Dunia Lainnya

Sebastian Giovinco yang Mengobrak-Abrik MLS

Sebastian Giovinco adalah anomali. Ketika usianya baru menginjak 28 tahun, ia memutuskan untuk meninggalkan ingar-bingar sepak bola Eropa untuk memulai karier baru di Major League Soccer (MLS). Sejak saat itu, penggemar MLS pun dibuat terhibur dengan gol-gol indahnya.

Pemuda asli Torino ini memiliki semua kenyamanan di kota kelahirannya. Kariernya yang dimulai di tim muda Juventus membuka jalannya ke berbagai jenjang usia tim nasional Italia. Ia menjadi pemain terbaik di kompetisi usia muda Campionato Primavera 2005/2006 dan menjuarai Turnamen Toulon bersama Italia U-21. Kariernya di tim utama Juventus pada musim 2006/2007 juga dimulainya dengan bermain satu tim bersama duet legenda, Alessandro del Piero dan David Trezeguet.

Setelah masa ‘sekolah’-nya di Empoli, Giovinco memang sempat menghadapi masa-masa sulit di tim utama La Vecchia Signora. Maka, masa peminjaman keduanya ke Parma tidak disia-siakannya untuk membuktikan diri. 22 gol yang dicetaknya bersama Parma dalam kurun waktu 2010 hingga 2012 membuatnya dipanggil ke tim nasional Italia. Sejak debutnya pada Februari 2011, Giovinco selalu terlibat di berbagai agenda Gli Azzuri, antara lain Piala Eropa 2012 dan Piala Konfederasi 2013.

Pada tahun 2012, Giovinco akhirnya bergabung penuh bersama Juventus. Banyak yang mengira setelah kepergian Alessandro Del Piero, nomor punggung 10 akan diwarisi oleh pemain kelahiran 26 Januari 1987 ini. Namun, ternyata Gio hanya diberi nomor punggung 12.

Meski menjuarai Serie A dua kali bersama Juventus, yaitu pada musim 2012/2013 dan 2013/2014, catatan gol Gio tak pernah lagi impresif ketika bermain untuk Parma. Rekor gol terbaiknya untuk Juventus hanya 11 gol pada musim 2012/2013. Semusim setelahnya, Giovinco sering kalah bersaing dari Mirko Vucinic, Carlos Tevez dan Fernando Llorente. Akibatnya, ia tak dilirik untuk memperkuat Italia di Piala Dunia 2014.

Setelah lagi-lagi sering diabaikan oleh pelatih Massimiliano Allegri pada separuh musim 2014/2015, Giovinco akhirnya menerima tawaran dari klub MLS, Toronto FC. Banyak orang yang heran mengapa pemain mungil ini rela membuang kariernya di Eropa. Pasalnya, sudah menjadi anggapan umum bahwa MLS hanya diminati para pemain dengan kadar kebintangan yang sudah memudar, seperti David Beckham, Thierry Henry dan Didier Drogba.

Namun, Gio sendiri tidak merasa MLS adalah kompetisi dengan level yang jauh di bawah Serie A. “Liga ini sedang berkembang, dan saya senang menjadi salah satu bagiannya,” tuturnya. Di klub Kanada yang berkompetisi di MLS tersebut, Gio memang menemukan kembali ketajamannya. Ia langsung mencetak 23 gol dalam 35 penampilan pada musim 2015. Prestasinya itu membuatnya diganjar penghargaan 2015 MLS Newcomer of the Year Award (pendatang baru terbaik) dan 2015 MLS MVP Award (pemain terbaik).

Di musim selanjutnya, Gio menularkan gairah bermainnya ke klub yang dibelanya. Dengan kontibusi 22 gol pada musim 2016, Toronto FC dibawanya memenangi Eastern Conference Final, lewat kemenangan agregat 7-5 atas Montreal Impact.

Prestasi itu membuat Toronto FC berhak menjadi klub Kanada pertama yang tampil di final Piala MLS. Sayang, di final MLS Cup tersebut, Toronto harus menyerah lewat adu penalti atas Seattle Sounders. Gio sendiri harus diganti karena menderita cedera di pertandingan penting tersebut.

Setelah kembali menelan kekecewaan karena tidak dilirik tim nasional Italia untuk Piala Eropa 2016, Gio sepertinya memutuskan untuk berkonsentrasi saja kepada performanya di MLS. Baru-baru ini, tepatnya 30 Juli 2017 lalu, ia mencetak gol ke-50-nya untuk Toronto. Tidak tanggung-tanggung, lawan yang menjadi korbannya adalah New York City FC yang diperkuat Andrea Pirlo dan David Villa.

Dengan performa luar biasanya di MLS, Gio sedang meniti jalan untuk menjadi legenda hidup kompetisi Amerika Serikat tersebut. Setidaknya, ia sudah menjadi model cover FIFA 2016 untuk edisi MLS.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.