Nasional Bola

Nelson Alom: Tentang Dosa yang (Tidak) Terlupakan

Final Liga Super Indonesia (ISL) 2014. Persipura Jayapura berhadapan dengan Persib Bandung di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring. Pertandingan berakhir imbang di waktu normal, hingga mesti dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu, bahkan harus terus dilanjutkan babak adu penalti. Empat penendang Persib berhasil menuntaskan tugasnya dengan baik, lalu kemudian tiba giliran penendang keempat Persipura untuk mengeksekusi tendangan penalti.

Setelah Boaz Solossa, Feri Pahabol, dan Robertino Pugliara, alih-alih memilih pemain yang berpengalaman untuk mengeksekusi penalti, Mettu Duaramuri, caretaker Persipura kala itu, justru menjatuhkan pilihan sebagai penendang keempat kepada gelandang yang kala itu berusia 22 tahun, Nelson Alom. Padahal di lapangan masih ada para pemain senior lain seperti Ruben Sanadi, Tinus Pae, dan gelandang asing asal Korea, Lim Joon-sik.

Tekanan begitu besar bisa jadi memengaruhi pemain ini. Ekseskusinya tidak terlalu kencang dan menuju arah yang mudah dibaca oleh kiper lawan. Cerita selanjutnya sudah diketahui, Achmad Jufriyanto yang menjadi eksekutor kelima Persib kemudian berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Nelson Alom menjadi pesakitan dalam cerita indah keberhasilan Persib memupus dahaga gelar juara mereka selama hampir dua dekade.

Para penggemar Persipura tentu hingga saat ini masih ada rasa mengganjal soal keputusan coach Mettu di malam itu untuk memilih Nelson Alom sebagai penendang keempat. Situasi kala itu rasanya bukan saat yang tepat untuk membebani pemain muda dengan tekanan sedemikian dahsyat. Bisa jadi Jacksen saat itu melakukan perjudian yang sangat besar.

Meskipun sebenarnya, bermain di partai final sekelas kompetisi Liga Super Indonesia bukan sesuatu yang tidak biasa bagi seorang Nelson Alom. Ia merupakan salah satu pemain yang masuk kategori Persipura Royals, di mana kariernya berjalan dengan mulus di Mutiara Hitam. Selepas membela tim PON Papua pada tahun 2012, ia kemudian bermain untuk tim senior Persipura. Ini merupakan rute yang hampir serupa dengan yang dialami pemain-pemain seperti Boaz Solossa, Gerald Pangkali, dan Christian Warobay.

Perjalanan karier Nelson Alom menunjukan bahwa kualitas permainannya memang diakui. Ia merupakan gelandang perebut bola dengan tenaga yang luar biasa. Gaya bermainnya mirip dengan Hariono ketika muda. Selain soal tenaga, yang berbeda adalah Nelson bisa menembak bola. Anda bisa membuka rekaman pertandingan di mana Nelson mencetak gol sensasional ke gawang Sriwijaya FC melalui sepakan jarak jauh.

Apa yang dilakukan Nelson di final ISL 2014 bisa saja menjadi dosa yang tidak terlupakan, karena Nelson membuat Persipura kehilangan gelar juara. Tetapi mental pemenang anak-anak Papua memang tidak usah diragukan lagi. Dua tahun kemudian, Nelson Alom menjadi bagian penting kesuksesan Persipura meraih gelar juara Torabika Soccer Championship 2016.

Ia bermain reguler di musim tersebut, bahkan sempat membuat gelandang senior, Manu Wanggai, kehilangan tempatnya di tim utama. Keberhasilan yang membuat para penggemar Persipura boleh melupakan kesalahan yang ia lakukan di final ISL tahun 2014.

Yang terjadi selama tiga tahun ke belakang, menjadi pesakitan, lalu membantu Persipura meraih gelar juara. Tentu bukan sesuatu yang pernah dibayangkan oleh Alom yang lahir di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, pada 27 Oktober 1990.

Selamat ulang tahun, Nelson Alom! Sioo!

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia