Kolom

Fenomena Transfer Request, Runtuhnya Loyalitas Atau Pilihan Realistis?

Drama rekor transfer dunia atas nama Neymar Jr. dari FC Barcelona ke Paris Saint-Germain memasuki fase baru meski telah dirampungkan beberapa pekan lalu. Blaugrana lewat pernyataan resminya bakal menuntut mantan pemainnya karena menganggap telah melakukan pelanggaran kontrak. Barcelona meminta biaya klausul loyalitas sebesar 8,5 juta euro plus bunga 10 persen dikembalikan oleh Neymar dan jika tidak bisa, ditanggung PSG.

Tak mau kalah, baik Neymar maupun Les Parisiens, melakukan pembelaan. Bintang timnas Brasil itu bahkan akan balik menuntut Barcelona setelah ada beberapa poin dalam klausul kontrak yang ditandatangani tahun 2016, tapi sampai saat ini belum dibayarkan. Pihak Neymar menegaskan telah mematuhi aturan saat melakukan permintaan transfer ke klub hingga membayar klausul pelepasan senilai 222 juta euro sebelum pindah ke Les Parisiens.

Megatransfer Neymar, seakan menegaskan maraknya permintaan pindah atau transfer request pada bursa transfer musim panas ini. Pada beberapa kasus, situasi berlangsung sangat cepat dan sulit diprediksi. Tak sedikit pula yang merupakan bagian dari efek domino transfer Neymar ke PSG. Meski dahulu dianggap cukup tabu, kali ini transfer request jadi opsi yang cukup logis oleh para pemain agar bisa lepas dari klubnya saat ini.

Sebut saja dua pemain, Philippe Coutinho dari Liverpool dan Ousmane Dembele asal Borussia Dortmund. Tak lama berselang hijrahnya Neymar ke ibu kota Prancis, keduanya mulai memperlihatkan gelagat aneh dan berujung pada prahara internal dengan pihak klub. Coutinho dikabarkan telah mengirimkan permintaan transfer resmi via surat elektronik ke kubu The Reds, sementara Dembele belum kelihatan batang hidungnya baik di markas latihan, maupun saat pertandingan Die Borussen.

Realitas Berbanding Profesionalisme

Lantas, apa yang melatarbelakangi para pemain untuk melakukan ‘pemberontakan’ terhadap klub dengan menyatakan ingin pindah? Banyak hal yang bisa jadi motif sang pesepak bola. Pertama tentunya kesempatan untuk pindah ke klub yang lebih besar atau meningkatnya peluang untuk mendapatkan trofi. Coutinho dan Dembele sadar, pada kondisi sekarang, trofi lebih mudah didapatkan saat berkostum Barcelona ketimbang di Liverpool atau Dortmund meski keduanya terus berusaha mengembalikan kejayaan.

Sikap realistis ini yang membuat pemain sampai harus mengajukan permintaan transfer ketika pembicaraan dengan klub pemilik mengalami jalan buntu. Pasalnya permintaan pemain untuk pindah di bawah kontrak yang masih berjalan nyaris tak memiliki kekuatan hukum. Ini yang mendasari beberapa pemain mengungkapkan permintaan transfer secara terang-terangan, sementara lainnya diumumkan situs resmi klub.

Sayangnya transfer request tak jaminan langsung direstui klub. Banyak yang memilih menolak permintaan sang pemain. Beberapa alasan dikemukakan klub pemilik, mulai dari minimnya waktu yang ada untuk mencari pengganti, hingga harga yang dirasa kurang pas dengan situasi saat ini. Pada fase ini, kedewasaan dan profesionalitas pemain diuji.

Segelintir pemain memilih mengajukannya meski masih berkomitmen memberikan yang terbaik untuk klub, contohnya Riyad Mahrez di Leicester City. Sementara lainnya tak tampak pada sesi latihan, entah itu dihukum layaknya Virgil van Dijk dari kubu Southampton, atau memang sengaja absen seperti Dembele di Dortmund.

Pada kasus Coutinho misalnya, impian pindah ke Camp Nou disambut Barcelona dengan setidaknya tiga tawaran tinggi. Namun, kubu Liverpool memilih terus menolak proposal Blaugrana, hingga akhirnya mendapat ultimatum dari klub asal Catalunya tersebut. Coutinho sempat dipuji seiring sikapnya yang menunjukkan komitmen dengan klub, tapi transfer request hingga misteri cedera punggung yang dialami, membuatnya berada di garis abu-abu bahkan meski deadline yang ditetapkan Barcelona telah lewat.

Pengecualian terjadi pada Neymar yang disinyalir pindah karena kecewa dengan manajemen Barcelona dan kesempatan jadi yang terbaik di dalam tim setelah empat tahun berada di bawah bayang-bayang Lionel Messi. Selanjutnya, permintaan transfer bisa saja jadi salah satu cara untuk meminta perpanjangan kontrak atau kenaikan gaji. Contohnya bisa dilihat pada Wayne Rooney saat masih di Manchester United tahun 2010, atau Christian Benteke kala membela Aston Villa, 2013 silam.

Mereka yang mengajukan transfer request tahu, di dunia sepak bola yang segalanya bisa berubah dengan drastis, kesempatan emas terkadang tak datang dua kali dan jika momennya tiba, pantang untuk dilewatkan. Inilah yang juga membuat pemain terkadang ‘gelap mata’ sampai harus melupakan loyalitasnya terhadap suporter dan klub.

Loyalitas dan Paradigma Fans

Apapun motifnya, permintaan pindah oleh pemain andalan selalu menjadi kekhawatiran terbesar suporter setiap bursa transfer berlangsung. Reaksi fans pun beragam, mulai dari menyesalkan kepindahan hingga yang paling ekstrem, membakar kostum yang bertuliskan nama dan nomor punggung sang pemain. Lihat saja bagaimana marahnya pendukung Liverpool saat Fernando Torres yang tengah bersinar di Anfield, memutuskan pindah ke klub rival, Chelsea.

Cap pengkhianat dan rakus langsung diberikan bagi beberapa pemain yang mengajukan permintaan transfer dan membuat klub tak punya pilihan selain melegonya. Bahkan pemain kaliber Steven Gerrard yang kala itu baru saja mempersembahkan trofi Liga Champions 2005 bagi The Reds, sempat nyaris jadi musuh bersama meski akhirnya batal hengkang ke The Blues. Namun, banyak pihak yang menyebut transfer request oleh pemain telah mencederai loyalitas suporter.

Imbas nyata jika berbicara soal loyalitas adalah saat pemain memutuskan untuk meminta klub menjualnya, haknya mendapatkan biaya klausul kesetiaan andai ada di kontrak, bakal dicabut. Saat sang pemain menyatakan tak ingin lagi membela klub tersebut, rentetan reaksi di tribun suporter pun bakal langsung mengikuti dan mayoritas bernada negatif. Cemoohan didapat langsung saat Raheem Sterling disebut-sebut meminta dijual ke Manchester City, dua tahun lalu.

Pada akhirnya, hanya garis tipis yang memisahkan antara keinginan realistis pemain dengan loyalitasnya terhadap klub. Bukan aturan resmi, melainkan moral dan etika yang berbicara, baik diperuntukkan bagi pemain, maupun manajemen klub. Slogan tak ada satu pemain pun yang lebih besar dari klub lantas kembali didengungkan.

Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho