Eropa Italia

Kerinduan Mendalam Mbah Budi pada Sosok Douglas Maicon

Musim panas 2006, sebuah pergerakan mengejutkan dibuat Internazionale Milano di bursa transfer. Dua penggawa Juventus, Zlatan Ibrahimovic dan Patrick Vieira, dibajak ke Stadion Giuseppe Meazza. Fulus yang harus digelontorkan La Beneamata untuk keduanya pun tak main-main, mencapai 34,5 juta euro.

Akan tetapi, pergerakan eksplosif Inter di bursa transfer tak sampai di situ saja. Langkah eksepsional lain yang dilakukan pihak manajemen adalah memboyong empat orang fullback sekaligus yang tiga di antaranya berkewarganegaraan Brasil. Mereka adalah Andrade Maxwell, Aparecido Cesar, Fabio Grosso dan Maicon Douglas Sisenando.

Dari kuartet tersebut, Maicon jadi sosok yang punya durasi karier terpanjang membela Inter yakni enam musim. Sementara Maxwell, Cesar dan Grosso, tak ada yang berkarier lebih dari tiga musim di Inter.

Diboyong dengan mahar 4,8 juta euro dari kesebelasan asal Prancis, AS Monaco, mulanya cukup banyak pihak di Italia yang tak sepenuhnya yakin dengan kemampuan Maicon. Padahal selama dua musim berkostum Les Monegasques yang diwarnai sejumlah pergantian pelatih, penampilan lelaki berkepala plontos ini terbilang ciamik dan konsisten.

Sosok Maicon selalu menjadi pilihan utama baik saat diasuh Didier Deschamps, Jean Petit, Francesco Guidolin, László Bölöni sampai Laurent Banide di pos bek kanan Les Monegasques. Visi bermain serta teknik olah bola mumpuni yang ditunjang kemampuan fisik, kecepatan dan tenaga besar, adalah nilai plus dari seorang Maicon. Hal inilah yang memantik ketertarikan pelatih La Beneamata saat itu, Roberto Mancini, walau di skuat Inter bercokol pemain dengan posisi serupa dan bahkan menyandang status kapten, Javier Zanetti.

Tanpa buang-buang waktu, Mancini langsung mendapuk pemain yang melakoni debut profesionalnya di dunia sepak bola bareng klub Brasil, Cruzeiro, ini sebagai bek kanan utamanya. Sementara Zanetti yang punya kemampuan versatile luar biasa, dimainkan sang pelatih di beberapa posisi lain seperti bek kiri, gelandang bertahan hingga gelandang sayap kanan.

Selayaknya Zanetti, kemampuan Maicon dalam menyisir sektor kiri pertahanan lawan memang sangat baik. Apalagi atribut ofensifnya juga berada sedikit di atas sang kapten yang kala itu semakin menua. Penetrasinya ke jantung pertahanan lawan setidaknya memberikan dua opsi serangan bagi La Benemata, mengirim umpan lambung ke kotak penalti untuk dieksekusi para penyerang Inter atau merangsek sendiri ke dalam zona berbahaya lalu melepas sepakan keras nan terukur.

Pergerakan Maicon di area sayap dan halfspace memang selalu menghadirkan bahaya yang jika tidak diantisipasi dengan sempurna, akan menghadirkan sebuah bencana. Aksi-aksinya di area ini juga yang sering menghadirkan gol-gol indah yang membelalakkan mata.

Keberadaan Maicon di Inter juga membuat titik tumpu serangan La Beneamata cenderung berasal dari wilayahnya ketimbang sisi sebaliknya yang dihuni Grosso, Maxwell dan Cristian Chivu. Baik saat dibesut Mancini maupun ditukangi Jose Mourinho, Rafael Benitez, Leonardo Araujo, Gian Piero Gasperini, Claudio Ranieri hingga Andrea Stramaccioni.

Selama enam musim membela Inter, sosok yang sekarang membela Avai ini menyumbang 11 trofi mayor. Rinciannya adalah empat titel Scudetto, dua Piala Italia, tiga gelar Piala Super Italia dan masing-masing satu trofi Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub.

Semasa berada di fase puncak kariernya, Maicon juga menjadi andalan di tim nasional Brasil. Seorang Dani Alves pun kesulitan menggesernya. Selama berkostum Brasil, dengan catatan 76 caps dan 7 gol, Maicon menghadiahi tim Selecao dengan empat gelar juara. Masing-masing dua Copa America (2004 dan 2007) dan Piala Konfederasi (2005 dan 2009). Satu-satunya minus di karier Maicon bareng negaranya mungkin hanya trofi dari ajang sepak bola antarnegara paling prestisius, Piala Dunia.

Usai menjalani karier yang gemilang di Inter, Maicon dicomot oleh kesebelasan asal Inggris, Manchester City, pada musim panas 2012 dengan harga 3 juta paun. Kemampuan dan pengalaman yang dimiliki Maicon membuat The Citizens yang ketika itu ingin menancapkan dominasinya lebih dalam di kompetisi Liga Primer Inggris dan bisa berbicara banyak di kompetisi Eropa, mengakuisisinya. Sayang, kariernya di kota Manchester berakhir tragis lantaran jarang mendapat kesempatan bermain.

Di sisi lain, kehilangan Maicon juga bikin manajemen La Beneamata bergerak mencari pengganti. Tapi sial bagi Inter, mereka justru tak pernah berhasil menemukan pengganti sepadan bagi Maicon.

Cristian Ansaldi, Danilo D’Ambrosio, Jonathan Moreira, Yuto Nagatomo, Davide Santon hingga Wallace, datang silih berganti menempati pos bek kanan, namun tak ada satupun yang berhasil menyamai level penampilan hebat pemain kelahiran Novo Hamburgo itu. Maka tak perlu heran apabila posisi fullback jadi salah satu yang paling disorot oleh Interisti dalam beberapa musim terakhir untuk segera dibenahi.

Hengkangnya Jonathan dan tidak dilanjutkannya masa pinjaman Wallace tentu sedikit melegakan. Tapi, inkonsistensi Ansaldi, D’Ambrosio, Nagatomo dan Santon yang masih bercokol di skuat Inter hingga detik ini, tetap saja membuat banyak Interisti gemas, geram dan kesal luar biasa saban menyaksikan La Beneamata bertanding.

Situasi ini pula yang memantik Interisti mendesak pihak manajemen agar secepatnya mencari fullback anyar, baik untuk menghuni sisi kanan maupun kiri, bagi La Beneamata.

Sosok Maicon yang hari ini merayakan ulang tahunnya yang ke-36 memang sudah pergi dari Appiano Gentile, markas latihan Inter. Namun penampilannya yang memesona disaat membela panji Biru-Hitam meninggalkan kesan yang luar biasa di benak Interisti hingga detik ini.

Ya, Interisti veteran seperti saya memang sangat merindukan sosok fullback sekelas Maicon untuk menjadi tulang punggung La Benemata dalam mengarungi kompetisi, bukan Lord Nagatomo!

Feliz aniversario, Maicon!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional