Dunia sepak bola sempat terguncang di medio 2011-2013 akibat kemunculan menggegerkan bocah asal Italia keturunan Mesir dengan rambut yang eksentrik. Bocah berusia 19 tahun tersebut berhasil membuat gebrakan di klub sekelas AC Milan.
Milan kala itu memang sedang terpuruk, salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemain yang memiliki flair, atau kemampuan untuk menciptakan momen yang dapat mengubah pertandingan. Massimilano Allegri, yang kala itu masih menjabat sebagai pelatih Milan, akhirnya memberikan kesempatan kepada pemuda tersebut, untuk memberikan suntikan flair yang didukung oleh kemampuan individunya yang ciamik.
Tak berapa lama selang kemunculannya, Stephan El Shaarawy, nama dari bocah tersebut, menyedot perhatian dunia sepak bola. Tak hanya berkat penampilannya yang mencolok, namun kemampuannya di lapangan yang memang terhitung berkelas.
Berposisi sebagai penyerang, ia mampu melakukan segalanya, mulai dari mencetak gol, menciptakan peluang, dan melakukan dribel-dribel yang membuat bek lawan kocar-kacir. Digadang-gadang sebagai pesepak bola paling berbakat yang dimiliki Italia pada waktu itu, julukan Firaun Kecil (The Little Pharaoh) pun disematkan padanya, sebagai pertanda bahwa ia pun akan menjadi seorang penguasa sepak bola di kemudian harinya. Sayang, hingga saat ini, sang Firaun Kecil tak kunjung tumbuh besar.
Lahir dari seorang ayah berkewarganegaraan Mesir, Sabri El Shaarawy, dan ibu berdarah Swiss-Italia, Lucy El Shaarawy, Stephan El Shaarawy menghabiskan masa kecilnya dengan cukup nyaman di daerah Savona, bagian utara dari Italia.
Ketika berumur 14 tahun, El Shaarawy bergabung dengan akademi sepak bola Genoa, yang terletak tak jauh dari Savona. Hanya butuh dua tahun baginya untuk kemudian tampil bersama tim senior Genoa. Saat itu, tepatnya di tahun 2008, pemain kelahiran tahun 1992 tersebut baru berusia 16 tahun lewat 55 hari, dan menjadikannya pemain kedelapan termuda yang melakukan debut di Serie A. Sayang, selang dua tahun, ia hanya mencatatkan total tiga pertandingan bersama tim senior Genoa.
Di musim 2010/2011, El Shaarawy harus rela dipinjamkan ke klub Serie B, Padova, namun, pada akhirnya, keputusan tersebut adalah keputusan yang tepat bagi sang penyerang sendiri. Bersama Padova, sang Firaun Kecil berhasil menjadi pemain kunci, dan ia pribadi berhasil menggondol trofi pemain terbaik Serie B.
Di lain pihak, ia juga membantu Padova untuk masuk ke fase final play-off Serie B demi memperebutkan tiket promosi ke Serie A. Sayang, klub yang berbasis di Venice itu kalah oleh Novara. Meskipun begitu, kepergian sementara El Shaarawy ke Padova mengundang berkah bagi dirinya sendiri.
Di awal musim 2011/2012, El Shaarawy diakuisisi oleh Milan dengan biaya transfer senilai 10 juta euro plus Alexander Merkel yang dikirim ke Genoa. Sang Firaun Kecil melakoni debutnya di laga menghadapi Napoli yang berujung pada kekalahan timnya. Hingga paruh musim, El Shaarawy hanya melakoni total enam pertandingan, dan beredar wacana untuk meminjamkannya kembali ke klub yang lebih kecil demi mendapatkan menit bermain.
Namun, Allegri dan juga wakil presiden Milan saat itu, Adriano Galliani, memercayakan El Shaarawy untuk tetap berada di Milan. Kepercayaan itu pun akhirnya terbayarkan, sebab di akhir musim, pemain yang juga sering dipanggil El Sha ini mencatatkan total empat gol dari 28 pertandingan.
Musim 2012/2013 menjadi musim terbaik El Sha. Di musim tersebut, Il Rossonerri harus kehilangan juru gedor andalan mereka, Zlatan Ibrahimovic, yang pergi untuk menjadi raja di Prancis. Meskipun begitu, Allegri memutuskan untuk memberi kepercayaan sepenuhnya kepada El Shaarawy untuk menggantikan peran Ibrahimovic.
Posisi El Shaarawy kerap kali digeser ke tengah untuk memaksimalkan potensi finishing-nya. Terbukti, El Shaarawy langsung moncer. Memasuki paruh musim, pemain yang lekat dengan nomor punggung 92 tersebut tercatat sebagai top skor di Serie A dengan 14 gol, dan juga sebagai top skor klubnya di semua kompetisi dengan torehan 16 gol. Kontrak baru pun disodorkan pihak manajemen Milan di bulan Februari. Sayangnya, setelah paruh musim kedua berjalan, performa The Little Pharaoh anjlok. Namun, ia berhasil mencatatkan total 17 gol dari 38 pertandingan.
Meskipun begitu, dua musim berikutnya ia jalani dengan tidak baik di Milan. Cedera menjadi penghalang terbesar kebintangan pemuda yang mempunyai model rambut menarik ini. Ia menderita cedera patah kaki di musim 2013/2014 yang membuatnya harus menjalani operasi. Akibatnya, ia harus terpaksa absen selama total 111 hari. Musim berikutnya, giliran metatarsal (telapak) El Shaarawy yang harus retak. Total di dua musim tersebut, ia hanya mencatatkan 25 pertandingan!
Baca juga: Dari Filippo Inzaghi hingga Andrea Conti: Pemain AC Milan yang Menepi Lama
Dampaknya, di musim 2015/2016, El Shaarawy dipinjamkan ke klub besar Ligue 1 Prancis, AS Monaco. Namun, periode peminjamannya di juara Ligue 1 musim lalu ini tidak berjalan menyenangkan. El Shaarawy memang berhasil mencatatkan 24 penampilan hingga akhir November. Namun, jelang bursa transfer musim dingin di bulan Januari, El Shaarawy tiba-tiba dialienasi dari skuat.
Dilansir, hal ini dilakukan manajemen Monaco mengingat ada klausul di kontrak sang pemain yang menyatakan bahwa apabila El Shaarawy bermain 25 kali untuk Monaco, ia akan otomatis mendapatkan kontrak permanen.
Pada akhirnya, di bulan Januari 2016, El Shaarawy pulang ke Italia. Namun, ia tidak bergabung kembali bersama Milan, melainkan kembali dipinjamkan ke AS Roma, klubnya saat ini. Awal musim 2016/2017, Roma kemudian mempermanenkan kontrak El Shaarawy. Pada dasarnya, kemampuannya hampir tak berubah sama sekali, namun, jarangnya menit bermain yang diberikan membuatnya tak mampu memamerkan kemampuan tersebut.
Kini, bersama klub dari ibu kota Italia ini, El Shaarawy mengusung misi untuk kembali mendapatkan kejayaannya yang sempat tertinggal. El Shaarawy tentu masih memiliki kesempatan, untuk bertransformasi menjadi Firaun sesungguhnya.
Happy birthday, El Sha!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket