Eropa Italia

Vincenzo Montella yang Berada di Persimpangan Jalan

Mendapat kesempatan menangani klub sekelas AC Milan tentu bisa membuat banyak pelatih sepak bola merasa amat bersyukur sekaligus beruntung. Sebab kita pun sama-sama menyadari bahwa tim yang punya koleksi tujuh gelar Liga Champions ini adalah salah satu klub yang memiliki nama besar dan prestasi menjulang baik di kompetisi domestik, regional hingga internasional.

Barangkali, perasaan ini juga yang ada di dalam benak Vincenzo Montella tatkala dirinya ditunjuk oleh manajemen I Rossoneri sebagai pelatih anyar per musim kompetisi 2016/2017 lalu. Sederhananya, kesempatan ini adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu Montella buat membuktikan kapabilitasnya usai menimba ilmu terlebih dahulu bareng klub-klub lain yang nama besarnya sedikit di bawah Milan semisal Fiorentina dan Sampdoria.

Keberhasilan merengkuh trofi Piala Super Italia 2016 plus lolos ke ajang Liga Europa musim 2017/2018 setelah finis di peringkat enam Serie A 2016/2017, juga membuat hati pihak manajemen serta Milanisti larut dalam kegembiraan. Setidaknya, klub yang mereka cintai mulai menunjukkan grafik positif di bawah arahan Montella usai bobrok selama beberapa musim. Wajar apabila Montella kemudian disebut-sebut sebagai figur yang paling tepat untuk menangani I Rossoneri.

Akan tetapi, selayaknya menangani klub dengan nama besar lainnya, beban dan ekspektasi akan selalu hidup di pundak para pelatih. Persoalan ini pula yang kini terus memanaskan kursi yang diduduki Montella.

Alasannya sederhana, dengan pencapaian yang cukup baik di musim kemarin, kubu manajemen dan para Milanisti di penjuru planet Bumi pun semakin berharap lebih padanya. Apalagi manajemen I Rossoneri juga telah membuat satu manuver ekstrem selama bursa transfer musim panas kemarin dengan menghabiskan 200 juta euro lebih untuk memboyong banyak nama-nama baru ke dalam skuat.

Berbekal pemain-pemain berharga mahal dan punya kualitas yang mungkin lebih apik, dirasa bakal membuat pekerjaan Montella dalam meramu strategi akan berjalan lebih mudah. Tujuan untuk membuat Milan jadi semakin kompetitif pun takkan jadi hal yang rumit.

Tapi sialnya, manajemen dan suporter Milan seolah alpa dan tak mau tahu bahwa memiliki banyak penggawa baru juga mengharuskan proses adaptasi yang lebih cepat. Bukan hanya tentang bagaimana pemain-pemain baru itu semakin menyatu dengan iklim di klub barunya, tapi juga bagaimana Montella bisa memaksimalkan tenaga-tenaga itu agar sesuai dengan idenya.

Siapapun orang, sebanyak apapun titel juara yang sudah dimilikinya, figur-figur yang duduk di bangku pelatih tentu memiliki sebuah ide tersendiri yang diyakini dan dianutnya. Hal ini pula yang pastinya dimiliki Montella.

Usai melakoni start yang cukup apik di kompetisi Serie A dan Liga Europa musim 2017/2018, pelan tapi pasti ada sedikit masalah yang menyeruak di dalam tubuh tim. Utamanya akibat hasil-hasil negatif yang didapat oleh Gianluigi Donnarumma dan kawan-kawan. Tercatat, mereka sudah kalah dua kali, masing-masing dari Lazio (1-4) dan Sampdoria (0-2).

Dua kekalahan tersebut membuat Milanisti geram. Dukungan yang mereka perlihatkan di awal musim kini mulai berbaur dengan cibiran yang menyebut Montella adalah figur yang tidak cocok melatih skuat penuh bintang seperti Milan.

Media-media pun ikut mengambil tempat dalam friksi ini dengan menyebut bahwa manajemen I Rossoneri telah menghubungi sejumlah nama pelatih seperti Antonio Conte dan Walter Mazzarri, untuk menggantikan Montella jika tak ada perbaikan yang signifikan dalam beberapa pekan mendatang.

Secara langsung, kondisi ini pasti akan memengaruhi psikis lelaki yang saat aktif bermain dahulu sempat membela Sampdoria dan AS Roma tersebut. Baru-baru ini, secara mengejutkan Montella memilih untuk berpisah dengan salah seorang staf kepelatihannya, Emanuele Marra, yang selama ini jadi salah satu orang kepercayaan pria berumur 43 tahun itu semenjak menekuni dunia kepelatihan.

Montella beralasan jika keputusan untuk berpisah dengan Marra adalah hasil evaluasi yang dilakukannya secara intensif terkait kondisi fisik pemain-pemainnya yang harusnya bisa lebih ditingkatkan lagi dan Marra, mungkin saja, dianggap Montella gagal melakukan hal tersebut sehingga penampilan I Rossoneri jeblok di dua partai terakhirnya.

Keputusan ini tentu saja mengagetkan banyak pihak, tak terkecuali bagi Milanisti. Berondongan kritik pun menghujani Montella karena menyebut bahwa bukan ini yang sebenarnya dibutuhkan oleh tim, namun lebih pada kejelian sang pelatih tatkala menerapkan strategi dalam bermain.

Sudah menjadi rahasia umum apabila banyak Milanisti yang menganggap bahwa tim kesayangan mereka musim ini lebih cocok bermain dengan pola tiga bek karena kemampuan Leonardo Bonucci, akan lebih terlihat dengan skema tersebut. Pun begitu dengan keputusan Montella yang lebih suka memainkan Fabio Borini di lini serang ketimbang rekrutan mahal asal Portugal, Andre Silva.

Walau sekali lagi, sehebat apapun pendukung suatu kesebelasan mengemukakan pendapatnya, pelatih-pelatih itu jelas punya pemahaman yang lebih akan skuat yang diasuhnya. Montella pasti memiliki alasan, mengapa sampai saat ini dirinya masih enggan menggunakan jasa Silva.

Saya pun sedikit teringat pada kasus Gabriel Barbosa di kubu Internazionale Milano musim lalu. Datang dengan hype luar biasa, nyatanya pemain asal Brasil itu tak mendapat kepercayaan dari para pelatih I Nerazzurri, mulai dari Frank de Boer, Stefano Pioli maupun caretaker, Stefano Vecchi. Namun yang pasti, itu berkaitan dengan sikap dan adaptasi Barbosa. Mungkin saja, situasi ini juga yang tengah terjadi di antara Montella dan Silva.

Munculnya masalah yang bertubi-tubi ini, plus tekanan yang pastinya datang dari pihak manajemen klub, bisa saja membuat kepala sosok berjuluk L’Aeroplanino ini pusing. Ada begitu banyak hal yang mesti diselesaikannya dalam satu langkah walau pada kenyataannya, membenahi Milan bukanlah pekerjaan yang bisa dibereskan dalam satu malam.

Jika keputusan Montella tak lagi bekerja sama dengan Marra memang benar-benar bisa membuat anak asuhnya tampil baik pada pertandingan-pertandingan berikutnya, maka tekanan itu akan berkurang dan kepercayaan publik akan kembali didapatkannya.

Namun bila tidak menemui hasil yang diinginkan, bukan tak mungkin Montella akan dianggap tidak becus dan segera didepak dari kursinya dalam waktu dekat sekaligus mencoreng curriculum vitae yang dirinya miliki.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional