Kala satu entitas turun bertanding di sebuah kompetisi, hasrat paling besar yang menggelegak pastilah menjadi kampiun. Sebab dengan begitu, upaya keras guna membuktikan diri sebagai yang terbaik akan terwujud dengan amat paripurna.
Situasi macam ini pula yang coba dilakukan tim sepak bola dari Pulau Dewata, Bali United, tatkala mentas di ajang Go-Jek Traveloka Liga 1. Sempat tertatih-tatih di awal musim sampai memaksa pihak manajemen untuk memberhentikan Hans-Peter Schaller dari jabatannya sebagai pelatih, grafik positif yang disasar klub akhirnya menemui hasil usai Widodo Cahyono Putro datang sebagai nakhoda anyar.
Bareng legenda hidup sepak bola Indonesia itu, performa yang ditampilkan Fadil Sausu dan kolega memang meningkat drastis. Permainan Serdadu Tridatu tampak semakin padu dan solid. Kolaborasi para pemain lokal dan asing juga sangat klik satu sama lain.
Berbekal keadaan itu pula, Bali United yang awalnya tidak diperhitungkan justru melesat sebagai salah satu kandidat kuat juara Go-Jek Traveloka Liga 1. Mengangkangi tim-tim tradisional di tanah air macam Persib Bandung, Persija Jakarta, dan PSM Makassar.
Namun sejumlah drama yang ‘dimunculkan’ oleh asosiasi sepak bola Indonesia (PSSI) dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator liga, membuat cerita heroik Bali United di musim ini berakhir antiklimaks. Mereka gagal juara di detik-detik akhir kompetisi.
Perasaan kecewa dan bentuk protes kepada PSSI dan PT. LIB akibat dagelan itu dituangkan oleh pihak manajemen dengan meminta Semeton Dewata, julukan untuk pendukung Bali United, yang hadir di laga pamungkas Go-Jek Traveloka Liga 1 melawan Persegres Gresik United di Stadion Kapten I Wayan Dipta, kompak mengenakan pakaian serba hitam. Sebuah tanda berkabung atas matinya keadilan dalam sepak bola Indonesia.
Uniknya, walau mungkin segenap hati mereka dipenuhi rasa kecewa lantaran Bali United gagal menjadi juara, tapi raut wajah Semeton Dewata tak menyembulkan hal itu. Mereka tetap datang ke Stadion Kapten I Wayan Dipta dengan antusiasme, kegembiraan, dan rasa bangga yang luar biasa.
Keyakinan bahwa sepak bola adalah hiburan yang patut dinikmati dengan perasaan senang bak tertancap kuat di dalam jiwa. Situasi ini juga yang didapati Football Tribe Indonesia secara nyata kala hadir di Stadion Kapten I Wayan Dipta akhir pekan kemarin.
Semeton Dewata datang menyemut, mengunjungi Bali United Store dan membeli sejumlah pernak-pernik resmi Bali United, menikmati segala kudapan yang dijajakan ratusan pedagang di area stadion dengan nikmat serta bernyanyi tanpa henti. Tiket yang dijual pihak panitia penyelenggara pun ludes dalam waktu singkat dan membuat Stadion Kapten I Wayan Dipta disesaki para suporter Serdadu Tridatu.
Hari pertandingan di Stadion Kapten I Wayan Dipta petang itu tak ubahnya sarana rekreasi yang begitu digemari masyarakat untuk bergembira bareng rekan, kekasih, ataupun keluarga. Menyaksikan Irfan Bachdim dan kolega berpeluh keringat guna mencari kemenangan di sebuah laga adalah keindahan tak terperi bagi masyarakat Bali sekarang ini.
Pada laga yang sempat diguyur hujan deras itu, skor akhir 3-0 menjadi bukti superioritas Bali United atas Persegres Gresik United. Gol-gol kemenangan tim tuan rumah dibukukan oleh sepasang penggawa asing Serdadu Tridatu, Marcos Flores dan Comvalius (dua gol).
Selama pertandingan berlangsung, Semeton Dewata terus menggemakan berbagai chant untuk klub kesayangannya. Nyala flare dan kembang api (meski dilarang) juga terus menghiasi langit Stadion Kapten I Wayan Dipta. Salah satu faksi suporter, The Northside Boys 12, yang mengisi tribun utara stadion, bahkan menampilkan sebuah koreografi nan cantik.
Replika burung jalak bali raksasa yang mengepakkan sayapnya ke udara dengan tulisan I Believe We Can Fly High. Sebuah representasi dari keyakinan The Northside Boys 12 (mewakili masyarakat Bali secara keseluruhan) jika tim kesayangan mereka, Bali United, akan sanggup terbang lebih tinggi lagi di masa yang akan datang demi mencaplok sejumlah prestasi.
Selepas pertandingan Bali United kontra Persegres Gresik United berakhir pun, perasaan antusias dan gembira Semeton Dewata masih terlihat dengan jelas. Langit malam yang hitamnya pekat terganti sejenak oleh warna merah dan putih dari flare yang dinyalakan para suporter. Mereka tetap setia bertahan di stadion guna mengikuti perayaan yang dilakukan Bali United. Perayaan yang mungkin saja disiapkan khusus andai Bali United keluar sebagai juara.
Sejumlah suporter, melalui izin panitia penyelenggara, bahkan dibiarkan merangsek ke lapangan untuk ikut bernyanyi di hadapan para pemain yang berdiri di panggung. Mereka bernyanyi bersama, bergembira bersama. Satu malam yang terasa begitu panjang di Stadion Kapten I Wayan Dipta.
Baik manajemen, pemain dan pendukung menyebut bahwa finis di peringkat dua klasemen akhir bukanlah pencapaian yang buruk. Hal ini justru menjadi pelecut jika di musim yang akan datang, tentu dengan persiapan matang dan skuat mumpuni, menjadi yang terbaik bukan lagi sekadar impian.
Kusutnya sepak bola Indonesia, sekali lagi berlanjut di musim ini. Namun apa yang diperlihatkan Bali United adalah harapan indah yang menggetarkan dada masyarakat Pulau Dewata. Kubu Serdadu Tridatu adalah simbol dari antusiasme orang-orang Bali terhadap sepak bola lokal yang sudah cukup lama mati. Dan Stadion Kapten I Wayan Dipta akan terus menjadi altar suci di mana mereka semua, untuk saat ini maupun nanti, bisa terus bergembira.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional