Tim akademi merupakan bagian integral dari suatu klub sepak bola. Tim akademi dapat dikatakan sebagai fondasi dari sebuah klub sepak bola untuk keberlangsungan dalam jangka panjang. Selain untuk sumber daya manusia, memiliki akademi yang mapan akan mempermudah klub-klub untuk mematuhi aturan homegrown.
Di kompetisi tingkat benua di Eropa, aturan homegrown ini diterapkan dengan cara mendaftarkan empat pemain yang dihasilkan oleh tim usia muda klub tersebut. Khusus di Inggris, aturan homegrown ini mulai diterapkan, yang mana satu klub wajib mendaftarkan delapan pemain yang menghabiskan pendidikan sepak bola di Inggris tiga tahun sebelum ia berumur 21.
Dengan memiliki akademi yang mumpuni, tentu mudah untuk mengikuti aturan ini. Tentu tak hanya berguna untuk aturan homegrown saja, mestinya, menggunakan pemain dari akademi sendiri menjadi kebanggaan tersendiri bagi suatu klub ketimbang membeli pemain dengan harga mahal dari klub lain. Secara tak langsung juga, memiliki akademi klub yang mapan berarti membantu negara tempat klub tersebut bernaung untuk mencari bakat-bakat untuk tim nasional sepak bolanya.
Beberapa klub besar di Eropa sudah memiliki akademi yang benar-benar mapan, seperti La Masia yang dimiliki Barcelona, atau La Fabrica punya Real Madrid. Di Inggris, Manchester United mungkin dapat dikatakan sebagai klub dengan akademi yang paling baik. Di lain hal, klub-klub kaya seperti Manchester City dan Chelsea, biasanya tidak lekat dengan pemain jebolan tim muda sendiri.
Meskipun begitu, salah apabila mengatakan klub-klub dengan kantong tebal tersebut tidak menghasilkan lulusan yang baik dari akademinya. City memiliki nama-nama seperti Jadon Sancho yang dilepas ke Borussia Dortmund, Brahim Diaz yang tak kunjung mendapat kesempatan, dan Pablo Maffeo yang menonjol bersama Girona.
Nasib Chelsea lebih beruntung, The Blues memiliki begitu banyak jebolan akademi yang cemerlang. Namun, sial bagi pemain-pemain muda tersebut, meski memiliki talenta, amat sulit sepertinya untuk menembus tim utama Chelsea.
Akademi Chelsea memiliki kualitas yang sebenarnya di atas rata-rata. Ini dibuktikan oleh prestasi yang mereka mampu raih dalam beberapa tahun terakhir. Tim akademi Chelsea yang saat ini diasuh oleh Jody Morris, yang juga merupakan lulusan akademi Chelsa, ini berhasil menjuarai Liga Junior UEFA dua tahun berturut-turut, dan menjuarai Liga Primer Inggris U-18 musim lalu. Yang fenomenal adalah, FA Cup Junior empat kali berturut-turut dari tahun 2014 hingga 2017! Sebuah prestasi yang sangat mengesankan.
Meskipun begitu, saat ini, di skuat utama Chelsea, hanya ada nama Andreas Christensen dan Charly Musonda yang merupakan jebolan akademi klub. Bukan berarti pemain lain memang tidak berkualitas, karena toh buktinya, banyak sekali jebolan akademi Chelsea selepas kedatangan Roman Abramovich yang menjadi andalan di klub-klub lain.
Melansir cuitan milik Sam Tighe, jurnalis dari Bleacherreport, ada tujuh jebolan tim akademi Chelsea yang menjuarai Liga Junior UEFA 2015, yang sekarang berkiprah di klub-klub Liga Primer Inggris. Mereka adalah Christensen dan Musonda (Chelsea), Ruben Loftus-Cheek (Crystal Palace), Tammy Abraham (Swansea), Izzy Brown (Brighton & Hove Albion), Dominic Solanke (Liverpool), dan Kasey Palmer (Huddersfield).
Selain nama-nama peraih trofi Liga Junior UEFA 2015 ini, masih ada nama lain seperti Nathaniel Chalobah (Watford) dan Nathan Ake (Bournemouth). Belum lagi menyebtkan pemain yang saat ini bermain di luar negeri untuk mendapatkan tempat utama seperti Bertrand Traore (Lyon).
Memang, beberapa di antara pemain tersebut hanya berstatus sebagai pinjaman, jadi suatu waktu masih mungkin untuk mendapat kesempatan di Chelsea, seperti yang kini dinikmati oleh Christensen dan Musonda. Beberapa nama seperti Loftus-Cheek dan Abraham mungkin yang paling berpeluang untuk mengikuti jejak Christensen dan Musonda.
Namun, bukan berarti hal tersebut akan berjalan dengan mudah. Memang, Antonio Conte sempat berjanji untuk memasukkan lulusan tim junior Chelsea ke tim utama, namun hanya apabila pemain tersebut memilik kemampuan luar biasa.
Dikutip dari Standard, Conte merujuk pada keputusannya untuk mengorbitkan Paul Pogba ketika masih menukangi sebagai bukti bahwa ia memang mampu untuk mengakomodir pemain muda. Masalahnya, gelandang Manchester United itu memang memiliki talenta di atas rata-rata. Selain itu, Conte juga menambahkan bahwa timnya tidak memiliki kesempatan untuk bersaing mendapatkan trofi apabila mengandalkan pemain akademinya. Perkataan pelatih asal Italia ini menjadi sinyal yang kurang baik bagi pemaain-pemain akademi Chelsea saat ini.
Mungkin perkataan Conte ada benarnya, mengingat klub-klub lainnya juga mengeluarkan uang banyak untuk membeli talenta yang sudah jadi. Akan tetapi, Chelsea sendiri saat ini sepertinya membutuhkan suntikan tenaga dari para pemain akademi tersebut. Loftus-Cheek mungkin dapat membantu lini tengah Chelsea yang saat ini hanya menyisakan Cesc Fabregas, N’Golo Kante, dan Tiemoue Bakayoko selepas kepergian Nemanja Matic dan belum fitnya Danny Drinkwater.
Sementara, tenaga Abraham mungkin dibutuhkan setelah Alvaro Morata cedera dan Conte hanya memiliki Michy Batshuayi untuk mengisi pos penyerang tengah. Conte sendiri yang mengatakan bahwa ia akan memberikan menit tampil bagi pemain mudanya apabila ada kesempatan. Yang menjadi masalah adalah, kesempatan seharusnya diciptakan, bukan ditunggu hingga datang.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket