Belum lama ini, Swansea City menolak tawaran Everton untuk pemainnya, Gylfi Sigurdsson. Tawaran yang diajukan Everton tidak main-main, sebesar 40 juta paun ditambah bonus 5 juta paun. Namun, Swansea memasang harga lebih mahal dari yang ditawarkan oleh Everton.
Sigurdsson memang menjadi salah satu komoditi yang lumayan panas di bursa transfer ini. Selain Everton, kabarnya Leicester City juga sudah melayangkan tawaran yang juga ditolak oleh Swansea. Baik Everton maupun Leicester belum sanggup menebus banderol Sigurdsson yang mencapai 50juta paun tersebut.
Harga tinggi Sigurdsson kerap kali dicibir oleh pengamat sepak bola. Mereka menganggap bahwa kemampuan Sigurdsson tidak sebanding dengan harganya yang mahal. Selain itu, usia Sigurdsson yang sudah mendekati usia kepala tiga pun membuat ia dipandang tidak layak dihargai sebegitu mahalnya. Namun, ada beberapa alasan mengapa masuk akal apabila Swansea mematok harga tinggi bagi Sigurdsson.
Kenapa Sigurdsson dibanderol mahal?
Alasan pertama, Sigurdsson merupakan bagian integral dari Swansea. Kontribusi Sigurdsson bagi tim asal Wales ini sangat penting. Musim lalu, Sigurdsson berhasil menciptakan 9 gol, yang terbanyak kedua bagi Swansea di bawah Fernando Llorente.
Pemain asal Islandia ini juga menjadi pusat penyerangan timnya. Ia membuat 13 asis, yang terbanyak di klubnya, sekaligus terbanyak ketiga di Liga Inggris, mengalahkan nama-nama seperti Mesut Özil dan Phillipe Coutinho. Sigurdsson juga menjadi satu-satunya pemain yang tampil di setiap laga Liga Inggris bagi Swansea. Tak heran, Swansea tidak ingin melepas pemain bintangnya dengan mudah.
Yang kedua, kemampuan Sigurdsson yang kerap dipandang sebelah mata. Sigurdsson memiliki kemampuan playmaking yang mumpuni bagi kaliber tim papan atas Liga Inggris. Sigurdsson mampu untuk melepaskan operan-operan direct bagi penyerang.
Tercatat, Sigurdsson mampu melepas rata-rata 2,1 key passes selama perhelatan Liga Inggris musim lalu. Pemain berusia 27 tahun ini juga memiliki kemampuan crossing yang ciamik, dengan rata-rata 2,3 cross per pertandingan. Selain itu, Siggy, sapaan akrabnya, juga piawai dalam mengolah bola mati. Sigurdsson mampu melepaskan tendangan bebas maut ke gawang, atau ditujukan ke rekan setimnya.
Berkaitan dengan poin bola mati, kemampuan Siggurdsson dalam menendang sepakan bebas ini sangat penting untuk menyuplai gol bagi Fernando Llorente yang mahir dalam duel udara. Singkatnya, kemampuan Sigurdsson tidak kalah dari kaliber pemain kelas dunia.
Yang ketiga, pengalaman Sigurdsson sebagai pesepak bola di level atas. Sigurdsson memiliki segudang pengalaman sebagai pesepak bola papan atas. Ia menjalani level akademinya di klub-klub kasta bawah Liga Inggris, sebelum pindah ke Hoffenheim di tahun 2010.
Di musim pertamanya bermain di Jerman, Sigurdsson langsung tancap gas dengan sumbangsih 9 gol dan 3 asis dalam 29 laga di Bundesliga. Sayang, di musim keduanya, Sigurdsson, tidak tampil banyak dan ia pun dipinjamkan ke Swansea di bulan Januari.
Bersama Swansea, Sigurdsson menemukan perfoma terbaiknya, hingga ia direkrut oleh Andre Villas-Boas, bos Tottenham Hotspurs kala itu, tepatnya di tahun 2012. Dua tahun di Tottenham, Sigurdsson seringkali duduk di bangku cadangan dan tampil kurang maksimal. Akhirnya ia kembali ke Swansea di tahun 2014 dengan status permanen.
Bersama Swansea, Sigurdsson mampu menampilkan performa terbaiknya kembali. Selain itu, Sigurdsson juga berpengalaman di level internasional. Siggy menjadi salah satu pilar perjalanan magis Islandia di Piala Eropa 2016 lalu. Sigurdsson membawa negaranya mencapai perempat-final di turnamen besar pertama yang diikuti Islandia. Pengalaman adalah sesuatu yang sangat berharga dan pengalaman yang dimiliki Sigurdsson tentu membuat dirinya dihargai tinggi.
Yang keempat dan yang terakhir, namun tak kalah penting, Sigurdsson termasuk dalam kualifikasi pemain home-grown. Yang dimaksud dengan home-grown adalah sang pemain harus menetap minimal 3 tahun di satu negara sebelum berusia 21 tahun. Bagi klub Liga Inggris, aturan home-grown, yang mana mengharuskan klub mendaftarkan minimal 8 pemain home-grown, kerap dipandang menyulitkan.
Baik karena kurangnya kualitas pemain home-grown yang tersedia, atau ketidakcocokan dengan gaya main sang pelatih. Sigurdsson termasuk dalam kualifikasi home-grown karena ia menghabiskan masa mudanya di klub-klub Inggris seperti Shreswbury Town, Crewe Alexandra dan Reading, sebelum hijrah ke Jerman untuk bergabung dengan Hoffenheim. Pemain home-grown yang sudah berpengalaman dan berkualitas adalah komoditi langka dan sudah tentu memiliki harga yang sama sekali tidak murah.
Sebenarnya, masalah mahal dan murah adalah sesuatu yang relatif. Bagi klub dengan tabungan uang tanpa dasar seperti Manchester City atau Paris Saint-Germain, harga 50 juta paun adalah harga yang tergolong murah. Namun, bagi klub seperti Everton dan Leicester City, 50 juta paun adalah jumlah harga yang terhitung mewah.
Oleh karena itu, banyak yang mencibir upaya Everton untuk mendatangkan Sigurdsson yang dihargai sebegitu tinggi oleh Swansea. Walaupun begitu, ditengah lonjakan harga pemain sepak bola akhir-akhir ini, harga Sigurdsson dapat terjustifikasi oleh performanya di lapangan dan statusnya sebagai pemain home-grown. Apabila Everton memang pada akhirnya menebus Siggurdson dari Swansea, Everton tidak akan merugi mengingat harga 50 juta paun memang pantas bagi Sigurdsson.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket