Ketika tiba di Selayang, pikiran saya tak jenak. Kotanya memang menawarkan sesuatu yang memanjakan mata, seperti objek wisata Batu Cave, misalnya. Namun, ada sedikit yang berbeda dari Selayang dibandingkan Shah Alam, yakni akses menuju stadion. Dari pusat kota Kuala Lumpur, tanpa menggunakan moda transportasi daring semisal Grab ataupun Uber, kamu perlu berganti kereta sebanyak dua kali hanya untuk menuju Batu Cave. Dari Batu Cave, kamu masih memerlukan 10 menit perjalanan dengan mobil untuk sampai ke Stadion Selayang.
Stadion Majlis Perbandaran Selayang juga memberi nuansa yang tak nyaman laiknya Stadion Shah Alam. Memang, dari sisi kapasitas, stadion ini jauh lebih kecil dibandingkan Shah Alam yang sekilas tampak seperti Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Selain panitia penyedia tiket yang tak tanggap dengan animo berlebih suporter Indonesia, di dalam stadion juga tak ada akses menuju tempat membeli minum, tidak seperti di Shah Alam.
Upaya tanggap aparat keamanan dan panitia dengan melakukan razia botol minuman sebelum memasuki stadion tentu patut diberi pujian khusus. Namun, tak adanya penyedia minuman di dalam stadion juga membuat 2 x 45 menit yang dijalani suporter di tribun serasa seperti jalan cepat menuju dehidrasi alih-alih upaya total mendukung timnas. Ketika jeda paruh waktu, akses menuju pintu keluar diblokir oleh aparat dan tak ada yang bisa mendapat akses membeli minuman di luar stadion.
Hal ini yang sedikit banyak meninggalkan kesan kurang nyaman di Selayang. Keintiman suporter memang terjaga berkat kapasitas stadion yang tak cukup besar , namun, aspek penunjang lain bagi kenyamanan penonton juga lalai diperhatikan panitia sehingga awayday ke Selayang terasa seperti sesuatu yang menyebalkan. Untung saja, timnas Indonesia sukses menang 1-0 atas Timor Leste.
Timor Leste, saudara muda yang beringas, dan aksi kurang terpuji suporter Indonesia
Sebelum laga dimulai, tepat ketika lagu kebangsaan Timor Leste dinyanyikan, ratusan suporter Indonesia yang memadati tribun di sekitar Pintu 8 dan 9 sontak mengeluarkan boo panjang selama 5-6 detik. Hal ini yang patut disesalkan, karena ketika berlaga melawan Thailand dan Filipina di dua laga sebelumnya, beberapa suporter juga masih melakukan sikap tak terpuji ini.
Maka wajar ketika laga baru berjalan kurang dari 5 menit, bek kiri Timor Leste, Adelino Trindade Coelho, melakukan gerakan provokasi kepada suporter Indonesia ketika akan mengambil lemparan ke dalam. Aksi ini adalah awal dari apa yang kemudian ditampilkan anak asuh Kim Shinhwan ini sepanjang laga.
Pemain nomor 4, Filipe Oliveira, yang kemudian berkali-kali melakukan tindakan tak terpuji kepada pemain timnas, adalah contoh lain. Tensi pertandingan sebenarnya tak pernah tinggi sejak awal laga. Timor Leste bermain menunggu, rapat di tengah dan belakang, dan jarang membuat peluang bersih langsung ke gawang Indonesia.
Namun, semua perlahan berubah ketika laga mulai memasuki menit-menit akhir yang krusial. Ujungnya tentu saja terjangan barbar Filipe kepada Evan Dimas di depan kotak penalti Timor Leste di akhir laga. Situasi ricuh dan tak terkontrol, lalu dua pemain kita, Evan Dimas dan Septian David Maulana, terkapar di tengah lapangan. Hampir tidak pernah ada sejarah kericuhan antara Timor Leste dan Indonesia, kendati kedua negara memiliki masa lalu konflik yang cukup kelam.
Namun, sikap lebih terpuji memang perlu ditunjukkan suporter Indonesia agar kejadian provokatif dan tak perlu ini juga menghilang dari atas lapangan. Cara termudah, tentu saja, dengan menghargai lagu kebangsaan negara lain ketika ia tengah berkumandang di stadion. Hal sederhana yang membuat lawan merasa segan dan menaruh hormat.
Evan Dimas, kartu kuning, dan akumulasi kala melawan Vietnam
Media Vietnam percaya bahwa Evan Dimas adalah sosok pemain kunci yang sangat krusial bagi skuat asuhan Luis Milla. Media Vietnam juga memberi perhatian lebih kepada pemain mungil milik Bhayangkara FC ini. Beberapa kawan jurnalis Vietnam bahkan bilang bahwa Evan adalah pemain terbaik timnas di SEA Games 2017, bukan Septian David Maulana atau bahkan, Saddil Ramdani.
Kabar absennya Evan Dimas tentu mewartakan kegembiraan bagi skuat Vietnam yang kemarin, kala menggulung Filipina 4-0, mengistirahatkan hampir 70 persen pemain terbaiknya guna menyambut dua laga krusial di fase akhir grup melawan Indonesia dan Thailand. Dengan skuat cadangan saja, Vietnam mampu menyudahi perlawanan Filipina dengan skor telak, tentu akan menjadi tantangan bagaimana Garuda Muda meladeni Vietnam yang akan turun dengan kekuatan penuh esok hari, (22/8).
Kartu kuning yang diterima Evan di laga kontra Timor Leste memang meninggalkan pro dan kontra. Yang membuat terasa pelik, laga melawan Vietnam adalah laga hidup-mati. Dan sekali lagi, Garuda Muda akan menyambut laga hidup-mati tanpa deretan pemain terbaiknya. Memang masih ada nama Asnawi Mangkualam Bahar dan Hanif Sjahbandi yang bisa melapis posisi yang ditinggalkan Evan. Tapi untuk memerankan posisi gelandang nomor 8 di skuat Garuda Muda, hanya Evan Dimas yang sejauh ini mampu menjalankan peran tersebut dengan baik.
Sebuah tantangan yang perlu pembuktian tak hanya dari Luis Milla, tapi juga dari pemain-pemain Garuda Muda sendiri.
#GarudaBisa
Author: Isidorus Rio Turangga (@temannyagreg)
Tukang masak dan bisa sedikit baca tulis