Eropa Spanyol

Makna Kecemasan di Balik Kabar Cedera Toni Kroos

Melawan Irlandia Utara, Toni Kroos bermain selama 90 menit. Setelah pertandingan, baru diketahui bahwa Kroos cedera pada tulang rusuknya. Sontak, aura kecemasan menguar, merambati situasi timnas Jerman. Bukan hanya Jerman saja yang risau. Pendukung Real Madrid tentu tengah berharap pemain andalannya tak cedera lama.

Dan doa pendukung Madrid terjawab. Lewat akun Twitter pribadinya, Kroos sendiri langung mengonfirmasi bahwa tak ada cedera parah yang perlu dikhawatirkan. “Tidak ada cedera baru, jangan khawatir. Hanya perlu melakukan perawatan pada masalah tulang rusuk yang saya rasakan minggu lalu,” kicau Kroos menenangkan para suporter Madrid dan Jerman.

Konfirmasi langsung dari Kroos tentu sungguh menenangkan, terutama untuk pendukung Madrid. Timnas Jerman sendiri sudah memutuskan tidak akan memainkan mantan pemain Bayern München tersebut dalam lanjutan penyisihan Piala Dunia 2018. Selain sudah memastikan lolos ke Rusia 2018, lawan Jerman di atas kertas terbilang ringan.

Kecemasan, lalu kelegaan yang dirasakan pendukung Madrid tentu sangat beralasan. Bagi Los Blancos, Kroos memberikan keseimbangan antara bertahan dan menyerang. Bersama Casemiro dan Luka Modric, Kroos membentuk trio gelandang paling seimbang di dunia. Ketika ketiganya berada pada puncak performa, Madrid siap meladeni segala rupa lini tengah tim mana saja di dunia.

Maka, ketika seorang pemain cedera, mencari pengganti adalah langkah minimal yang bisa dilakukan. Untuk masalah Kroos, aksi tersebut tak bisa begitu saja dilakukan. Inilah yang membuat aura kecemasan itu terasa ketika timnas Jerman mengonfirmasi cedera Kroos. Setidaknya, ada dua alasan dasar yang membuat Kroos tak bisa diganti begitu saja.

Cara bermain yang (sedikit) berbeda

Jika Kroos cedera, setidaknya ada tiga pemain yang bisa menggantikan dirinya. Mereka adalah Dani Ceballos, Mateo Kovacic, dan Marcos Llorente. Jika Zinedine Zidane menggunakan tenaga Ceballos dan Kovacic, rasa lini tengah Madrid akan berubah, meski tidak selalu dalam artian negatif. Perbedaan yang lebih sedikit akan terasa ketika Llorente yang mendapatkan kesempatan.

Baik Ceballos maupun Kovacic punya kebiasaan yang sama. Keduanya punya dasar olah bola yang sangat baik. Oleh sebab itu, ketika mendapatkan kesempatan, keduanya tak canggung untuk mempertahankan penguasaan bola dengan giringan. Pun, keduanya cukup tahan dengan tekanan lawan, sehingga giringan yang mereka lakukan terlihat “aman”.

Perbedaan keduanya ada pada posisi bermain. Ceballos lebih condong ke depan, sebagai gelandang serang, sedangkan Kovacic fasih bermain di tengah lapangan, atau sebagai gelandang bertahan.

Nah, perbedaan keduanya dengan Kroos adalah pada kebiasaan yang disebut di atas. Kroos (terlihat) bermain sangat sederhana. Jika dirata-rata, mungkin hanya tiga detik ia menguasai bola. Gelandang berambut pirang tersebut ingin sirkulasi bola Real Madrid terus berjalan. Umpan-umpan pendek yang menjadi andalannya sangat akurat.

Meski terlihat sangat sederhana, umpan-umpan pendek yang dilakukan Kroos bermakna luas. Tak hanya soal memindahkan bola dari ke kaki kawan, melainkan mencegah lawan bisa merebut penguasaan di wilayah Madrid. Risiko ini akan semakin membesar ketika Ceballos dan Kovacic yang bermain. Kegemaran melakukan penetrasi dengan menggiring bola bisa merugikan.

Bagaimana dengan Llorente? Posisi asli pemain berusia 22 tahun ini adalah gelandang bertahan. Llorente sebenarnya diproyeksikan menjadi cadangan Casemiro. Namun, meliat cara bermainnya, Llorente justru bisa menjadi pemain paling tepat untuk mengisi tempat Kroos. Bagi pembaca yang belum akrab dengan nama Marcos Llorente, silakan simak video di bawah ini:

Kebiasaan bermain sebagai gelandang bertahan membuat seleksi umpan Llorente menjadi lebih sederhana. Ia juga tidak mau repot menggiring bola ketika situasi tidak menguntungkan. Sebuah kebiasaan yang juga sering ditunjukkan Kroos. Nah, ketika situasi menguntungkan terjadi, Llorente punya teknik olah bola yang cukup dan bisa dimaksimalkan untuk keluar dari tekanan lawan.

Jika hendak mempertahankan keseimbangan lini tengah, Llorente adalah pilihan yang aman. Risiko yang bisa terjadi adalah kekuatan menyerang Madrid mungkin akan sedikit menurun. Selama ini, Kroos sering melepas umpan silang maupun vertikal datar untuk membongkar lini lawan. Llorente mungkin tak bisa melakukannya dengan sempurna, meski punya dasar yang membantu.

Situasi negatif

Usaha mengganti Kroos bukan aksi yang mudah karena masalah situasi Madrid saat ini. Di awal musim 2017/2018 ini, terutama di La Liga, Madrid tak menunjukkan level permainan sebaik paruh akhir musim lalu.

Dari tujuh pertandingan, Madrid baru mengumpulkan 14 poin, dengan rincian empat kemenangan, dua hasil imbang, dan satu kekalahan. Hasilnya, Madrid duduk di posisi kelima dan tertinggal tujuh poin dari Barcelona di puncak klasemen. Hasil-hasil buruk ini membuat Zidane tak bisa dengan mudah memainkan pemain muda di semua pertandingan.

Betul, Kovacic, Ceballos, dan Llorente masih dalam kategori “pemain muda”, atau setidaknya “bukan pemain utama”. Tekanan yang semakin berat karena rentetan kekalahan tentu tidak sehat untuk perkembangan pemain muda. Zidane akan selalu menuntut permainan yang sempurna, terutama dari para pemain tim utama. Oleh sebab itu, membebankan situasi negatif kepada pemain-pemain ini harus dilakukan bertahap. Ketiganya memerlukan waktu.

Namun ada satu “berkah di balik bencana”, kelak ketika Kroos berhalangan. Pada waktunya memang, cepat atau lambat, baik Ceballos maupun Llorente akan menjadi tulang punggung Madrid. Keduanya akan menghadirkan kesegaran di tengah skuat yang pada dasarnya sudah istimewa. Tentu, dengan risiko yang perlu dipertimbangkan.

Pada akhirnya, keberadaan Kroos sangat vital untuk Madrid. Menggantinya bukan hanya soal urusan pemain A digantikan pemain B. Perlu diperhitungkan juga soal cara bermain dan situasi klub saat ini. Namun yang pasti, kedalaman skuat Madrid sangat baik. Bangku cadangan dihuni tak hanya pemain muda, namun juga berkualitas.

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen