Eropa Italia

Gabriele Oriali, Gelandang Tangguh Italia yang Menjelma sebagai Direktur Teknik Jempolan

Di tengah suasana kurang kondusif akibat merebaknya skandal pengaturan skor bernama Totonero di awal tahun 1980-an silam, tim nasional Italia besutan Enzo Bearzot berangkat ke Spanyol guna mengikuti Piala Dunia 1982 tanpa diiringi ekspektasi berlebih.

Namun berbekal skuat yang diisi nama-nama top sekelas Alessandro Altobelli, Giancarlo Antognoni, Claudio Gentile, Paolo Rossi dan tentu saja Il Capitano Dino Zoff, Gli Azzurri justru berhasil mengukuhkan diri sebagai tim terbaik di turnamen tersebut usai menaklukkan Jerman Barat dengan skor 3-1 di partai final.

Rossi yang muncul jadi top skor turnamen dan Zoff yang mengukir rekor sebagai kampiun Piala Dunia tertua sepanjang sejarah, disebut-sebut sebagai bintang utama keberhasilan Italia pada saat itu. Namun sebagaimana biasanya, sepak bola yang dimainkan secara kolektif juga tetap mencatat bahwa Gabriele ‘Lele’ Oriali adalah bagian integral di dalam skuat Italia pada saat itu.

Baca juga: Paolo Rossi dan Sepenggal Kisah Di Vicenza

Awalnya, Oriali yang berposisi sebagai gelandang bukanlah pilihan utama Bearzot dalam kampanye Gli Azzurri di Piala Dunia 1982. Sosok kelahiran Como itu baru mendapatkan jatah starter pada laga pamungkas babak penyisihan grup melawan Kamerun.

Ajaibnya, performa menawan yang disuguhkan Oriali pada partai tersebut membuatnya terus dijadikan pilihan utama di laga-laga selanjutnya oleh Bearzot, termasuk di babak penyisihan ronde kedua, semifinal, dan bahkan final.

Bicara tentang teknik olah bola, Oriali memang bukan sosok yang ahli melakukan trik-trik menawan guna memikat perhatian penonton. Permainan yang diperlihatkannya cenderung sederhana dan tidak neko-neko. Berbekal etos kerja dan kecerdasan taktikal yang mumpuni, presensi Oriali terasa begitu krusial di lini tengah Gli Azzurri. Dialah sosok yang berperan sebagai pemotong alur serangan lawan, sekaligus tembok pertama bagi jantung pertahanan.

Gaya main Oriali itu juga yang membuat media-media Italia menyebutnya sebagai Incontrista alias pemain yang tugas utamanya di atas lapangan adalah menghentikan serangan lawan serta mendistribusikan bola yang sukses direbutnya kepada pemain lain guna menginisiasi serangan. Jika Oriali gagal menjalankan ‘tugas kotor’ tersebut dengan begitu fasih, bisa saja perjalanan Gli Azzurri di Piala Dunia 1982 berakhir dengan cerita yang berbeda.

Sebelum melakoni debutnya berseragam biru khas Italia di tahun 1978, nama Oriali sudah lebih dulu mencuat bersama salah satu klub raksasa Italia, Internazionale Milano. Figur yang merupakan produk akademi I Nerazzurri ini sukses menembus tim utama di tahun 1970 atau saat dirinya baru berusia 18 tahun.

Bareng klub yang bermarkas di Stadion Giuseppe Meazza itu pula, Oriali bertahan selama 13 musim dan bermain di lebih dari 350 pertandingan pada seluruh kompetisi. Tak cukup sampai di situ karena selama berseragam biru-hitam, Oriali juga sukses mendulang sejumlah prestasi yakni masing-masing dua gelar Scudetto (1970/1971 dan 1979/1980) serta Piala Italia (1977/1978 dan 1981/1982).

Setelah kontraknya tak diperpanjang kubu Inter selepas musim 1982/1983, Oriali kemudian hijrah ke Fiorentina dan membela klub tersebut sampai pensiun di pengujung musim 1986/1987. Sayangnya, tak ada titel juara yang sanggup dicomot La Viola pada waktu itu sehingga koleksi gelar juara Oriali tidak bertambah.

Usai pensiun, lelaki yang memiliki darah Rumania dari ibunya ini menekuni karier yang tak jauh dari dunia sepak bola. Bukan sebagai pelatih namun chief executive sebuah klub amatir, Solbiatese, di awal tahun 1990-an.

Keberhasilan Oriali membawa klub itu promosi hingga Serie C2 menarik atensi manajemen tim yang sedang terpuruk, Bologna. Menyandang jabatan General Manager, Oriali menghadirkan beberapa penggawa muda semisal Francesco Antonioli, Carlo Nervo dan Michele Paramatti yang kemudian jadi pilar I Rossoblu.

Periode karier yang dilalui Oriali bersama Bologna juga berjalan dengan ciamik karena I Rossoblu berhasil promosi sebanyak dua kali beruntun, dimulai dari Serie C1 ke Serie B pada musim 1995/1996 lantas dari Serie B ke Serie A di musim 1996/1997. Konon, sosoknya pula yang berjasa membawa Roberto Baggio merumput di Stadion Renato Dall’Ara per musim 1997/1998.

Walau punya karier yang cukup apik bersama Bologna, Oriali justru mengundurkan diri dari jabatannya pada pertengahan tahun 1998 buat menerima tawaran dari Parma untuk posisi Direktur Teknik.

Seperti yang ditunjukkannya bersama Bologna, pekerjaan Oriali bareng I Gialloblu juga berjalan sangat mulus. Beberapa nama yang jadi rekrutannya seperti Abel Balbo dan Juan Sebastian Veron berhasil membantu Parma meraih sejumlah prestasi sekaligus konsisten berada di papan atas Serie A.

Akan tetapi, durasi kerja Oriali di Stadion Ennio Tardini juga tidak berlangsung lama sebab di tahun 2000, ia mendapatkan tawaran dari bekas klubnya semasa bermain, Inter. Presiden I Nerazzurri ketika itu, Massimo Moratti, meminta Oriali untuk bergabung dan menempati posisi sebagai Direktur Teknik, yang kemudian beralih menjadi Konsultan Transfer akibat tersandung kasus paspor palsu Alvaro Recoba.

Dirinya menjadi penentu kebijakan Inter dalam mendatangkan pemain-pemain baru (yang di awal era 2000-an lebih banyak berupa permintaan khusus dari Moratti ketimbang para pelatih I Nerazzurri) setiap musimnya. Nama-nama beken seperti Samuel Eto’o, Luis Figo, Zlatan Ibrahimovic, Diego Milito, dan Christian Vieri adalah hasil operasi Oriali di bursa transfer.

Selama 11 tahun bekerja di Inter, langkah-langkah Oriali di balik layar juga berpengaruh atas sejumlah titel juara yang diperoleh I Nerazzurri di atas lapangan, termasuk gelar treble winners di musim 2009/2010.

Ironisnya, seusai mengukir prestasi gemilang tersebut, Oriali meletakkan jabatannya akibat berkonflik dengan beberapa orang di jajaran manajemen Inter. Konon, salah satunya adalah Marco Branca, sosok yang kemudian didapuk sebagai penggantinya.

Usai menganggur untuk beberapa saat, Oriali kemudian didapuk sebagai manajer timnas Italia selepas Piala Dunia 2014. Pada masa-masa itu, ia banyak bekerja sama dengan allenatore anyar Gli Azzurri, Antonio Conte. Kebersamaan mereka berakhir setelah Italia tersingkir di perempat-final Piala Eropa 2016 sebab Conte memutuskan untuk menerima pinangan klub asal Inggris, Chelsea.

Namun karier Oriali tak berhenti sampai di situ karena tanggung jawab serupa diembannya kembali bareng timnas Italia U-21 yang dibesut oleh Luigi Di Biagio saat bertempur pada ajang Piala Eropa U-21 bulan Juni 2017 kemarin.

Garang semasa aktif sebagai pesepak bola dan genius dalam urusan transfer adalah representasi nyata dari sosok Oriali yang hari ini genap berusia 65 tahun.

Buon compleanno, Lele.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional