Nama Rudolof Yanto Basna meroket ketika ia berhasil membawa timnya kala itu, Mitra Kukar, menjadi juara di Piala Jenderal Sudirman tahun 2015 lalu. Bek asal Papua tersebut tampil luar biasa sepanjang turnamen, hingga kemudian dianugerahi gelar pemain terbaik. Banyak yang menyangka ia merupakan pemain asing, ada pula yang menyangka bahwa ia merupakan pemain berpengalaman. Padahal, nyatanya ia adalah putra asli Papua dan kala itu masih berusia 20 tahun.
Baca juga: Lima Pemain Papua yang Sukses di Luar Pulau
Seakan sebuah kisah cinderela, Basna kemudian direkrut oleh tim kaya raya, Persib Bandung. Namanya semakin dikenal, hingga kemudian dipanggil untuk memperkuat Indonesia di Piala AFF 2016. Dua tahun sejak kesuksesan di Piala Jenderal Sudirman, nama Yanto Basna seakan menghilang dari peredaran.
Diprediksikan akan menjadi rekan duet Hansamu Yama Pranata untuk skuat Indonesia di SEA Games 2017, Basna nyatanya tidak mendapatkan panggilan untuk bergabung. Ia sempat mengikuti seleksi tahap awal, namun ia tidak berhasil melajut ke tahap selanjutnya. Pelatih Luis Milla kemudian lebih memilih Ricky Fajrin, Ryuji Utomo, dan Andy Setyo untuk menemani Hansamu di jantung pertahanan tim.
Nama Yanto Basna seakan tenggelam seiringan dengan kemunculan bek-bek muda lain di kompetisi reguler. Apa sebab? Permasalahan utama boleh jadi disebabkan karena tim yang dibela Basna saat ini, Sriwijaya FC, tidak tampil terlalu baik di liga. Bahkan mereka sempat berada di posisi kritis dan sangat dekat dari jurang degradasi.
Sebenarnya penyebab menurunnya penampilan Basna sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2016 lalu. Jadi, fenomena yang terjadi sekarang bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja atau tiba-tiba. Terkait permasalahan psikologis tersebut yang membuat permainan dari seorang Basna kemudian mengalami penurunan.
Harus diakui bahwa ada gegar atau kekagetan yang besar ketika Basna yang sebelumnya bermain di tim yang berasal dari daerah, kemudian hengkang untuk bermain di tim seperti Persib yang memiliki sorotan media dan tekanan yang sangat tinggi. Apalagi kala itu, ia datang sebagai pemuda berusia 20 tahun. Tentu ini menjadi sesuatu yang sangat berat, mengingat ia juga sempat dimainkan sebagai bek kanan yang bukan merupakan posisi naturalnya.
Segala sesuatunya semakin sulit karena Basna tampil tidak begitu bagus di Piala AFF 2016. Ia dianggap menjadi salah satu penyebab Indonesia terlalu mudah kemasukan gol, meskipun bisa melaju hingga ke partai final. Bahkan sebelum kompetisi dimulai, Basna terlibat permasalahan dengan Arema FC yang kabarnya akan merekrutnya, hingga kemudian ia berlabuh di Sriwijaya FC.
Situasi di tim Laskar Wong Kito juga sangat sulit. Tim tidak tampil terlalu baik, terutama lini pertahanan. Basna mendapatkan tanggung jawab besar di jantung pertahanan, mengingat bek senior, Bio Pauline, ternyata tidak kunjung fit. Mengemban peran besar di tim yang sedang dalam kondisi tidak terlalu baik tentunya merupakan sesuatu yang sangat menyulitkan, apalagi bila Anda merupakan seorang pemain muda.
Fenomena yang terjadi kepada seorang Yanto Basna selama setahun ke belakang akan memberikan pengaruh baik negatif maupun positif. Boleh jadi serangkaian kejadian berat yang diterima akan membuatnya menjadi sulit berkembang. Tetapi justru di sisi lain, ini bisa menjadi ujian atau cara agar Basna menjadi pemain yang lebih baik lagi. Masalah-masalah yang menerpanya dalam setahun terakhir bisa saja menempa Basna untuk menjadi pesepak bola yang lebih baik lagi.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia