Eropa Lainnya

Apa Kabar Ismaïl Aissati, Eks Wonderkid Winning Eleven?

Para pembaca yang sempat menikmati masa kejayaan gim Winning Eleven mungkin familiar dengan nama yang satu ini. Di gim sepak bola yang versi bajakannya bisa mencapai pangkat ratusan bahkan ribuan itu, Aissati adalah salah satu buruan panas di Master League.

Contohnya di Winning Eleven tahun 2006. Saya lupa edisi berapa tepatnya, tapi saya ingat betul kalau Aissati sempat masuk di jajaran skuat Master League saya tahun itu. Dulu saya membelinya dari PSV Eindhoven, sesuai dengan klubnya saat itu. Poin yang menjadi keunggulannya adalah acceleration, dribble dan shot technique.

Pemain asal Maroko yang lahir di Belanda ini sejatinya berposisi sebagai gelandang serang, tetapi saya merupakan salah satu jamaah taat Winning Eleven yang gemar menempatkannya di sayap kiri. Kaki terkuatnya adalah kaki kanan, tapi saya sama sekali tidak berniat menjadikannya inverted winger. Selain karena saat itu istilah tersebut belum populer, peran winger konvensional juga masih banyak diminati para penduduk rental PlayStation.

Lagipula, saya yang ketika itu masih duduk di bangku SMP, tidak peduli apapun peran pemainnya. Asalkan sang pemain bisa serong sedikit ke arah gawang dan dapat ruang tembak, sentuhan halus pada tombol kotak dapat membuat Aissati bagaikan melayang tinggi terbang ke awan lewat sontekan indahnya.

Memiliki Aissati di Master League dulu bagaikan mempunyai Eden Hazard saat ini. Ia sangat menunjang untuk terus menerus digeber dengan tombol R1 dan yang terpenting, ia cepat berkembang. Saya bahkan sampai membolos kegiatan Pramuka di sekolah demi meningkatkan speed-nya melebihi angka 90 dan rela melonggarkan waktu sejenak dari rutinitas les harian demi mengubah warna di shot technique-nya menjadi merah merona alias di atas angka 95.

Aissati adalah dewa Master League di Winning Eleven, bagi sebagian orang. Akan tetapi, apakah kariernya di dunia nyata sama gemerlapnya dengan kemampuannya yang tersimpan di memory card para warga rental PS? Jika Anda melihat video aksi-aksi Aissati di bawah ini, seharusnya ia kini sudah menjadi pemain tenar.

Ya, seharusnya, karena apa yang terjadi di dunia nyata sangat bertolak belakang dengan yang terjadi di bilik rentalan PlayStation.

Aissati muda memang sempat mencuat kala bermain di PSV Eindhoven. Ia berada satu tim dengan pemain seperti Alex, Gregory van der Wiel, Ibrahim Afellay hingga Jefferson Farfán Nama-nama yang tidak asing di telinga, bukan?

Pada Oktober 2005, ia melakukan debutnya di Liga Champions dan menjadi pemain Belanda termuda yang tampil di turnamen itu, mengalahkan rekor sebelumnya yang dipegang Ryan Babel. Meski sama-sama berusia 17 tahun, namun Aissati lebih muda delapan bulan. Semuanya tampak akan berjalan mudah hingga cedera datang menghampirinya setelah tampil sepuluh kali bersama Rood-witten, julukan PSV.

Sejak saat itu, kesempatan bermainnya sangat terbatas. Ia kemudian dipinjamkan ke FC Twente hingga musim 2006/2007 selesai. Bersama Twente, kemampuan Aissati kembali terasah dan PSV menariknya kembali jelang musim 2007/2008.

Previous
Page 1 / 2