Meski lahir di era 1990-an ke atas, namun penggemar tim nasional Italia sudah pasti takkan kesulitan untuk mencari tahu perihal kisah gilang gemilang Gli Azzurri di Piala Dunia 1982. Pasalnya, ada banyak sekali literatur dan video yang mengupas cerita epik tersebut. Disebut epik lantaran jelang bertempur di ajang itu, sepak bola Italia justru diguncang oleh skandal yang beken dengan sebutan Totonero.
Totonero sendiri adalah skandal pengaturan skor yang melibatkan banyak klub, termasuk pelatih, pemain dan petinggi klub tersebut, baik di Serie A maupun Serie B pada tahun 1980. Salah satu nama yang terciduk dalam kasus tersebut adalah Paolo Rossi, penyerang tajam yang ketika itu berseragam Perugia.
Seperti yang kita sama-sama ketahui, Rossi kemudian mendapat sanksi larangan bermain di dunia sepak bola profesional Italia selama tiga tahun (sebelum akhirnya dipotong menjadi dua tahun saja).
Periode hukuman yang lebih pendek ini pula yang kemudian membuat Enzo Bearzot, pelatih timnas Italia di Piala Dunia 1982 bisa mengikutsertakannya ke Spanyol serta berakhir dengan titel sepatu emas sebagai top skorer dan bola emas sebagai pemain terbaik turnamen sekaligus merengkuh trofi Piala Dunia ketiga bagi Italia. Kegemilangan yang ditunjukkan Rossi pada turnamen itu pula yang melahirkan julukan Pablito untuknya. Sebuah julukan yang melekat bahkan sampai detik ini.
Ketertarikan Bearzot terhadap sosok Rossi sendiri bukan terjadi begitu saja. Semuanya bermula pada saat sang pemain menekuni karier sepak bolanya bareng klub kecil dari timur laut Italia, Vicenza.
Lahir dan besar di Prato, Rossi memperoleh kesempatan untuk menjadi pemain sepak bola profesional dari salah satu klub raksasa Italia, Juventus, pada awal tahun 1970-an. Sayangnya, lini serang I Bianconeri yang ketika itu sesak oleh nama-nama berkualitas semisal Pietro Anastasi, Roberto Bettega dan Franco Causio membuat Rossi kesulitan mendapat tempat.
Alhasil, dirinya pun mencicipi debut bermain di Serie A tatkala dipinjamkan ke Como pada musim 1975/1976. Tapi kegagalan Rossi berkembang bikin manajemen I Lariani tak memperpanjang masa peminjamannya.
Ketika kariernya terasa suram, datanglah Vicenza yang saat itu berlaga di Serie B. Ditebus dengan metode kepemilikan bersama, Juventus lantas menyerahkan ‘hak guna’ Rossi kepada I Biancorossi.
Bermain untuk Vicenza nyatanya memberi dampak yang amat positif bagi perkembangan karier Rossi karena pelatih Giovan Battisata Fabbri menempatkannya sebagai penyerang tengah, bukan penyerang sayap seperti pada saat berseragam Juventus maupun Como.
Di musim pertamanya mentas di Stadion Romeo Menti, Rossi berhasil membawa klub yang pada masa itu memiliki seorang chairman eks juara dunia Formula 1 tahun 1950 alias yang pertama, Giuseppe Farina, meraih tiket promosi ke Serie A usai tampil sebagai kampiun Serie B musim 1976/1977. Selain memenangi kompetisi Serie B, Rossi pada saat itu juga sukses menahbiskan diri sebagai pencetak gol terbanyak berkat torehan 21 gol.
Luar biasanya, taji Rossi di depan gawang ini berhasil dilanjutkannya pada saat Vicenza berlaga di Serie A musim 1977/1978. Meski bercokol nama-nama populer seperti Bettega (Juventus), Paolo Pulici (Torino) dan Giuseppe Savoldi (Napoli) yang saat itu dilabeli sebagai penyerang ganas, Rossi seakan tidak peduli. 24 gol menjadi suntingannya di sepanjang musim tersebut sekaligus membawa Vicenza finis di peringkat kedua klasemen akhir.
Predikat pencetak gol terbanyak Serie A dan Serie B yang digapai Rossi dalam dua musim beruntun itu juga mencatat namanya sebagai pemain pertama yang berhasil melakukannya dalam buku sejarah sepak bola Italia.
Berkat penampilan garangnya bareng Vicenza ini pula, Rossi diberi kesempatan oleh Bearzot yang saat itu telah menjabat sebagai allenatore timnas Italia buat melakoni debut berseragam Gli Azzuri. Dirinya bahkan termasuk ke dalam skuat yang bertarung di Piala Dunia 1978. Pada turnamen Piala Dunia pertamanya itu, Rossi pun menunjukkan performa apik karena sanggup mencetak tiga gol dan mengantar Italia sebagai semifinalis.
Sekembalinya dari ajang tersebut, penampilan Paolo Rossi bareng Vicenza juga masih tokcer. Namun sejumlah cedera membuatnya harus menepi untuk beberapa saat. Kondisi ini pula yang lantas memengaruhi kampanye I Biancorossi di Serie A musim 1978/1979. Alhasil, di pengujung musim, mereka pun harus ikhlas kembali terdemosi ke Serie B.
Mengerti bahwa kemampuan Paolo Rossi terlalu brilian untuk bermain di Serie B, dirinya pun dipinjamkan ke Perugia jelang musim 1979/1980 agar tetap bertanding di Serie A. Namun seperti yang telah saya ungkapkan di bagian awal artikel, bersama klub inilah Rossi kemudian tersangkut kasus Totonero.
Tapi usai menjalani skorsing dan beraksi cemerlang di Piala Dunia 1982, karier sepak bola Paolo Rossi berlanjut di klub profesional pertamanya, Juventus. Bareng tim ini juga Rossi akhirnya memperoleh banyak gelar mentereng lain seperti dua Scudetto, serta masing-masing satu Piala Italia, Piala Champions, Piala Winners dan Piala Super Eropa.
Di usianya yang telah menembus angka 61 tahun, para penikmat sepak bola Italia pasti akan terus mengingatnya sebagai salah satu penyerang paling produktif di eranya serta memiliki banyak sekali gelar walau kariernya sempat terganggu oleh kasus pengaturan skor bernama Totonero.
Buon Compleanno, Pablito.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional