Dunia Lainnya

Sepak Bola, Klenik, dan Okultisme di Indonesia

Belasan pemuda berjejer rapi di sebuah ruang tamu, dengan baju yang mirip satu sama lain, seorang tetua melepas mereka keluar rumah.
—-
Puluhan pemuda berjejer rapi di sebuah ruang tamu, pakaian yang mereka kenakan nyaris sama, setidaknya dalam hal warna: putih. Ada selembar kain yang diikatkan di kepala. Seorang tetua melepas mereka, dengan tenang pemuda-pemuda itu berbaris menuju ke luar rumah.

Dua fragmen di atas terlintas di kepala saya ketika hendak mengingat tentang kedekatan okultisme dan sepak bola. Ya, saya bahkan baru sadar, ternyata prosesi ‘pelepasan’ bagi tim-tim sepak bola di Maluku Utara saat hendak bertanding itu sedikit mirip dengan prosesi ‘pelepasan’ pasukan perang.

Prosesi yang saya kisahkan pertama di atas adalah prosesi ketika sebuah kesebelasan sepak bola hendak bertanding, sedangkan yang kedua adalah prosesi bagi mereka yang hendak berangkat ke medan perang nyaris dua dekade lalu, ketika kebencian atas identitas membubung tak terkendali di tanah Maluku.

Ritual keluar rumah bagi tim yang hendak bertanding lazim terjadi di Maluku Utara. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa kemenangan dalam laga sepak bola bisa terjadi jika ritual yang dilalui tak ada yang dilanggar. Kepercayaan ini berangkat dari asumsi bahwa segala sesuatu akan baik jika ketika keluar dari rumah dalam keadaan baik.

Sepak bola dan okultisme kadang memang berkelindan erat. Terlebih lagi di negara seperti Indonesia.

Okultisme menurut KBBI adalah “kepercayaan kepada kekuatan gaib yang dapat dikuasai manusia”. Ia merupakan serapan dari “occult“. Sederhananya, kita mengenal okultisme ini sebagai sesuatu yang bersifat klenik ataupun ilmu hitam.

Tentang prosesi ‘pelepasan’ di atas, saya sempat bertanya kepada seorang kawan yang merupakan pemain sepak bola tarkam, dan pernah memperkuat salah-satu kabupaten di ajang Liga Pelajar Indonesia (LPI). Ia mengatakan bahwa kebiasaan tersebut wajib dilakukan. Tim boleh lupa dengan hal-hal teknis, tetapi tak akan pernah lupa untuk melaksanakan prosesi ini.

Bahkan di ajang LPI prosesi itu tetap dilakukan. “Ya, kami disuruh berjejer di sebuah rumah, ada seorang pria paruh baya yang menepuk punggung kapten kami. Lantas setelahnya, kami wajib minum air putih yang sebelumnya sudah disiapkan,” ujarnya.

Okultisme, klenik, atau dalam kepercayaan masyarakat Maluku Utara disebut “pakatang” ini, lumrah terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola. Kita tentu seringkali menyaksikan kiper mencium kedua tiang gawang sebelum memulai pertandingan, seorang pemain menggoyang-goyang jala gawang lawan, atau pemain yang menyentuh rumput lapangan ketika baru masuk. Ini adalah bentuk okultisme sederhana yang banyak diterapkan.

Selain itu, okultisme juga kerap dibantu dengan keberadaan sebuah benda. Ada pemain yang punya kebiasaan menyimpan koin di sepatunya ketika bertanding. Ada juga yang percaya bahwa air kencing mampu menetralisir kekuatan gaib lawan.

Tentang keberadaan benda aneh di dalam pertandingan ini pernah dikisahkan dalam buku Persib Undercover. Ketika Persib Bandung berhadapan dengan Barito Putera dalam sebuah partai. Kala itu, Maung Bandung kesulitan mencetak gol walaupun banyak peluang tercipta. Di tengah laga, Sutiono Lamso, penyerang Persib, mendapati sebutir telur di sela gawang Barito Putra. Ia lantas melempar telur tersebut ke arah belakang gawang. Telur pecah. Aksi Sutiono itu sempat diadang oleh kiper Barito Putera, Dilla Abdillah.

Tak lama setelah aksi itu, Persib akhrinya berhasil menjebol gawang Barito Putra. Dan Maung Bandung lolos ke partai final dengan skor 1 – 0. Banyak yang percaya bahwa telur tersebut adalah jimat yang digunakan Barito Putera agar Persib kesulitan mencetak gol.

Saya sendiri punya pengalaman terkait kepercayaan unik ini. Saya masih ingat jelas dulu ketika Persiter Ternate tengah menjamu Persipura Jayapura di Divisi Utama Liga Indonesia, saat itu di babak pertama, Laskar Kie Raha (julukan Persiter) sedang tertinggal 0-1. Pada saat turun minum, seorang bapak-bapak di samping saya berkata bahwa nanti Persiter akan memasukkan 2 gol ke gawang Persipura.

Baca juga: Persiter Ternate dan Rindu yang Tak Kunjung Tuntas

Bapak itu mengucap hal tersebut sambil menunjuk seorang ballboy yang sedang bermain-main dengan bola di depan gawang Persipura. Si bapak di samping saya ini mengaku melihat si ballboy menendang bola ke gawang yang sedang kosong itu sebanyak dua kali.

Saya yang sebelumnya mendengar ucapan si bapak itu hanya sambil lalu, lantas dibuat keheranan ketika di babak kedua tim tuan rumah berhasil membalikan keadaan. Di laga sore itu, Persiter menang 2-1 atas Persipura.

Selain Indonesia, okultisme dalam sepak bola juga kental di negara-negara Afrika. Dalam buku berjudul Soul of Seven Million Dreams yang ditulis oleh Memory Mucherahowa, mantan kapten timnas Zimbabwe yang juga membawa Dynamos FC ke final Afrika Champions League di tahun 1998, banyak berkisah tentang hal-hal gaib dalam sepak bola Zimbabwe.

Masyarakat Afrika mengenal okultisme ini dengan sebutan “juju“.

Dalam salah-satu wawancaranya dengan BBC terkait buku tersebut, Mucherahowa berkisah bagaimana seorang dukun lebih dipercaya ketimbang kemampuan para pemain. Sebagai kapten, ia seringkali ditugaskan untuk berkomunikasi dengan sang dukun.

Tahun 2011 misalnya, ketika Dynamos harus berhadapan dengan FC Platinum di sebuah laga penting. Saat laga mau dimulai, seisi stadion dibuat heran ketika seorang staf Dynamos berlari ke dalam lapangan dan menyemprotkan semacam ramuan ke garis gawang FC Platinum. Aksi itu langsung diamankan oleh tim pengamanan.

Kisah tentang okultisme dan sepak bola yang tak kalah unik justru datang bukan dari tim-tim negara dunia ketiga, di tim sekelas Paris-Saint Germain (PSG) pun pernah menggunakan jasa seorang dukun.

Syahdan, Michel Denisot, sang jurnalis yang lama menjabat sebagai presiden PSG pada dekade 1990-an, dibuat pusing setelah timnya menelan kekalahan ketika berhadapan dengan Steaua Bucharest di kualifikasi Liga Champions musim 1997/1998. Ia harus memutar otak agar mampu membalikkan agregat 0 – 3 di laga kedua.

Di tengah kepusingan itu, seorang stafnya, Claude Le Roy, yang cukup mengenal baik sepak bola Afrika, khususnya Senegal, menawarkan bantuan, yang kemudian ia (Denisot) sebut sebagai “a mystical emergency“. Roy menawarkan jasa seorang dukun asal Senegal bernama Sidy. Tawaran itu diterima Denisot tanpa ragu. Dan mulailah Sidy bekerja untuk PSG.

Satu hari sebelum laga kontra Steaua, Sidy memprediksi bahwa PSG bakal menang telak 5-0 atas wakil Rumania itu. Tak hanya itu, Sidy bahkan mengatakan bahwa di menit 42, pemain nomor 18 milik PSG bakal mencetak gol ke-4 di laga tersebut.

Dan ya, prediksi Sidy nyaris sempurna. PSG berhasil membalikkan keadaan dan menang dengan agregat 5 – 3. Dengan kata lain, di laga kedua itu, PSG mencetak 5 gol. Florian Maurice, pemain bernomor punggung 18, mencetak gol keempat di menit 41, dari proses serangan balik yang apik. Lebih cepat semenit dari prediksi Sidy.

Kisah tentang Sidy masih berlanjut setelah beberapa tahun kemudian, Leonardo de Araujo, pemain PSG yang pindah ke AC Milan dan kemudian menjadi pelatih itu, meminta nomor telepon Sidy kepada Denisot. “Cerita dengan si dukun belum selesai, dan Leonardo tetap bekerja bersama dengannya hingga beberapa tahun”, ucap Denisot seperti dikutip laman The Green Soccer Journal.

Okultisme dan pengaruh positif

Apakah Anda mempunyai seorang kawan dekat yang hobi bermain judi? Atau mungkin Anda sendiri seorang penjudi? Jika ya, mungkin Anda akan paham bagaimana seorang penjudi gemar menciptakan teori-teori aneh.

Ketika kalah ataupun menang, penjudi biasanya akan melahirkan sebuah teori. Paling sering mereka akan mengistimewakan sebuah kebiasaan.

Mereka akan terus melakukan, misalnya bermain judi dengan kaos yang sama, ketika hal tersebut dianggap membawa keberuntungan. Atau mungkin mereka bakal rela berjalan kaki sebelum bermain judi jika saat pertama kali melakukannya kemenangan yang didapat.

Keyakinan akan hal-hal macam begini persis dengan yang terjadi pada pemain sepak bola sebelum bertanding. Okultisme sedikit banyak memang berpengaruh pada kepercayaan diri. Dengan melakukannya, kita seakan merasa Dewi Fortuna akan menghampiri.

Perasaan percaya diri ini yang kemudian berdampak pada tindakan. Dalam konteks sepak bola, kepercayaan ini kemudian berubah menjadi faktor pendorong permainan yang apik.

Author: Rizal Syam