Nasional Bola

Stadion Ngurah Rai: Hidup Segan Mati Tak Mau

Sepak bola di Pulau Bali, pernah menggeliat kala Gelora Dewata (era 1990-an) dan Perseden Denpasar (periode 2000-an) berkecimpung di kasta teratas Liga Indonesia. Keberadaan dua tim itu disokong oleh antusiasme tinggi masyarakat Bali yang seperti penduduk Indonesia lainnya, juga sangat menggilai sepak bola.

Bagi masyarakat Bali, Gelora Dewata dan Perseden adalah representasi nyata bahwa sepak bola pun bisa hidup di pulau yang memiliki luas 5.789 km2 ini. Hal itu sekaligus menyanggah anggapan bahwa Bali hanya fokus kepada bidang pariwisata, yang merupakan salah satu elemen terpenting bagi kehidupan masyarakat Bali

Semasa berlaga di kompetisi tertinggi Liga Indonesia di masing-masing periode tersebut, Stadion Ngurah Rai yang terletak di kota Denpasar menjadi rumah bagi keduanya dalam memanggungkan laga kandang.

Akses yang mudah, kondisi lapangan dan tribun yang cukup baik, serta kapasitas sebesar 12 ribu penonton yang terbilang masif untuk saat itu, membuat Stadion Ngurah Rai menjadi primadona. Tak sampai di situ, stadion ini juga menjadi kawah candradimuka bagi sepak bola Bali karena sering digunakan untuk menggelar turnamen-turnamen lokal yang bersinggungan langsung dengan proses pembibitan pemain muda.

Namun seiring waktu, Stadion Ngurah Rai yang sarat sejarah ini mulai ditinggalkan pelan-pelan. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah sulitnya melakukan proses renovasi terhadap stadion yang berlokasi tepat di pusat kota. Area di sekitar Stadion Ngurah Rai memang begitu padat, karena sejumlah sekolah dan universitas memang terletak di sana.

Saat Football Tribe Indonesia mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Stadion Ngurah Rai beberapa waktu lalu, kondisi venue yang satu ini memang tampak mengenaskan. Tembok di bagian luar stadion sudah banyak yang rusak dan berlubang.

Keadaan yang tak berbeda jauh kembali terlihat kala kami memasuki bagian dalam stadion. Pintu masuk yang terletak di bagian barat punya kondisi yang apa adanya, seolah tak tersentuh pembenahan.

Ironisnya, keadaan yang lebih buruk justru kami dapati saat mengelilingi tribun penonton, khususnya di bagian selatan, timur hingga utara yang masuk ke dalam kategori ekonomi. Tribun yang memang tanpa kursi tersebut, kini dipenuhi sampah dan ditumbuhi banyak rumput liar. Pagar pembatas yang memisahkan tribun dan lapangan pun sudah reot.

Tribun Selatan. Kredit: Penulis

Situasi yang agak berbeda kami temui saat berdiri di tribun utama yang berdiri di bagian barat. Walau tampak begitu sederhana dan kuno, namun atap, tempat duduk (walau tetap tanpa kursi) dan pagar yang ada di tribun barat serta masuk ke dalam kategori Very Important Person (VIP) tersebut masih punya rupa yang cukup baik.

Tribun Utama. Kredit: Penulis

Ketika turun guna menengok toilet di tribun yang satu ini, keadaannya juga lumayan, setidaknya air yang dibutuhkan juga masih mengalir meski bau menyengat terus menyeruak dari situ. Satu-satunya hal yang terlihat masih bagus dari Stadion Ngurah Rai, barangkali hanya lintasan atletiknya.

Berkaca pada situasi tersebut, harus diakui bila Stadion Ngurah Rai memang sudah tak layak dipergunakan buat laga sepak bola level nasional. Hal ini juga yang membuat beberapa klub yang sempat dan masih bermarkas di Bali seperti Bali Devata dan Bali United, memilih untuk ‘hijrah’ ke Stadion Kapten I Wayan Dipta di kota Gianyar guna menggelar partai-partai kandang mereka di kompetisi liga.

Kenyataan ini juga yang membuat Stadion Ngurah Rai lebih sering beralih fungsi dari arena olahraga menjadi tempat konser. Saat Football Tribe Indonesia berkunjung, juga terlihat ada panggung yang sedang dipersiapkan oleh beberapa orang di bagian tengah lapangan. Lebih jauh,  menurut pengakuan sejumlah pihak, karena kondisi stadion yang buruk dan terbengkalai, ada banyak pemuda-pemudi yang menggunakannya sebagai tempat mesum. Begitu menyedihkan, bukan?

Wujud dari Stadion Ngurah Rai sekarang ibarat makhluk yang hidup segan mati tak mau, namun membiarkannya terbengkalai dimakan zaman jelas sebuah kesalahan. Sebab bagaimanapun juga, stadion ini merupakan salah satu ikon olahraga yang ada di Bali, termasuk sepak bola. Semua pihak yang berkepentingan, memiliki keharusan yang absolut guna merawat stadion yang satu ini.

Kalaupun tak lagi digunakan sebagai arena pertandingan bertaraf nasional, dengan kondisi stadion yang lebih baik tentu akan membuat masyarakat dan pihak-pihak yang ingin menyelenggarakan pertandingan sepak bola (baik level junior ataupun pelajar) merasa lebih nyaman.

Seperti dilansir oleh bolacom, pemerintah pusat melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) telah menyetujui rencana perbaikan Stadion Ngurah Rai. Konon, dana yang siap digelontorkan guna merenovasi stadion ini mencapai 20 miliar rupiah. Proses renovasi ini sendiri bakal dimulai pada awal tahun 2018 mendatang.

Tak ada harapan lain, khususnya oleh Football Tribe Indonesia, selain melihat Stadion Ngurah Rai mendapat renovasi maksimal agar lebih layak untuk dipergunakan kembali buat arena pertandingan sepak bola.

Jangan sampai, arena sarat sejarah dan memiliki segudang cerita tentang perkembangan sepak bola Bali dari masa ke masa ini, nasibnya malah terkatung-katung lantaran tak terurus dengan baik.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional