Mengapa ada release clause di kontrak pemain?
Tentu ada berbagai tujuan dengan diadakannya klausul semacam itu, namun, kebanyakan release clause dibuat lebih condong ke arah kepentingan dan kebaikan sang pemain. Release clause diciptakan untuk melindungi karier sang pemain, sekaligus bentuk ambisi dari pemain yang bersangkutan.
Seperti kasus Donnarumma dan Defoe, release clause yang tertera di kontrak mereka tentu untuk kebaikan mereka sendiri. Kiper berbakat seperti Donnarumma tentu pantas untuk bermain di level tertinggi, dapat dimaklumkan apabila ia (dan agennya) memasukkan klausul tersebut di kontraknya.
Begitu juga Defoe, walaupun sudah berusia 34 tahun, ia masih menjadi salah satu penyerang terbaik Inggris. Levelnya tentu adalah kasta tertinggi Liga Inggris dan bermain di Championship tentu tidak membantu ambisinya untuk ikut bergabung bersama timnas Inggris di Piala Dunia 2018.
Namun, release clause juga dapat menguntungkan bagi klub. Release clause dapat menjaga pemain-pemain penting klub untuk, setidaknya, pergi dengan harga yang sesuai. Seperti, tentunya, dalam kasus Neymar. Neymar adalah bagian penting dari Barcelona yang tentu klub Catalan tersebut tidak ingin kehilangan. Oleh karena itu, release clause Neymar dipatok setinggi mungkin, yang mungkin hanya klub seperti PSG yang mampu menebusnya. Valuasi Neymar di release clause-nya adalah harga yang memang dianggap sebanding dengan kemampuannya bagi Barcelona.
Memang, release clause adalah sekadar klausul. Apabila sang pemain memang sudah tak dibutuhkan oleh klub dan sang pemain meminta pergi, maka release clause tak lagi berguna. Seperti contoh yang terjadi pada James Rodriguez. Pemain Kolombia itu memiliki release clause yang mencapai 500 juta euro di kontraknya bersama Real Madrid. Namun, James, yang memang lebih banyak duduk di bangku cadangan selama rezim Zinedine Zidane, sepertinya tidak lagi dibutuhkan di Madrid. James kemudian dilepas dengan status pinjaman ke Bayern selama dua tahun, dengan opsi permanen. Dengan begitu, release clause James menjadi tidak berguna lagi.
Ada beberapa contoh dari transfer yang terwujud dengan perantara release clause. Yang pertama adalah kepindahan Demba Ba, juru gedor asal Senegal, dari Newcastle ke Chelsea. Di bursa transfer musim dingin 2013, Chelsea mengaktifkan release clause Ba seharga 7,5 juta euro dan mengontrak pemain yang kini bermain di Shanghai Shenhua tersebut.
Contoh lain adalah transfer Joe Allen dari Swansea City ke Liverpool. Saat itu, Allen memiliki kesepakatan dengan Swansea bahwa apabila Liverpool, Arsenal, Chelsea atau duo Manchester merah dan biru melayangkan tawaran sebesar 15 juta euro, Swansea harus menerimanya. Liverpool menjadi klub yang menebus release clause Allen dan berhasil mendapatkan tanda tangan pemain yang kini merumput bersama Stoke City tersebut.
Release clause memang menjadi polemik, sekaligus bumbu-bumbu yang membuat bursa transfer semakin menarik. Sempat terjadi kepanikan yang melanda Tottenham Hotspurs ketika bek andalannya, Toby Alderweireld memiliki release clause sangat murah, hanya sebesar 25 juta euro.
Begitu juga upaya gila-gilaan Milan untuk memperkuat timnya, demi meraih spot Liga Champions, agar kiper dan calon kapten masa depannya tidak pergi dengan murah. Walaupun begitu, release clause yang disepakati adalah hasil dari pembicaraan dari kedua belah pihak dan harus dihormati oleh pemain, klub pemilik dan tentunya klub penawar.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket