Eropa Inggris

Mereka yang Tak Bisa Lepas dari Arsenal

Seperti laiknya tim-tim yang dirundung keraguan tentang masa-masa keemasan yang sudah terlampau lewat dimakan zaman, Arsenal pun tengah mengalami hal yang sama. Walau tiap musimnya, dimulai dari transfer heboh Mesut Özil yang didatangkan dari Madrid, Arsene Wenger berturut-turut mendatangkan Alexis Sanchez, Petr Cech hingga Shkodran Mustafi, Granit Xhaka dan Alexandre Lacazette musim ini.

Tapi, sejauh yang terlihat, setidaknya sampai awal musim 2017/2018, prestasi yang dicapai Arsenal baru tiga trofi Piala FA dan dua trofi Community Shield. Pencapaian bagus? Ya, lumayan, daripada puasa gelar seperti Liverpool, misalnya, ya? Tapi, apakah itu membuat puas suporter? Tentu ja tidak, bosquh!

Musim lalu, posisi Arsene sebagai manajer dirisak suporter sejak Februari (ya, ya, selepas kekalahan dengan agregat 10-2 dari tim ‘itu tuh’) hingga jelang akhir musim. Sejak melunak dan menuruti kemauan suporter untuk berubah dan mengganti skema main, pelatih gaek tersebut perlahan merebut kembali perhatian dari para Gooners. Tapi, cukupkah itu? Tentu ja tidak!

Finis di posisi 5, tiga tingkat di bawah Tottenham Hotspur adalah aib terburuk Arsene Wenger sejak pertama menangani Arsenal dalam 21 tahun terakhir. Tak hanya finis pertama kali di bawah Spurs, The Gunners juga pertama kalinya di era Arsene Wenger gagal lolos ke Liga Champions Eropa.

Karena terlampau banyak hal pedih di musim lalu, saya berniat mengajak kamu-kamu semua, tentu saja bila kamu Gooner, untuk merindukan sekaligus bernostalgia dengan nama-nama pemain di era lampau yang seperti nubuat idola saya, Reza Artamevia, mereka-lah pemain-pemain yang tak pernah bisa lepas bayang-bayangnya dari skuat Arsene Wenger.

Patrick Vieira

Patrick ‘bosqu’ Vieira

Berbeda dengan Yamadipati Seno yang sempat merasakan era Tony Adams sebagai kapten, saya, yang tentu saja jauh lebih belia dari koki Arsenal’s Kitchen itu, baru merasakan menjadi Gooner di era Patrick Vieira sudah menjadi kapten utama.

Baru-baru ini dalam wawancaranya dengan FIFA TV, Thierry Henry, kapten Arsenal setelah Vieira hengkang ke Juventus selepas menjuarai Piala FA tahun 2005, berujar bahwa tidak akan ada lagi pemain seperti Vieira. Ia yang, sesuai deskripsi Henry, memenangkan bola di lapangan tengah, mengirim umpan, mencetak gol, dan ajaibnya, melakukan semua sendirian. Bosqq memang ntap!

 Jujur saja, Vieira memang sehebat itu. Saya salah satu yang bersyukur menyaksikan beliau yang maju menantang si brengsek, Roy Keane, dan membuat laga melawan Manchester United tak hanya laga sepak bola belaka, tapi juga pertaruhan gengsi dan laga sarat umpatan, baik di dalam lapangan, lorong menuju ruang ganti sampai di luar lapangan. Rivalitas Vieira dan Keano yang membuat sepak bola lebih bergairah ditonton masa itu.

Selepas Vieira hengkang, tak ada lagi pemimpin seperti beliau. Tidak Cesc Fabregas, Thomas Vermaelen, Robin van Persie, hingga Mikel Arteta dan Per Mertesacker sekalipun. Mertesacker memang seorang juara dunia bersama timnas Jerman, tapi karakter dan wibawanya tak mampu mendekati yang diberikan Patrick Vieira bagi Meriam London.

Previous
Page 1 / 5