Nama Andries Jonker boleh jadi asing bagi banyak orang. Tetapi para penggemar Arsenal mengenalnya sebagai manajer akademi tim tersebut dari tahun 2014 hingga 2017. Jonker kemudian mendapatkan tawaran untuk menangani VFL Wolfsburg pada bulan Febuari 2017 lalu.
Karier Jonker tidak bertahan lama di tanah Jerman. Pada 18 September lalu, pelatih berkewarganegaraan Belanda ini dan Wolfsburg memutuskan untuk mengakhiri kerja sama di antara mereka. Sejak ditunjuk menggantikan Valerien Ismael, ini berarti Jonker hanya bertahan selama kurang lebih tujuh bulan di tim yang bermarkas di Volkswagen Arena tersebut. Jonker hanya berhasil membawa Wolfsburg menang lima kali dari 16 pertandingan yang dijalani di Bundesliga.
Jonker sebenarnya memiliki curriculum vitae yang sangat baik. Ia juga terkenal sebagai pelatih hebat yang bisa mengasah bakat-bakat muda. Tetapi ternyata segala pengalaman yang dimiliki oleh Jonker sebagai pelatih kepala tim akademi tidak banyak membantu dalam tugasnya sebagai pelatih kepala tim profesional.
Boleh jadi soal tekanan, karena pelatih kepala mengemban tugas dan tanggung jawab yang lebih tinggi ketimbang peran lain. Dalam beberapa kondisi, pelatih kepala merasakan tekanan yang lebih hebat ketimbang yang dirasakan oleh staf-stafnya atau bahkan para pemain yang bertarung di lapangan.
Karena dalam sejarahnya pun, memang ada beberapa sosok yang sebenarnya merupakan pelatih hebat namun kurang cocok untuk menjadi pelatih kepala. Sepak bola Inggris tentu mengenal sosok asal Belanda lain, Renee Meulensteen, yang merupakan pelatih tim utama Manchester United di era Sir Alex Ferguson. Meulensteen harus diakui sebagai pelatih hebat karena bisa memoles bakat Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney, hingga Michael Carrick. Akan tetapi kariernya sebaggai manajer atau pelatih kepala di Fulham dan Anzhi Makachkala tidak begitu bagus.
Ada banyak sosok lain seperti Jonker dan Meulensteen ini. Mulai dari mantan asisten pelatih Liverpool, Steve Clarke, yang kariernya mandeg sebagai manajer. Atau Ayah Sergio Busquets, Carles Busquets, yang lebih senang menangani tim muda, padahal kabarnya sudah sempat ditawari kursi kepelatihan Barcelona.
Mantan asisten Antonio Conte di Juventus, Massimo Carrera, bahkan baru mendapatkan kesempatan menjadi pelatih kepala sebuah tim sejak tahun 2016 lalu. Padahal ia sudah malang-melintang di berbagai klub sebelumnya.
Hal yang sama juga terjadi di kancah sepak bola Indonesia. Publik mengingat nama Isman Jasulmei yang sepertinya hingga hari ini belum akan mendapatkan kesempatan menjadi pelatih kepala Persija Jakarta. Atau di tim rival klasik mereka, Persib Bandung, ada nama Yaya Sunarya. Joko Susilo pun lebih banyak berperan sebagai caretaker tim di Arema FC ketimbang pelatih kepala.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia