Antara era 1960, 1970, dan 1980, Inggris mendapat berkah dari Tuhan berupa barisan penjaga gawang hebat yang bisa menjadi panutan. Namun, kejayaan tersebut seperti menguap. Barisan kiper lokal Inggris hanya seperti menjadi badut saja. Terutama setelah si rambut ekor kuda pensiun, legenda Arsenal, David Seaman.
Dari Gordon Banks hingga Peter Shilton, dari Neville Southall hingga David Seaman. Periode lawas sepak bola Inggris adalah parade produksi penjaga gawang dengan tangan yang kokoh dan reflek yang memesona. Hampir semua tim juara, baik kompetisi domestik maupun internasional, punya penjaga gawang yang bisa diandalkan.
Salah satu legenda lainnya, Peter Shilton, mengatakan bahwa Inggris adalah penghasil penjaga gawang terbaik di masanya. “Beberapa negara dikenal sebagai penghasil barang-barang berkualitas. Swiss dengan jam tangannya, Italia dengan mobil, dan sepak bola Inggris selalu dikenal sebagai kualitas kipernya yang merata.”
Salah satu yang menonjol tentu saja Gordon Banks. “Tangan ajaib” penjaga gawang yang penuh percaya diri tersebut berbuah Piala Dunia untuk Inggris. Ia penjaga gawang yang tenang, refleks yang luas biasa, kemampuan berkomunikasi yang baik, dan sangat jago menghentikan tembakan jarak dekat.
Setelah mantan penjaga gawang Leicester City dan Stoke City tersebut pensiun, Inggris seperti kesulitan untuk menentukan siapa penjaga gawang utama, Peter Shilton atau Ray Clemence. Sebuah situasi yang tentunya menyenangkan, ketika Anda sebagai pelatih, punya dua penjaga gawang yang bisa menenangkan barisan pertahanan.
Pada akhirnya, posisi kiper utama timnas Inggris jatuh ke sarung tangan Shilton. Total, Shilton mencatatkan 125 penampilan dalam kurun waktu 1970 hingga 1990. Bagi pemain yang lahir pada tanggal 18 September 1949, pertandingan terbaik bagi penjaga gawang adalah ketika ia tidak perlu membuat penyelamatan.
Pandangan tersebut ia tuangkan dalam biografinya sendiri yang berjudul “The Magnificent Obsession”. Baginya, kekuatan utama bagi penjaga gawang adalah penempatan diri yang tak hanya baik, namun akurat. Berdiri di tempat yang tepat hampir selalu membantu penjaga gawang mementahkan peluang lawan.
Selain Shilton, sekitar akhir 1980 dan awal 1990, nama Neville Southall sangat menonjol. Mantan penjaga gawang Everton tersebut pandai membaca jalannya pertandingan. Keputusannya untuk maju ke depan guna memotong serangan lawan hampir selalu tepat. Southall sudah menunjukkan benih sweeper keeper yang saat ini tengah mewabah.
Setelah Shilton dan Southall mulai meredup, Inggris punya dua penjaga gawang muda dalam diri Nigel Martyn dan David Seaman. Keduanya dikenal sebagai penjaga gawang yang otoritatif ketika mengatur kerja barisan pertahanan. Baik Martyn maupun Seaman juga dikenal sebagai penjaga gawang yang piawai mementahkan tendangan jarak pendek. Refleks dan keberanian mereka sangat memuaskan.
Seaman sangat vital untuk Arsenal. Setidaknya tiga gelar Liga Inggris ia persembahkan untuk The Gunners, ditambah beberapa penghargaan lainnya. Salah satu penampilan paling heroik Seaman untuk Arsenal adalah ketika menundukkan Sampdoria di laga semifinal Winners’s Cup tahun 1995. Saat itu, Arsenal masih dilatih George Graham.
Hasil imbang secara agregat membuat pertandingan harus dilanjutkan ke babak adu penalti. Total, Seaman membendung tendangan penalti Siniša Mihajlović, Vladimir Jugović, dan Attilio Lombardo. Dan yang paling hebat, Seaman menghentikan tendangan penalti ketiga pemain Sampdoria tersebut sembari menahan rasa sakit setelah dua tulang rusuknya retak.
Berbicara penjaga gawang, tentu tak lepas dari membahas penyelamatan paling ajaib. Jika Gordon Banks terkenal dengan aksinya menepis sundulan Pele tepat di atas garis gawang di Piala Dunia 1970, Seaman melakukan penyelamatan yang hampir mustahil kala Arsenal melawan Sheffield United di laga Piala FA.
Laga yang berjalan sengit tersebut berakhir dramatis ketika Seaman membuat tubuhnya seperti melar untuk menepis sundulan Paul Peschisolido. Jika dilihat sekilas, sundulan tersebut 99 persen menjadi gol. Namun Seaman bergantung kepada satu persen sisanya dan menepis bola sembari melompat sedikit ke belakang.
Tahun 2004 adalah tahun di mana Seaman akhirnya memutuskan menggantung sarung tangan. Selepas berseragam Arsenal, penjaga gawang dengan ciri khas kuncir rambut ekor kuda tersebut bergabung bersama Manchester City. Selepas Seaman pensiun, timnas Inggris seperti “menutup pabrik penjaga gawang berkualitas” mereka.
David James, Chris Kirkland, Scott Carson, hingga Robert Green hadir silih berganti. Namun, cedera dan inkonsistensi yang mewarnai karier keempatnya. Bahkan, mungkin “blunder” yang paling melekat untuk keempat nama tersebut. Status yang sama disandang oleh Joe Hart, yang pernah disebut akan menjadi penerus sarung tangan emas deretan penjaga gawang legendaris Inggris.
Namun, kiper Manchester City tersebut juga terlalu akrab dengan blunder. Kariernya sedikit “membaik” setelah dipaksa belajar ke Serie A. Namun, dengan aksi cuci gudang yang dilakukan Pep Guardiola, Hart kehilangan tempatnya bersama The Citizens.
Jaman berubah, waktu berjalan. Joe Hart kehilangan pamor dan bisa jadi masa depannya. Perubahan zaman menuntut penjaga gawang untuk bisa terlibat aktif dalam proses membangun serangan. Ia harus nyaman dengan penguasaan bola, tak hanya jago menepis tembakan dari jarak dua meter atau refleks seluwes karet.
Inggris kini punya penjaga gawang generasi baru tersebut dalam nama Jordan Pickford, yang diboyong Everton dari Sunderland. Pickford adalah penjaga gawang modern itu. Jago dengan kaki dan nyaman ketika harus menyelamatkan sebuah tembakan. Namun, pertanyaannya, apakah Pickford bisa sekonsisten Neville Southall pendahulunya atau Seaman yang karismatik?
Apakah Pickford adalah produk terbaru dari Inggris sebagai “pabrik penjaga gawang berkualitas” itu? Atau, apakah selepas Seaman tak lagi mengenakan sarung tangannya, tak akan ada lagi penjaga gawang ikonik dari Inggris. Apakah Seaman adalah penutup era sarung tangan emas itu?
Seiring kuncir ekor kuda yang terkibas itu, era penjaga gawang emas Inggris tengah berjalan ke aras senja. Di usia 53 tahun dan berulang tahun pada tanggal 19 September, apakah Inggris tak lagi bisa memproduksi “Seaman yang baru”?
Berakhirnya sebuah era.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen