Eropa Inggris

Penunjukan Sam Allardyce: Penghambat Regenerasi Pelatih di Inggris?

Beberapa waktu lalu, media Inggris Guardian meluncurkan artikel yang menyoroti penunjukan Sam Allardyce sebagai pelatih Everton. Menurut media tersebut, keputusan The Toffees mempekerjakan pelatih senior tersebut merupakan bukti bahwa sepak bola Inggris sedang menghadapi semacam krisis regenerasi kepelatihan.

Padahal, pada bulan Oktober 2017 lalu, Sam Allardyce diundang sebuah studio televisi di Doha, Qatar. Itu hanya dua hari setelah Everton memecat pelatih Ronald Koeman dan empat hari setelah Leicester City menunjuk Claude Puel, sebagai pelatih baru mereka.

Allardyce diundang bersama dua komentator sepak bola veteran ternama, Richard Keys dan Andy Gray. Pria yang sempat menangani tim nasional Inggris ini menjadi pembicara untuk sebuah diskusi bertema semacam krisis yang dihadapi para pelatih berkebangsaan Inggris.

Ini memang topik debat kesukaan Allardyce. Sejak dulu, ia memperjuangkan gagasan bahwa pelatih Inggris mulai terabaikan oleh klub-klub Liga Primer Inggris (EPL). Menurutnya, klub-klub EPL zaman sekarang lebih tertarik mempekerjakan pelatih impor, dan ini berbahaya bagi masa depan pelatih Inggris asli.

Allardyce terang-terangan mengkritik keputusan sedikitnya enam klub besar EPL yang lebih memercayai pelatih asing hanya karena mereka akan mendapatkan daya tarik global. Penunjukan Puel sebagai pelatih Leicester juga dianggapnya ‘lonceng kematian’ untuk pembinaan pelatih di Inggris. Menurutnya, para pelatih berkebangsaan Negeri Ratu Elizabeth itu menjadi komoditi “kelas dua” di negara mereka sendiri.

Menurut catatan Guardian, terdapat 92 klub profesional di Inggris Raya saat ini. semuanya terbagi ke dalam empat divisi profesional berbeda level. Pada saat ini, 22 di antaranya mempekerjakan pelatih asing. Enam dari mereka memegang posisi pelatih utama Arsenal, Chelsea, Tottenham Hotspur, Liverpool, Manchester City, dan Manchester United. Enam klub ini tentu saja kandidat pemenang gelar nyaris setiap musim.

Bahkan, musim bersejarah ketika Liga Premier Inggris dimenangkan klub non-unggulan Leicester City, yaitu pada 2015/2016, juga milik pelatih Italia, Claudio Ranieri. Jumlah itu terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama jika melihat bagaimana klub kelas menengah seperti Watford pun mempekerjakan pelatih asal Portugal (Marco Silva). Inilah inti argumen Allardyce, bahwa para juru taktik asing menghalangi perkembangan karier para pelatih muda Inggris.

Baca juga: Komedi Putar Pelatih Medioker Liga Primer Inggris

Namun, jika dipikir lebih jauh, Allardyce-lah menjadi salah satu inti masalah. Jika kita melihat karier pria berjulukan ‘Big Sam’ ini dalam lima-enam tahun terakhir, ia menjadi pilihan pertama untuk menangani klub-klub kelas duua di Inggris. Setelah empat tahun menangani West Ham, berturut-turut ia menangani Sunderland, Crystal Palace, dan Everton. Padahal, klub-klub seperti inilah yang berpotensi menggembleng juru taktik muda Inggris seperti Eddie Howe di Bournemouth misalnya.

Kompatriot Allardyce asal Skotlandia, David Moyes, juga sama saja. Mantan penerus Sir Alex Ferguson di Mancheter United ini baru saja mendapat pekerjaan sebagai pelatih West Ham menggantikan pria asal Kroasia, Slaven Bilic. Moyes dan Allardyce, bersama beberapa manajer senior Inggris lain seperti Alan Pardew dan Tony Pulis, seakan mendominasi bursa pelatih untuk dikontrak oleh klub-klub Liga Inggris lainnya. Tentu saja ini buruk bagi perkembangan karier pelatih-pelatih muda Inggris.

Menariknya, seperti Allardyce, Moyes juga pernah melancarkan kritiknya terhadap kurangnya kesempatan pelatih-pelatih Inggris Raya dalam mengembangkan karier mereka. Namun berdasarkan penuturan di atas, sepertinya kita bisa menarik kesempatan bahwa kedua pria ini sebenarnya merupakan bagian dari masalah, bukan solusinya.

Ironisnya, Allardyce di Everton dikabarkan memperoleh bayaran sebesar 6 juta paun selama satu musim. Jumlah fantastis ini bahkan mengalahkan Zinedine Zidane di Real Madrid yang hanya dibayar 4,5 juta paun per musim. Dari angka-angka ini saja, terlihat jelas ada yang tak beres dalam pembinaan pelatih sepak bola di Inggris.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.