Di bawah era Sergio Cragnotti pada tahun 1990-an silam, Lazio adalah klub yang sangat diperhitungkan kiprahnya di kompetisi Serie A. Berjubelnya para pemain berkualitas, mulai dari Paolo Negro, Alessandro Nesta, Roberto Mancini, Sinisa Mihajlović, Marcelo Salas, hingga Juan Sebastian Veron plus keberadaan Sven-Goran Eriksson di bangku pelatih, menggamit prestasi adalah keniscayaan.
Tercatat, pada masa itu Lazio memang sukses membawa pulang masing-masing sepasang trofi Piala Italia dan Piala Super Italia serta sebiji titel Scudetto, Piala Winners, dan Piala Super Eropa.
Nahas, selepas era Cragnotti, performa I Biancoceleste yang dikomandoi Claudio Lotito menukik tajam. Dari sebuah tim kuat yang siap bersaing memperebutkan titel juara, Lazio malah berubah wujud jadi tim papan tengah yang saban musim hanya mengincar tiket lolos ke kompetisi Eropa.
Kondisi bangkrut yang ditinggalkan Cragnotti memaksa Lotito untuk berpikir keras supaya klub ini bisa tetap eksis. Salah satu jalan yang ditempuh adalah penghematan besar-besaran demi menyeimbangkan neraca keuangan walau hal ini juga berisiko klub akan kesulitan tampil kompetitif karena sumber daya yang pas-pasan.
Ajaibnya, di tengah program ketat yang diimplementasikan Lotito tersebut, Gli Aquilotti masih sanggup mencaplok empat buah silverwares, masing-masing berupa dua Piala Italia dan Piala Super Italia.
Prestasi teraktual yang mampu dicomot oleh rival sekota AS Roma ini sendiri berwujud Piala Super Italia 2017 yang mereka dapatkan usai menumbangkan Juventus dengan skor 3-2 pada bulan Agustus kemarin.
Pencapaian apik itu sendiri makin mengatrol nama Simone Inzaghi, mantan pemain Lazio dalam kurun 1999-2010 silam, yang menjabat sebagai pelatih sejak musim 2016/2017 kemarin. Berbekal pemain-pemain sekelas Felipe Anderson, Stefan de Vrij, Senad Lulić, Ciro Immobile, Sergej Milinković-Savić sampai Marco Parolo, adik kandung Filippo Inzaghi ini memang cukup sukses mengeluarkan potensi terbaik yang dimiliki Gli Aquilotti.
Di musim lalu, tanpa diduga-duga sebelumnya, Inzaghi justru sanggup mengantar tim asuhannya finis di peringkat lima Serie A sekaligus merebut satu tiket ke ajang Liga Europa. Tak sampai di situ, Immobile dan kawan-kawan juga berhasil menembus babak final Piala Italia walau akhirnya keok dari tangan Juventus.
Manisnya lagi, performa individual dari sejumlah pemain juga tampak meningkat selama diasuh oleh Inzaghi. Immobile terlihat tajam kembali dengan terus menciptakan gol, Keita Baldé Diao (kini di AS Monaco) makin naik daun sebagai winger muda berkemampuan lengkap, Milinković-Savić begitu andal menjadi motor penggerak dari lini tengah, serta De Vrij yang semakin matang dalam menggalang lini pertahanan merupakan contoh nyata dari sentuhan Inzaghi.
Salah satu hal yang paling mencolok dan terlihat berubah dari Lazio setelah Inzaghi menjabat sebagai pelatih adalah corak permainan mereka yang kini jauh lebih ofensif. Bukti sederhananya bisa sama-sama kita lihat dari jumlah gol Lazio di Serie A 2016/2017 yang mencapai 74 gol.
Performa gemilang yang disuguhkan Lazio pada musim lalu itu tampaknya bukan suatu hal mustahil untuk direplikasi pada musim ini. Meski kehilangan Lucas Biglia, Keita, dan Wesley Hoedt yang dilego ke tim-tim lain, Inzaghi mendapat pengganti yang cukup berkualitas dalam wujud Felipe Caicedo, Lucas Leiva, Adam Marušić, hingga Luis Nani.
Benar saja, kombinasi pemain-pemain lawas dengan sejumlah nama baru itu membuat permainan Lazio di musim ini jadi semakin menjanjikan. Di kompetisi Serie A, saat ini Gli Aquilotti nyaman duduk di peringkat empat usai membukukan empat kemenangan, sekali seri, dan sekali kalah.
Sementara di ajang Liga Europa, Lazio yang tergabung bersama OGC Nice (Prancis), Vitesse Arnhem (Belanda) dan Zulte Waregem (Belgia) di Grup K juga mempertontonkan performa memuaskan. Secara mantap, anak asuh Inzaghi berhasil mengemas poin maksimal dari dua laga yang telah mereka lakoni.
Dengan tren positif semacam ini, moral para penggawa Lazio dan juga pendukung setianya pastilah meninggi. Jika sanggup meneruskan penampilan gemilang seperti ini plus tak ada penggawa pilarnya yang dihantam cedera, kemungkinan bagi Lazio untuk mencaplok prestasi juga semakin terbuka lebar. Misalnya saja finis di papan atas Serie A dan lolos ke Liga Champions atau bahkan menjadi kampiun di ajang sekelas Piala Italia maupun Liga Europa.
Terkesan muluk? Jelas tidak. Sebab tim kesayangan Laziale ini memang punya kualitas yang cukup mumpuni untuk menggapai torehan gemilang seperti itu. Yakinlah bahwa Lazio musim ini bukanlah tim yang sama dengan tiga atau empat musim lalu.
Saya pun percaya, di musim ini Lazio bersama Simone Inzaghi akan menunjukkan pesona terbaiknya bagi para pencinta sepak bola, khususnya Serie A. Mereka akan bertingkah laksana seorang gadis cantik yang bakal membuat mata siapa saja enggan untuk berpaling sehingga status sebagai tim kuat yang layak untuk diperhitungkan bisa kembali didapat.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional