supersub dan beberapa gol yang dicetaknya di berbagai partai besar. Golnya yang paling dikenang adalah ke gawang BSC Young Boys yang sukses membawa Tottenham Hotspur ke Liga Champions 2010/2011.
Pav mengakhiri masa baktinya untuk Spurs pada musim panas 2012 dengan bergabung ke Lokomotiv Moskow. Mulai musim tersebut, namanya perlahan-lahan hilang dari benak pemirsa sepak bola Eropa. Ini disebabkan Kuban Krasnodar hanya merupakan klub papan tengah di Liga Rusia yang kurang populer.
Klub medioker lain di Liga Premier Rusia, FC Ural Yekaterinburg, juga sempat menggunakan jasa Pav pada musim 2016/2017 lalu. Namun, sepertinya mereka tak lagi bisa menikmati ketajaman sang pemain yang sudah menua. Singkat cerita, pemain ini pun berakhir di klub yang baru berdiri, Ararat Moskow.
Arshavin dan Pav sempat juga menjajal dunia politik. Yang mengejutkan, karier politik keduanya ternyata dimulai sebelum edisi Piala Eropa 2008. Meski Arshavin akhirnya menarik diri karena memilih fokus pada karier sepak bolanya, Pav justru terpilih sebagai wakil dewan kota di kota kelahirannya, Stavropol. Ia sukses mengamankan posisi di partai politik pimpinan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dengan memenangkan 63 persen suara.
Jadi, apakah Pav akan segera pensiun saja untuk terjun total ke politik?
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.