Untuk kurun waktu lima tahun ke belakang, Real Madrid akan selamanya diasosiasikan dengan nama Cristiano Ronaldo. Ia sosok alpha male, pemimpin kawanan untuk bertahan hidup. Namun, dalam kawanan tersebut, sosok pemimpin pun tak mungkin bekerja sendiri. Sosok pendamping bernama Karim Benzema, dengan kontribusi besar, terkadang di kesampingkan.
Seperti dalam senyap, secara tiba-tiba, Karim Benzema sudah mencetak 182 gol untuk Real Madrid. Jumlah yang sama, yang sudah ditorehkan oleh Pacio Gento, legenda El Real. Memang, jumlah golnya masih terpaut sangat jauh dari catatan Cristiano Ronaldo yang sudah mencapai 411 gol untuk Madrid. Namun jangan dilupakan bahwa Benzema yang mau bermain untuk tim juga punya peran penting.
Benzema datang ke Madrid dengan masih menyandang status pemain muda, dengan bakat besar. Di usia muda, ia sudah menjadi andalan Olympique Lyonnais. Proyeksi kedatangan Benzema kala itu adalah menjadi ujung tombak Madrid. Benzema datang bersama gerbong pemain mahal lainnya, yaitu Kaka dan tentu saja Ronaldo yang memecahkan rekor pemain termahal di dunia.
Pada dasarnya, Benzema adalah penyerang yang luwes. Ia bisa bermain melebar, terlibat dalam setiap proses membangun serangan di sisi lapangan. Penyerang asal Prancis tersebut pun bisa turun ke belakang dan menyediakan opsi umpan bagi rekan-rekannya. Caranya bermain membuat penyerang-penyerang sayap Madrid menjadi leluasa untuk bermain lebih ke dalam.
Saat itu, Benzema masih berbagi tempat dengan Gonzalo Higuain, yang sudah dua tahun lebih dahulu bergabung dengan Madrid. Keduanya beberapa kali bermain bersama, dan lebih banyak bermain bergantian. Keberadaan Raul Gonzalez juga membuat ketiganya harus mengalami yang namanya rotasi.
Ketika Benzema harus banyak duduk di bangku cadangan, Ronaldo mendapatkan kesempatan yang melimpah. Selain “obligasi tak tertulis” untuk selalu memainkan Ronaldo, pemain yang membuat Madrid menggelontorkan dana hingga 94 juta euro untuk memboyongnya dari Manchester United itu juga bermain dari posisi (penyerang) kiri.
Ronaldo tak punya pesaing untuk posisi penyerang kiri. Jika tidak cedera atau tengah menjalani larangan bermain, Ronaldo akan selalu bermain. Berbeda dengan Benzema, yang harus berbagi tempat dengan Higuain dan Raul. Situasi “sedikit” berubah ketika Raul, sang legenda itu, memutuskan hengkang ke Schalke, disusul Higuain merapat ke Napoli.
Posisi ujung tombang menjadi milik Benzema. Namun, meskipun bermain sebagai ujung tombak, Benzema tetap harus mengkakomodasi keberadaan dan cara bermain Ronaldo. Memang, Benzema punya kemampuan untuk bergerak ke samping, sehingga Ronaldo dapat masuk ke tengah. Sehingga, meski akhirnya bermain sebagai penyerang tengah, rekening gol Benzema tetap masih kalah dari pencapaian Ronaldo.
Keadaan tidak berubah ketika Gareth Bale dibeli Madrid dari Tottenham Hotspur. Cara bermain Bale mirip seperti Ronaldo. Bintang Wales tersebut banyak mengawali laga dari sisi kanan, untuk kemudian menusuk masuk ke tengah. Baik Bale maupun Ronaldo memaksimalkan kaki kuatnya ketika keduanya merangsek ke dalam kotak penalti.
Bagaimana dengan Benzema? Sama saja. Ia memang penyerang utama, namun tidak mutlak sebagai sosok yang selalu menikmati servis manis dari rekan-rekannya. Ia banyak menarik turun bek lawan, sehingga Ronaldo dan Bale mendapatkan kesempatan mencetak gol. Ia kembali “berkorban” untuk kepentingan tim.
Pengorbanan Banzema jelas harus diapresiasi. Kecerdikannya menarik bek lawan dan bermain di lini tengah membuat lini depan menjadi sangat dinamis. Trio BBC, Bale-Benzema-Cristiano, menjadi sangat berbahaya. Puncaknya tentu gelar Liga Champions di tahun pertama ketika Bale bergabung dengan Los Blancos.
Ketika Bale cedera panjang, pelatih-pelatih yang pernah menangangi Madrid membuat beberapa penyesuaian. Salah satunya adalah dengan menduetkan, atau setidaknya membuat Benzema dan Ronaldo bermain lebih berdekatan. Seperti duet, keduanya memimpin lini depan Madrid, dengan ditopang Isco Alarcon di belakang keduanya.
Baca juga: Kebangkitan Isco, Ketika Nasib Trio BBC Real Madrid Ada di Kakinya
Benzema perlu waktu beradaptasi, dan singkat saja. Seperti yang disinggung di paragraf pertama, Ronaldo adalah sosok alpha male, dengan karisma dan aura flamboyan yang akan selalu menonjol. Tak akan ada gunanya, misalnya, Benzema larut dalam egonya dan berusaha merebut posisi tersebut dari diri Ronaldo.
Benzema menyesuaikan kembali diri, menjadi rekan kerja yang baik bagi Ronaldo, dan tentu saja timnya. Ia masih mencetak gol, dan ia melakukannya cukup sering. Namun, sesering apapun Benzema mencetak gol, ruang berita utama adalah tetap milik Ronaldo.
Bahkan ketika keduanya akhirnya bermain bersama lagi setelah 133 hari dan Benzema menyamai rekor Paco Gento, pemberitaan media adalah tentang keberhasilan Ronaldo mencetak gol pertamanya di La Liga musim ini.
Benzema adalah sosok pemain yang perlu selalu ditulis dan diingat. Ia punya potensi untuk selalu menjadi protagonis di setiap laga. Namun ia juga menyadari bahwa keharmonisan tim perlu selalu dijaga.
Benzema bukan pemain sempurna, baik di lapangan maupun di kehidupan pribadinya. Namun ia adalah sosok yang selalu dibutuhkan tim mana saja. Yang bisa mengalah, memberi tempat, untuk bisa sukses bersama. Sosok pemain yang sudah seharusnya mendapatkan pujian selayak mungkin, seikhlas mungkin.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen